Tepatnya pukul 06.55 WIB Maira mulai menginjakkan kakinya di gedung pabrik begitu pula dengan karyawan dan karyawati lainnya.
"Maira."
Maira yang mendengar suara seseorang memanggil namanya dari arah belakang pun langsung menengok.
"Mas Farid?"
"Ada apa?" Tanya Maira kepada Farid yang sedang menghampirinya.
"Kamu gimana Mai?"
"Gimana apanya mas?" Tanya Maira yang tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Farid tadi.
"Maksudnya kamu nggak apa-apa kan setelah kehujanan kemarin?"
"Nggak apa-apa kok, Maira sehat-sehat aja," sahut Maira sembari mengernyitkan dahinya.
"Alhamdulillah kalau gitu, mas takutnya Maira kurang sehat gara-gara kehujanan kemarin. Dulu Maira kan anti banget sama air hujan, kehujanan dikit aja bisa langsung demam dan flu kan."
"Keadaannya sudah beda mas sekarang," ucap Maira sembari tersenyum getir.
"Yasudah kalau gitu Maira duluan ya mas, Assalamu'alaikum," pamit Maira.
"Wa'alaikumsalam," jawab Farid yang masih berdiri ditempat sembari menatap kepergian Maira.
"Rid, ngapain berdiri disini?" Ujar laki-laki paruh baya sembari menepuk pundak kirinya.
"Ehh Pak Cahyono, nggak papa kok pak," sahut Farid.
"Ngapain kamu lihatin Maira sampai kayak gitu, kamu naksir sama dia?"
"Hah, naksir?" Ulang Farid sambil membelalakkan matanya.
"Ya kalau nggak naksir ngapain lihatnya sampai kayak gitu," sambung Pak Cahyono.
"Pak Cahyono bisa aja, yasudah masuk yuk pak." Ujar Farid mengalihkan topik pembicaraan.
"Beneran nih naksir, saya sampaikan ke orangnya nanti." Goda Pak Cahyono
"Apaan sih Pak," sahut Farid sambil salting.
"Ehh kamu ini kan sudah berumur daripada pacaran-pacaran nggak jelas mending langsung temui orang tuanya aja."
"Sudah pak, udah jam 7 lho ini ayo masuk," ajak Farid sembari merangkul Pak Cahyono.
"Gak usah malu-malu, semua orang pernah muda pernah ngerasain jatuh cinta juga," sambung Pak Cahyono sembari mulai berjalan masuk kedalam pabrik.
****
Kini saatnya ISHOMA, Maira beserta Tyas dan Weny pun langsung melaksanakan sholat dhuhur di mushola. Setelahnya ia berniat ingin melakukan makan siang di kantin. Namun, saat keluar dari mushola tak sengaja mereka melihat Farid yang saat itu juga sedang menunaikan sholat dhuhur di shaf laki-laki sampingnya.
"Mai kayaknya lho tadi pagi ngobrol sama Mas Farid," ujar Tyas.
"Iya," sahut Maira sembari mengambil sepatunya yang ada dirak.
"Kamu nanya nggak kenapa kemarin ngikutin angkot kita?"
"Nggak sih."
"Hah, Mas Farid ngikutin angkot kalian?" Tanya Weny yang belum tahu apa-apa.
"Iya Wen, selepas lho pulang sama mama lho kemarin Mas Farid nyamperin kita di halte padahal dia kan bawa motor dan juga sudah pakai jas hujan. Terus dia itu nemenin kita berdua sampai kita dapat angkot. Bahkan sampai kita naik angkot Mas Farid itu masih ngikutin kita dari belakang. Nggak tahu deh sampai kapan ngikutinnya, mungkin sampai Maira turun dari angkot." Cerita Tyas kepada Weny.
"Serius Mai?" Weny yang sedari tadi menatap Tyas pun langsung membalikkan wajahnya menatap Maira yang ada disampingnya.
"Hmm," guman Maira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Disepetiga Malam (Jilid 1 : HUMAIRAKU)
Roman d'amourDear Khumaira Az-Zahra Wanita cantik mulia akhlaknya. Kaulah satu-satunya wanita yang membuatku paham akan hakikat kehidupan di dunia. Kau yang membuat aku tahu kalau dunia hanyalah sementara dan akhiratlah selamanya. Kau juga yang mengajarkan apa a...