27. Final

19 5 0
                                    

Anganmu 'kan selalu ku kenang, berpulang lah dengan tenang. Disini ku menunggu janjimu 'tuk menemuiku di suatu esok nanti.

Beberapa tahun kemudian...

Di sini Zara kunjungi tempat persinggahannya kini, terlihat namanya tertulis diatas nisan berbentuk salib dan nampak fotonya yang terpajang di sana. Parasnya yang menawan, mengingatkan Zara pada memori indah masa lalu, hari lalu mereka membuat cerita, bersama...

Kini ia pergi, pulang ke tempatnya. Sedang mengharapkan janji bukan hari ini tapi nanti.

Sebelum menggapai persinggahan Alan, Zara sempat berhenti sejenak ditengah langkahnya, tatkala melihat seseorang dengan pakaian serba hitam turut berjongkok di depan dan meletakkan serangkai bunga di atas makam Alan.

Setelahnya sosok tersebut berdiri dan berbalik badan, ia langsung berhenti ketika sadar akan kehadiran Zara di sini, begitupula Zara yang terkejut kala menyadari siapa sosok yang ia curigai sejak tadi.

"Gimana kehidupanmu, Ju?" tanya Zara santai.

Bisa dibilang, itu pertanyaan biasa, normal, tanpa ada maksud apapun. Namun, ketika Julliete mendengar pertanyaan tersebut, entah mengapa bisa mengundang air matanya untuk keluar dan membuat aliran sungai di pipi.

"Aku menyesal, Za. Hidupku nggak tenang, aku dihantui rasa bersalah atas kebodohanku di masa lalu," tangis Julliete semakin menderu disetiap kata.

Mendengar itu Zara reflek langsung memeluk erat tubuh Julliete, "aku juga, Julliete. Aku juga kehilangan"

Keduanya saling menenangkan selama beberapa saat, sebelum akhirnya Julliete kembali menutupi dirinya dengan hoodie hitam beserta masker KF94 yang menutupi mulut dan hidungnya, lalu beranjak pergi setelah berpamitan dengan Zara.

Zara kembali memusatkan tujuannya dan kembali berjalan menuju makan yang tadi jua menjadi tujuan Julliete.

"Tok, tok.. Halo penghuni," Zara tatap tempatnya membumi saat ini.

"Hai, aku ke sini lagi. Entah udah yang keberapa kali, aku harap kamu nggak bosen denger cerita aku, aku rindu kamu tapi tenang aja aku ngga sendirian. Aku menanti kamu, aku sedih pas kamu pergi. Aku ngga akan menyangka hal ini, aku berharap kamu ada lagi tapi.. Itu terlalu mustahil, aku rindu tawamu, senyummu, dirimu. Dan semuanya tentang kamu. Inget ngga pas kita pertama kali ketemu? Kamu ngelukis sesuatu, kini terpajang indah di kamarku, akan ku jaga, juga saat malam terakhir waktu itu. Dan buku dari kamu, akan ku rawat sepenuh hati. Mungkin sesekali 'kan ku tambah memori didalamnya," ucap panjang lebar Zara sembari berusaha menahan air matanya.

Zara tersenyum pedih, hingga tanpa sadar telah terbentuk sungai air mata di pipi Zara, hidung Zara mulai memerah, dan matanya yang mulai sembab. Seakan tau dengan hal yang dirasakannya saat ini hujan tiba-tiba turun, dari yang awalnya hanya rintik-rintik gerimis, tiba-tiba menjadi sangat deras, dan angin berhembus menembus tubuh mungil Zara.

Zara mulai memeluk tubuhnya, masih menangis didepan makam sang matahari nya itu, yang selalu mencerahkan harinya.

Zara membelalak, tiba-tiba saja ada payung yang menaunginya, menghindarkan nya dari tetesan hujan yang dingin. Sosok pemilik dari payung itu memeluk Zara, memberikan jaket yang ia kenakan pada Zara.

"Sayang, ayo pulang. Aku tau kamu sedih, tapi bukannya Alan bakal lebih sedih kalo lihat kamu kaya gini?" Rangga datang; tunangan Zara, berucap sambil menunjukkan senyum hangatnya, untuk menenangkan Zara yang kini sudah resmi menjadi miliknya.

"Kamu tau kan, kalau Alan mau jaga kamu? Karna apa? Karna dia mau kamu itu baik-baik aja dan bahagia, maka dari itu kamu jangan sedih lagi, oke?"

Zara mengangguk, menghapus sisa air matanya dan mulai tersenyum tipis, ia berdiri hendak pulang, namun sebelum itu ia berpamit pada sang mendiang.

"Dadah, Alan. Aku pulang dulu, nanti aku ke sini lagii," ucap Zara mulai melambaikan tangannya, dan mulai melaangkahkan kakinya meninggalkan taman abu yang penuh tangis.

Zara masuk ke dalam mobil Rangga, masih terpaku pada tempat itu. Saat mobil itu mulai berjalan, tempat itu pun mulai berlalu, membuat nya ingin kembali mencurahkan tangis.

Diambil nya buku yang ia simpan di tas, buku pemberian Alan, tepat sebelum ajal menjemputnya, Zara tulis beberapa suku kata didalamnya. Lebih tepatnya surat tanpa penerima.

Senjaku merenung sepi
Dalam pesona sinar jingga
muara kasih yang pernah menyapa
Telah pudar bersama takdir yang membawamu
pergi dan tak pernah kembali
Menyulam rindu di jiwa dalam sunyinya lara
Merajut serpihan kenangan
Menyusun memori kebersamaan kita
Jika bisa, ingin ku ulang waktu
Mengulang cerita indah yang telah berlalu.

Selesai, satu media untuk mengisi kembali buku yang telah berpindah pemilik, untuk menghidupkan nya kembali dengan kenangan baru, dengan tetap menyimpan yang lama.

Bulan berikutnya, Zara masih setia pada rutinitasnya. Mendatangi persinggahan Alan sekedar menengok dan bercerita. 





Alhamdulillah, this book is literally done!

Bulan dan Rotasi [TAMAT]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang