21-Sakit

20 5 7
                                    

Sebelum masuk keceritanya alangkah baiknya follow akun author dulu ya, supaya tidak ketinggalan update cerita dari author
Jangan lupa vote dan komen ya guys
SEE YOU 😍


Tepat pukul 13.00 WIB Maira dengan langkah lesunya beranjak pulang dari tempat ia bekerja. Entah mengapa rasa capek kali ini beda dengan hari-hari biasanya, ia merasa sedikit lemas bahkan beberapa saat sempat badannya bergetar. Kurang lebih 15 menit berjalan kaki, kini ia sudah sampai di depan rumahnya.

"Assalamu'alaikum Bu," ucap Maira sambil membuka pintu utama rumahnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab Bik Ima.

Maira yang mengetahui ibunya sedang memhampirinya pun tersenyum sambil menjabat tangan ibunya.

"Lya belum pulang Bu?" Tanya Maira.

"Belum, katanya ada kelas tambahan jadi pulang sore." Jawab Bik Ima datar.

"Duduk bentar Mai, ibu mau bicara sama kamu." Pinta Bik Ima.

"Bicara apa Bu? Kok tumben?"

"Tadi Bu Kumala kesini," sambung Bik Ima.

"Bu Kumala? Mamanya Mas Farid?"

"Iya."

"Kenapa bu?" Tanya Maira.

"Nyariin kamu," sambung Bik Ima.

"Hah, nyari Maira?" Bengong Maira sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Kamu ada hubungan apa sama Nak Farid?" Tanya Bik Ima balik.

"Temenan biasa," sahut Maira dengan polosnya.

"Serius? Kamu nggak lagi bohongin ibu?"

"Maksud ibu gimana sih, Maira makin nggak ngerti deh."

"Tadi Bu Kumala maki-maki ibu, katanya ibu nggak bisa didik anak lah, nggak tahu diri dan masih banyak lagi."

"Kok bisa bu? Kenapa?"

"Gara-gara kamu," sarkas Bik Ima.

"Gara-gara Maira?" Ujar Maira mengulangi kata-kata ibunya.

"Ibu kan sudah pernah bilang Mai nggak usah cari muka. Kesana tujuan kamu kerja, ya fokus sama kerjaan kamu saja nggak usah dekat-dekat sama teman yang nggak selevel sama kamu. Ingat nak kamu ini siapa, cuma orang rendahan. Kamu nggak bakal pernah bisa masuk pabrik itu, kalau nggak pernah nolongin Pak Wawan." Tutur Bik Ima.

"Kenapa bisa dekat sama Nak Farid lagi?" Sambung Bik Ima yang kini melempar pertanyaan pada putrinya.

"Karena itu," ujar Maira lalu membuang nafas kasar.

"Maira nggak pernah berusaha untuk dekat kembali dengan Mas Farid. Maira juga nggak pernah nyangka kalau Mas Farid akan kerja di pabrik itu juga. Ya, mungkin karena ia baru masuk pabrik dan belum punya teman dekat makanya Mas Farid kembali dekat sama Maira yang memang sudah saling kenal sejak dulu. Maira pun berusaha sebisa mungkin untuk menjaga sikap di depan Mas Farid, Maira nggak pernah genit sama Mas Farid. Maira cuma merespon apa adanya dan sebisanya Maira aja. Nggak pernah lebih dari itu bu." Sambung Maira menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada ibunya.

"Lalu kenapa Bu Mala bisa semarah itu sama kamu?"

"Ya, Maira nggak tahu."

"Sudahlah, ibu tegaskan sekali lagi sama kamu mulai besok jaga jarak dengan Farid. Walau dia berusaha dekati kamu lagi, stop menjauh nak. Kamu lupa dengan kejadian 8 tahun yang lalu. Ibu tidak mau kejadian itu terulang lagi, sudahlah jangan masuk lagi dalam kehidupan keluarga Abdika kita tidak akan pernah selevel dengan mereka." Tutur Bik Ima.

"Sudah bu? Tanya Maira.

Namun tak ada respon sedikit pun dari ibunya.

"Maira capek mau istirahat dulu." Pamit Maira kemudian beranjak dari duduknya menuju kamar miliknya.

Juga masih dengan tatapan yang sama Bik Ima hanya bisa melihat langkah demi langkah kepergian putrinya.

Maira yang sudah merasa kurang enak badan sejak pulang dari Toko Bu Leni tadi semakin dibuat pusing dengan pernyataan ibunya barusan. Bisa-bisanya Bu Mala memfitnahnya seperti itu. Bukankah kalian semua juga tahu kalau Maira nggak pernah sedikitpun godain Farid.

Setelah masuk ke kamarnya ia pun langsung membanting badannya ke kasur, tanpa mandi atau bebersih dahulu. Ia merasa kalau raganya sudah sangat lelah untuk memikul semua keadaan yang ada. Tanpa terasa ia pun terlelap tidur.

****

Kini waktu sudah menunjukkan pukul 18.45 WIB, namun Bik Ima belum melihat putri bungsunya keluar dari kamar. Biasanya sehabis sholat magrib ia selalu keluar kamar untuk menikmati makan malam bersama adiknya namun kali ini tidak.

Dalam benak Bik Ima sudah berkecimbung pikiran-pikiran negatif. Apakah mungkin Maira tersinggung dengan perkataannya tadi siang? Atau ia memang berhadap lebih dengan Farid? Dan beberapa pertanyaan-pertanyaan lain yang semakin tak bisa dikontrol oleh Bik Ima.

Akhirnya ia pun beranjak menuju kamar putri sulungnya untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja. Ia mencoba beberapa kali mengetuk pintu kamarnya namun tak ada respon apapun dari pemilik kamar. Akhirnya Bik Ima pun membuka pintu kamar yang kebetulan memang tidak dikunci.

Saat masuk kamar Maira, Bik Ima pun dibuat terkejut dengan keadaan Maira yang teringkuk di atas kasurnya dengan badan menggigil. Ia pun segera menghampiri putrinya.

"Astaghfirullah badan kamu panas sekali nak," ujar Bik Ima sambil merangkul tubuh Maira yang terus menggigil."

"Makan dikit ya Mai, ibu suapin habis itu minum obat."

Maira hanya bisa mengangguk lemah menyahuti ibunya.

Sebenarnya ia mendengar jika ibunya mengetuk pintu kamarnya, namun ia sudah tak sanggup lagi untuk bangkit membukakan pintu. Badannya sudah sangat lemas kepalanya pun terasa sangat berat.

Tak lama kemudian Bik Ima kembali ke kamar Maira dengan sepiring makanan, ia berusaha menyuapi Maira namun hanya tiga suapan yang bisa masuk ke tubuh Maira. Setelahnya Bik Ima membantu Maira untuk minum obat dan membiarkan Maira untuk beristirahat.

Happy reading guys 🥰
Jangan lupa pojok kiri bawahnya dipencet ya biar Author selalu semangat lanjutin part-part selanjutnya.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom komentar ya guys.
See you buat yang udah membaca♥️

Kasian banget ya guys Maira, kita do'akan bersama ya semoga lekas sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasanya lagi. Amiin ya rabal'alamin 🤲
Jangan lupa follow ig @nizusyafa
#cintadisepertigamalam

Cinta Disepetiga Malam (Jilid 1 : HUMAIRAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang