18. It's okay

46 10 4
                                    

Recommended song
Dad - D.O. EXO




*flashback off

Pipinya kembali dialiri sungai air mata, menyedihkan sekali kisahnya. Tak terduga, latar belakangnya ternyata sedalam itu.

Semenjak saat itu, Alan tidak pernah menginginkan ulang tahunnya, rasanya ia ingin menghapus tanggal ulang tahunnya dari kalender, ia tak ingin mengingat apapun, apapun yang berkenaan dengan hari kelahirannya itu.

Rasanya, setiap Alan melihat kue ulang tahun yang diperuntukkan padanya, ingin sekali ia lempar ke lantai. Merasa seperti ayahnya yang tak paham perasaannya.

Alan tau ayah sedih, Alan juga sedih.

Iba Zara melihatnya, lelaki dihadapannya hanya menginginkan ulangtahun indah bersama kedua orangtuanya, namun ia hanya bisa merayakan berdua dengan warna sendu biru nan abu.

Bukan juga dengan perasaan senang, tawa gembira, peniupan api lilin, dan pemotongan kue. Melainkan dengan perasaan hancur nan kecewa, yang terasa menusuk hingga ulu hati, memaksakan dinding tegar yang lama-kelamaan tetap saja hancur.

"Dulu... Aku pengen jadi pilot atau astronot, biar aku bisa menggapai langit, menggapai bulan... Buat bunda," ucapnya menengahi keheningan.

"Sekarang... Aku pengen jadi manusia terbatas aja, biar ngga terlalu hanyut sama bunda terus," pungkasnya hanya membuat Zara mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kamu orang pertama yang aku ajak cerita," tatapannya mengarah pada Zara, semburat kemerahan manis muncul di kedua pipi Zara.

Sampai pada akhirnya, senja mulai menampakkan diri dengan semburat jingga-biru indah yang ia hiaskan pada langit, yang perlahan mulai tergantikan dengan kelam malam yang memburu.

Buru-buru Alan mengajak Zara pulang, tidak baik mengajak seorang perempuan yang tak berstatus bersamamu hingga malam, takut juga Zara kena omel ayahnya.

Keadaan mobil masih diselimuti biru yang angkuh, keduanya enggan membuka suara. Alan yang masih berkabut masa lalu dan Zara yang takut salah bicara.

Sesampainya di rumah Zara mengucapkan salam dan terimakasih untuk Alan yang sudah bersedia memberi tumpangan, serta...

Sudah bersedia menjadikannya kepercayaan.

Begitupun pula Alan, ketika ia mulai membuka pintu utama rumah hening. Entah, sebelumnya ia memang bilang ia tak ingin mengingat yang lalu, tapi melihat keadaan ruang tengah mengingatkannya dengan balon-balon serta pita yang terpasang di sana-sini dengan meja pengisi bagian tengah, ingat sekali terdapat kue ulang tahun yang bergambarkan roket dengan bintang-bintang yang menyertainya.

Indahnya saat itu, ingin ia ulangi lagi namun dengan akhir cerita yang berbeda.

Tanpa sadar, gurattan senyum mulai timbul dibibir Alan, itu hanya bagian awal dari yang ia kenang, tak ingin ia kenang bagian selanjutnya. Alan ingin sekali meminta pada Tuhan untuk mengembalikan dirinya lagi...

Termasuk bunda..

Hingga akhirnya ia mendengar suara bariton yang berasal dari tangga, seorang pria yang sudah mulai berumur, bahkan rambut-rambutnya mulai memutih seiring waktu.

Alan menatapnya dengan seksama, ia yang telah menjaganya bertahun-tahun, bahkan setelah kepergian bunda.

Dapat Alan ingat, dimana Chakra -ayah Alan- mengalami masa-masa sulitnya kehilangan orang tercinta yang berimbas pada pekerjaannya membuat sang Chakra hampir dipecat, namun pada akhirnya ia tetap mengejar masa jayanya kembali.

Mengingat masih ada satu nyawa pemberian Tuhan yang harus ia jaga dengan sepenuh hati, berusaha tidak kehilangan anggota lagi.

"Selamat ulang tahun, anak ayah," katanya sambil menuruni satu per-satu anak tangga, demi menghampiri putra semata wayangnya.

"Tadi, ketemu bunda dulu, ya?" Runtuh, Alan yang sedari tadi hanya berdiri menampilkan ekspresi angkuh dan dingin, mulai runtuh. Sudah bertahun-tahun ia mencoba terlihat dewasa di mata ayah, tak ingin ia disepelekan. Namun, kini hidungnya memerah, berlari ia memeluk ayahnya.

"Anak ayah sudah besar, sudah delapan belas tahun, selamat," sambutnya untuk pelukan Alan.

Sering Alan menghindari ayah yang menurutnya adalah penyebab kepergian bunda, kelalaian ayah yang tidak bisa menjaga bunda. Tetapi, ia mulai sadar dan tetap meninggikan gengsi hingga saat ini. Ia memeluk erat ayahnya.

Chakra membalas pelukan hangat putranya, sudah sekian lama putranya ini angkuh, bertemu lagi dirinya dengan titik lemah putranya. Tetap bersama ayah, ya?

Panjang umur, panjang umur, sehat selalu, jadilah anak ayah, jadilah kamu.
Bisikan-bisikan halus yang terus Chakra lontarkan di samping telinga anaknya. Ucapan penenang untuk Alan yang masih terus berlarut.

Bunda, sakit disaat terakhir tapi sekarang udah ngga, yang masih sakit itu Alan di sini. Di dalam hatinya bergumam, apakah ungkapan rela atau kecewa?

"Makan dulu sama ayah, terus minum obat, ya?" Di lepasnya pelukkan bermenit itu dan menampakkan wajah Alan dengan sungai kering di pipinya. Alan mengangguk dan sedikit menyedot ingusnya, hidungnya masih merah.

Dielus singkat pucuk kepala Alan, dapat Alan rasakan kasih sayang disetiap elusan tangan besar ayahnya. Alan merasa.. Hatinya lebih tenang dan damai. Terimakasih sudah ada, ayah.

Chakra mulai beranjak menuju ke dapur, berharap Alan membuntuti nya untuk segera menyantap makan bersama. Namun, tidak, Alan masih memaku di sana, Chakra menautkan alisnya bingung. Adakah yang kurang?

"Ayah... Alan mau ulang tahun lagi... "







Yuyur, ak tu buntu tpi gemes ajh mw ngelanjutin.
Janlup ninggalin jejak dengan cara voment.
Muah!

Bulan dan Rotasi [TAMAT]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang