17-Surprise 2

33 23 47
                                    

Sebelum masuk keceritanya alangkah baiknya follow akun author dulu ya, supaya tidak ketinggalan update cerita dari author
Jangan lupa vote dan komen ya guys
SEE YOU 😍





"Hei kok nangis," ujar Farid yang mendapati Maira sedang menangis sambil menatapnya.

"Nggak kok mas, Maira menangis terharu aja," sahut Maira sambil mengelap beberapa linangan air mata yang menetes di pipinya.

"Terima kasih ya mas untuk semuanya, Maira nggak tahu harus balasnya dengan gimana tapi jujur Maira sangat bahagia dengan semua ini."

"Udahlah mas nggak minta balasan apa-apa kok, mas ikut bahagia kalau lihat Maira bahagia."

"Sekali lagi terima kasih banyak ya mas."

"Iya, sama-sama. Maira sudah makan?" Sambung Farid.

Maira tak menjawab namun ia menggelengkan kepalanya lemah sambil tersenyum haru.

"Yasudah ayo duduk sini. Ada sate ayam dan nasi uduk beserta macha panas yang bisa di santap sambil menikmati pemandangan kolam ikan." Ujar Farid sambil beranjak duduk di kursi yang sudah ia siapkan tadi.

Maira pun mengikuti langkah Farid dan ikut duduk di satu kursi yang tersedia.

"Mas Farid yang siapkan ini semua?" Tanya Maira dengan senyuman hangat yang menghiasi wajah cantiknya.

"Bukan, anaknya Pak Dika yang siapin ini tadi," tutur Farid.

Maira pun semakin melebarkan senyumannya mendengar penuturan Farid tersebut.

"Terima kasih ya mas untuk semuanya."

"Mas hitung-hitung sudah 10 kali lho Mai kamu bilang terima kasih. Nggak capek apa terima kasih terus, apa memang nggak ada kata-kata lain selain terima kasih." Ledek Farid.

"Mas...." Rengek Maira sebab Farid malah meledeknya padahal ia sedang serius.

"Sudah ayo dimakan, kesukaan kamu semua kan  ini," pinta Farid.

"Heeh, terima kasih ya mas," sahut Maira.

"11, sampai berapa bilang terima kasihnya 33? Kamu ini mau dzikir apa gimana, terima kasih terus dari tadi."

"Habisnya Maira terlalu bahagia dengan semua ini mas," bela Maira.

"Kamu nggak pernah merayakan ulang tahun lagi setelah kematian Pak Rois?" Tanya Farid pasalnya ia paham sejak dulu ulang tahun Maira memang tak pernah di rayakan mewah-mewah namun ayahnya selalu memberikan hadiah kepadanya saat hari ulang tahunnya.

Maira hanya bisa mengeleng pelan menjawab pertanyaan Farid tersebut.

"Yasudah, pokoknya mulai tahun ini dan tahun-tahun selanjutnya Maira harus terus merayakan hari kelahiran Maira setiap tanggal 29 September. Mas janji mas akan selalu temani dan ingatkan Maira di tanggal tersebut."

"Ulang tahun itu hanya satu tahun sekali Mai, ya anggap saja hari perayaan atas beban-beban yang mampu kita pikul selama hidup ini. Jadi kita harus tetap merayakannya sebagai wujud apresiasi kita terhadap tubuh kita yang kuat ini."

"Iya mas," sahut Maira.

"Oiya, mas ada sesuatu untuk kamu," ujar Farid sambil mengeluarkan sebuah paper bag yang sedari tadi ia selipkan di dalam jaketnya.

"Ini, tapi bukannya nanti kalau sudah sampai rumah." Ujar Farid sambil memberikan paper bag tersebut kepada Maira.

"Emang kalau dibuka sekarang kenapa?" Tanya Maira.

"Nanti berubah isinya kalau dibuka sekarang."

Keduanya pun tertawa bersamaan lalu melanjutkan aktivitas makannya. Sungguh indah suasana saat itu, menikmati hidangan yang lezat dengan pemandangan yang menyejukkan dan teman makan yang tersayang.

Di sela-sela makannya tiba-tiba ponsel Farid berdering. Ia pun segera mengambil ponselnya yang ada saku jaketnya. Terpampang nama Danu saat Farid melihat layar ponselnya. Ia segera mengangkat panggilan tersebut walau sebenarnya ia mengerutu dalam hatinya karena makan siang indahnya diganggu.

"Halo, assalamu'alaikum."

"Kok bisa?" Pekik Farid dengan Danu yang ada di simpang telepon.

"Ya, gue juga ada acara ini," sambung Farid.

Maira yang tidak tahu Farid sedang mengangkat panggilan dari siapahanya bisa terdiam sambil melanjutkan makannya. Lagi pula ia tak ingin ikut campur urusan Farid.

"Iya.. iya... Gue kesana sekarang."

"Iya, wa'alaikumsalam."

Setelah menutup teleponnya, Farid tetap memegang ponselnya sembari menatap Maira yang ada di depannya. Maira yang sadar kalau Farid sedang menatapnya pun menghentikan aktivitas makannya dan ikut menatap balik Farid.

"Ada apa mas?" Tanya Maira. Pasalnya raut wajah Farid seperti orang yang sedang kebingungan.

"Emm, mas ada urusan mendadak ini Mai dan harus pergi sekarang. Tapi gimana ya-"

"Ohh, nggak papa kok mas." Sahut Maira.

"Tapi kan kamu belum selesai makannya, sebenarnya mas juga pengen ngobrol-ngobrol juga sama Maira."

"Nggak papa mas, Maira udah kenyang kok. Lagi pula ngobrolnya bisa dilajut besok kan. Sekarang lebih baik Mas Farid lanjutkan urusan Mas Farid dulu.

"Beneran Mai?"

"Iya mas, nggak papa kok."

"Ehh, tapi mas nggak bisa ngantar kamu pulang ya."

"Iya mas, lagi pula rumah Maira juga udah dekat kok."

"Yasudah kamu hati-hati ya pulang sendiri. Untuk meja, kursi sama dekorasinya sudah ada teman mas nanti yang mengurus."

"Iya mas."

"Mas duluan ya, Maira hati-hati."

"Iya mas."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."





Huff.... Apa-apaan sih Danu ganggu orang lagi romantis-romantisan aja. Gimana nih readers pada sebel nggak sama Danu. Jujur kalau author jadi pembaca pasti kesel sih, sudah membayangkan yang tinggi-tinggi ehh tiba-tiba dipatahkan gara-gara telpon dari Danu. Tapi nggak papa lah, ya mungkin Danu sangat membutuhkan Farid saat ini.

Readers penasaran nggak sama isi paper bag yang Farid berikan untuk Maira?
Kira-kira apa ya?🤔
Cari tahu jawabannya di part selanjutnya
Jangan lupa follow ig @nizusyafa
#cintadisepertigamalam

Cinta Disepetiga Malam (Jilid 1 : HUMAIRAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang