Makan malam yang lumayan ramai, ramai akan sorak hati Alan. Perasaan lama yang ia lupakan, bersantap dengan senang setelah meniup kue kecil dadakan dengan satu lilin di atasnya, menyanyikan lagu kuno 'selamat ulang tahun'. Meski sama, perasaan yang diinginkan kembali.
Tetap saja, ditengah sepertiga malam tersebut, Alan kembali berpikir. Mencerna keras.
Obat? Minum obat?
Alan tidak merasa dirinya sakit yang mengharuskannya meminum pil-pil pahit. Gerakan tangannya pada sendok dan garpu memelan, bersamaan dengan terdongaknya kepala Alan. Menatap ayah penuh tanya, apa maksud ayah?
"Ayah.. Soal obat.. " katanya sebagai awal perbincangan sepi di meja oval.
"Oh, iya. Ini obatnya, diminum"
Chakra menyodorkan beberapa obat-obatan yang terbungkus Polyvinyl Cholride (PVC). Alisnya berkerut, hati Alan bertanya, apa manfaat obat ini? Apakah memang harus?
Membayangkan butiran-butiran pil itu melewati kerongkongannya, belum juga efek sampingnya. Untuk apa? Alan tidak sakit?
"Pas, kamu drop kemarin. Ayah bawa kamu ke rumah sakit, badanmu lemes, trombosit mu juga tinggal 90. Besoknya, ada suster yang ngambil sampel darah kamu buat uji laborat, sorenya ayah di panggil dokter yang rawat kamu saat itu" jelasan Chakra terpotong, mengambil nafas dan berusaha mendapat momen dan timing yang pas.
Alan masih seksama mendengarkan, bahkan sisa makanan, garpu, dan sendok tak lagi ia hiraukan. Ia butuh alasan, ia butuh kejelasan.
"Dokternya bilang, kalo kamu ada indikasi kanker. Tapi itu baru diagnosis awal, besok kamu ikut ayah buat rontgen, ya?" pungkas Chakra, membuat Alan terkejut. Ingin ia menarik kata-kata waktu lalu, ia pikir dampaknya tidak akan seburuk ini. Sial. Darimana ia dapat penyakit ini?
Nafsu makannya hilang, rasanya ingin Alan buang sisa makanannya yang tinggal sedikit.
Makan malam selesai dengan agak abu, baru saja senang, Alan malah mendapat kabar yang kurang mengenakkan langsung dari mulut si ayah.
Ia mendudukkan pantatnya pada kursi meja belajar yang bentuknya hampir seperti kursi kantor, ia tatap obat-obatan yang diberikan oleh ayahnya tadi. Alan bolak-balikkan plastik PVC yang masih membungkus obat tersebut.
Bimbang, harus meminumnya atau tidak? Ia tidak merasa sesakit itu.
Ada yang dosisnya sehari sekali, ada yang sebelum dan sesudah makan. Harusnya ayah memberikan ini sejak pagi, pikirnya.
Entahlah, ia terlalu malas. Ia lebih memilih kebenaran esok, dengan melihat hasil rontgen.
——°•°——
Benar saja, pagi sekitar jam 08:10 Chakra mengajak Alan pergi ke rumah sakit. Perjalanan penuh degup kencang jantung Alan, baru pertama kali ia mendapat sakit yang seperti ini. Biasanya hanya sekedar demam biasa.
Katakanlah semoga, penyakit yang mungkin memang Alan punyai ini masih pada stadium awal, sehingga ia masih bisa berjiwa di bumi ini.
Nama Alan sudah terdaftar via online tadi malam, kini ia hanya perlu menunggu namanya terpanggil saja di ruang tunggu. Gelisah, resah, kakinya bergeretak kecil, kuku-kukunya saling bergesek. Seperti, pemanggilan nama dari ruang BK. Hingga pada akhirnya,
Ananda Langit Alandra Lunando.
Kepalanya terdongak, antara terkejut atau takut(?)
Alan berdiri ditemani ayahnya dan beberapa suster mengantarkan ke ruang rontgen, ia diminta memakai salah satu baju rumah sakit. Di lepasnya kalung salib yang selama ini bertengger di lehernya, ia serahkan pada ayahnya.
Sempat Chakra bertatap mata pada anaknya, memberikan keyakinan untuk menjalani proses ini.
Degup kencang jantung Alan selama rontgen berlangsung, hingga hasilnya,
Terlihat, beberapa bentuk benjolan di sekitar dekat rusuk. Benjolan besar, yang bisa mengarah pada prediksi buruk."Bisa anda lihat, bahwa sel-sel kankernya sudah mulai berkembang. Bisa disimpulkan bahwa ananda Alan sudah hampir mencapai stadium akhir," jelas sang dokter sembari menunjuk beberapa bagian dari x-ray dada Alan tersebut.
Chakra hanya mengangguk pelan, sorot sendu terlihat dari matanya. Bahkan sepertinya, menelan ludah saja Chakra tidak mampu, mengetahui bahwa semakin gagalnya ia menjadi seorang ayah, hingga tak tahu ia anaknya sudah sakit separah ini.
Mungkin di dalam hati, Chakra mencaci diri. Sibuknya dunia mengalihkannya dari titipan Tuhan yang harus ia jaga sepenuhnya, layar monitor yang bergulir tak mampu ia hindari.
"Sudah sering saya menemukan kasus-kasus seperti ini, penyakit-penyakit kanker yang baru diketahui ketika pasien bahkan sudah hampir diambang. Selamat atau tidaknya pun tidak terperkira, tapi.. Kami akan berusaha membantu ananda sembuh," pungkas dokter kembali, sungguh hanya itu harapannya, tetap menghirup udara dunia.
Dokter mulai memberikan jadwal periksa, kemoterapi, dan kontrol untuk Alan. Satu minggu hampir penuh, tak yakin pekerjaan sekolah akan diimbangi.
Setelah melakukan transaksi di bagian administrasi Alan serta Chakra turut pulang, berusaha ke rumah tenang. Setelah keterkejutan yang tak disangka, tidak ada yang mengharapkan.
"Kalo ada apa-apa... Cerita sama ayah," lontaran Chakra yang membingungkan Alan, Alan berkerut alis.
"Soal apa?"
"Apa saja"
Ayah cuma ingin pastikan, setidaknya ayah sudah mencoba. Setidaknya, sosok ayah ada di menjelang detik akhirmu.
——°•°——
•
•
•
•
•
•
•Yaudah.
Janlup voment aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan dan Rotasi [TAMAT]✔️
Novela Juvenil[Judul awal : Alandra] "Meskipun dunia kita berbeda, hati kita tetap di cinta yang sama" ~~ "Kamu mau kemana?" "Tidak sekarang, tapi nanti" nanti... --------------------------------------------------------------------- [Latar belakang tahun 2017-2...