8. sayang

42 18 0
                                    

Libur semester telah usai, kini Zara harus menghadapi tekanan dari guru-gurunya. Sumpah ia ingin cepat-cepat lulus, tapi ia malas mencari pekerjaan. Bekerja itu lebih berat dari belajar, jadi ia harus menerima bahwa ia harus tetap sekolah.

Dan malam ini, adalah malam yang dipenuhi oleh suara mengeluh yang keluar dari bibir seorang gadis.

"Anjir-anjir, besok udah masuk sekolah lagi"

"Semangat, aku sayang kowe" ucap Hana berusaha menyemangati.

"Aku ora"

"Aku males e, puoolll. Ora ndobol," keluh Zara

"Lah, ngopo? Biasanya juga seneng mau ketemu temenmu lagi"

"Lagi males ketemu salah satu orang di sekolah"

"Emang kenapa?"

Zara hanya diam, ia melamun otaknya mulai memutar klip kilas balik. Padahal hanya itu, ia kesal. Tidak jelas memang, cewe.

——°•°——

Besoknya Zara benar-benar berangkat ke sekolah dengan lesu, sangat lemas, malas, dan ngantuk. Bahkan saat sampai di bangkunya ia langsung menundukkan kepalanya, menumpu kannya pada lengannya.

Dan bangsatnya lagi, di kelas 12-nya kini Zara satu kelas dengan Alan –karena kelasnya dirolling–. Zara sedang ingin beristirahat dari Alan, bukan istirahat yang benar-benar menjauh, paling 1-2 hari paling lama.

Dari pintu masuk sesosok tinggi, yang sangat Zara kenali. Ia melambai, menyapa "hai" pada Zara, bukannya menjawab, Zara malah menolehkan kepalanya ke arah lain. Mengakhiri kontak diantara keduanya.

Guru mulai masuk, perkenalkan diri dan memulai materi pertama. Walaupun guru sudah menjelaskan sedetail-detailnya otak Zara tetap blank, saat guru menanyakan apakah semua murid sudah paham, ia hanya mengangguk menjawab 'iya', tanpa adanya kejujuran.

"Jadi, begitu. Sudah paham semuanya? Yang dibelakang paham?"

"Paham, pak," jawab Zara dan Alan serentak, membuat keduanya saling menatap dan sedetik kemudian memalingkan wajah kembali.

Guru mulai memberikan tugas, tugas yang cukup ringan. Sebisa mungkin Zara mengerjakannya sendiri, ia mulai membolak-balikkan lembar kertas buku paket. Mencari cara alternatif untuk mengerjakan soal yang diberikan gurunya.

Namun, Diam-diam seseorang memerhatikannya dengan serius. Alan, ini pertama kalinya dia melihat Zara sangat serius dan ambisius, biasanya ia hanya bisa melawak.

"Cantik. Selalu," gumam Alan nyaris tak terdengar sama sekali.

.

.

"AAAAA, BESTII. BENTAR LAGI KITA LULUUS"

"lah, si anjir. Baru juga kelas 12"

"Asli, kangen jam istirahat di sekolah kek begini, aku liburan di rumah gitu-gitu aja"

"Iya, sama"

Ya, begitulah percakapan keduanya, antara Zara dan Ana. Sedikit freak, tapi sudah wajar.

"Vio mana? Ngga keliatan tuh batang idungnya," tanya Ana membuat Zara memalingkan wajahnya yang sedari tadi sibuk melamun.

"Iya juga ye"

"Kebiasaan tu bocah, ngepet ngga ngajak-ngajak"

"Vio mah bocah alim, ngga kayak kamu"

"Dih, ngaca"

Ana mulai sedikit tertawa, mencolek pipi Zara, sedikit menggodanya dan mengajaknya bercanda. Di selang kebersamaan mereka tersebut, sebias suara melintas di telinganya, membuatnya menoleh. Penasaran. Dari mana asal suara tersebut.

Entah ada apa dengan Zara hari ini, tiba-tiba ia memiliki keberanian untuk menghampiri seseorang yang suaranya sempat tertangkap oleh gendang telinganya, berjalan dengan santai namun sedikit tegas Zara menghampirinya, meninggalkan Ana yang duduk keheranan, masih bingung arah tujuan Zara.

"Alan!"

Menoleh, Alan sempat kikuk melihat kehadiran Zara.

Zara yang sudah mulai sedikit gemas, menarik tangan Alan ingin mengajaknya bicara namun sesuatu menghambat.

"Sayang, dia siapa? Kok mau bawa kamu pergi?"
ㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Deg...
ㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Apa katanya? Sayang? Zara mematung, mencerna kata-kata yang keluar melewati bibir Julliete, hatinya terasa tertohok. Seperti ditusuk oleh ribuan jarum, sakit rasanya, tapi ia tetap terlihat biasa saja.

"Julliete? Maksut kamu?" tanya Alan tak kalah terkejut dengan Zara.

"Iya kan, kita pacaran," jawab Julliete dengan entengnya, juga dengan senyum yang tak luntur, nampak seperti senyum licik sembari menatap Zara.
ㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Deg..
ㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Dadanya menderu, darahnya terasa panas mengalir ke seluruh tubuhnya, ia menatap Alan penuh harapan. Harapan bahwa ini hanya tipuan, permainan, tidak benar-benar.

Tangan Zara yang sedari tadi meremat lengan Alan mulai ia lepaskan, dan mulai sedikit tersenyum, senyuman yang pedih.

"Ah, maaf mengganggu kalian, selamat siang," Zara membungkukkan badannya dan mulai melenggang pergi, ia sedikit berlari menuju kamar mandi. Menghapus air luka.

"Eh, Za. Mau kemana lagi?"

Tidak ada tanggapan dari sang empu nama, ia hanya fokus berlari.

.

.

Disini Zara mengeluarkan semua rasa sedihnya, membersihkan sisa air mata di pipi dan ingus dengan tisu yang ia bawa. Setelahnya, Zara menatap ke cermin di depannya.

"Ayoo, hh. Sadar, dia bukan segalanya. Kamu gak pantas bersanding sama dia"

Zara kembali membasuh mukanya, dan menepuk-nepuk pipinya, setelahnya ia mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil. Terdengar sangat kencang bunyi bel, waktu istirahat habis. Huhh.. Secepat itu.

"Huh.. Kamu bukan siapa-siapanya"
ㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ






—— • ——
Eyyo! Listen up!
Okey, bestiee. Ini adalah libur yang sangat tidak kerasa sudah tanggal 7, bentar lagi saya masuk pada tanggal 11. Siap membuat mental adek kelas hancur, hehe😈
Jadi, yah... Pokoknya maap, kali ini cuman dikit, makin ke sini jugaa makin buntu, kurang asupan cinta dari kalian. Jadi mohon vote and commentnya zeeyenk! Biar sy makin semangat!
Maap jugak, klo ni chapter kurang greget and fanass.

Pokoknya terimakasih yang udah baca ya!
Tunggu chapter berikutnya.^^

Bulan dan Rotasi [TAMAT]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang