21. Tok tok

22 4 0
                                    

Jika menunggumu adalah suatu pilihan,
maka dengan lantang kukatakan,
iya.







Ini masih pada pagi jumat, namun lorong sudah dipenuhi derap langkah bertubi-tubi darinya, berdentum-dentum. Memberikan efek atensi dari kalangan siswa-siswi disekitarnya dan saling berbisik, masih teringat jelas di otak mereka hal tak terduga yang bisa dilakukan olehnya, mengejutkan mereka, mungkin akan jadi obrolan hangat hingga beberapa waktu kedepan nanti.

Kali ini si empu tengah sendiri, matanya memicing, menatap kesana kemari bak elang si mata tajam.

Julliete harus menaikki setidaknya tiga sampai empat tangga, entah apa atau siapa yang ia cari dan tuju? Terdengar sangat penting, dengan langkahnya yang tak sabaran.

Hingga didatangi nya seorang lelaki, iya tarik secara tiba-tiba ke suatu tempat yang agak sepi diantara murid lain.

"Pengen misahin Alan sama Zara?" ucap gadis ular itu untuk memulai topik.

Gio menaikkan satu alisnya, ia tertarik dengan pembicaraan ini. Ia terus memperhatikan Julliete.

"Eneg, to, liat mereka? Aku ada cara buat misahin mereka," Julliete menyeringai. Jauh sekali idenya.

"Emang gimana caranya?" tanya Gio.

"Semua soal keadaan dan waktu, sabar aja," jawab gadis itu dengan senyum miring yang belum pudar.

.

.

Zara masih setia dilamunannya, menatap ke depan kosong daripada buku tebal biologinya yang terbuka lebar. Sembari menopang dagu, duduk di depan kedua temannya.

Mereka sedang berada di perpustakaan, mencoba menjadi produktif dengan menambah waktu belajar di perpustakaan.

Ana sudah merasa aneh, dia terkadang khawatir dengan Zara yang terus melamun, ia mulai beralih menatap Vio dan memberikan sinyal mengenai Zara.

"Zara!" Ana mendobrak meja untuk mengalihkan Zara, meskipun beberapa anak mulai menoleh pada Ana, Ana tak peduli,

"pada bidang medis di masa lalu, penerapan bioteknologi dibuktikan dari?"

"V, vaksin, antibiotik, sama.. Insulin," jawab Zara spontan sedikit terbata sembari dibantu bahasa tubuh; jari-jarinya yang bergerak keluar genggaman untuk menghitung jumlah yang disebutkan.

"Namun, masih dalam jumlah terbatas, karena..?" tanya Ana kembali, sedikit menarik huruf akhir dengan nada yang agak panjang.

"Karena... Fermentasi yang tidak sempurna?"

Ana akhirnya duduk kembali di kursinya, Zara langsung saja bernafas lega. Jantungnya sedikit berdebar, siapa yang tidak gemetar tiba-tiba ditanyai saat sedang melamun?

Zara mulai sedikit mencubit Ana, akan tetapi, Ana hanya menahan senyum.

"Kamu ngelamun terus, tujuannya Ana baik, Za. Biar fokus, bentar lagi ujian, lho," jabar Vio.

Zara hanya mengangguk pelan, ia khawatir pada nilainya, khawatir juga pada Alan. Tolong ingatkan Zara jika mereka tidak memiliki hubungan yang spesial.

Sudah hampir empat hari lamanya, Alan tidak hadir di sekolah. Memberi alasan izin sakit pada hari selasa hingga kini hari jumat.

"Yowes, nek ngono gantian," kini Zara mulai mengambil buku lain dari tumpukan buku paket besar di depannya. Pada cover awal tertulis KIMIA.

Ana menunjukkan wajah menantangnya, tanda tak takut pada pertanyaan yang akan dilontarkan oleh temannya.

"Pengertian osmosis?"

Mampus. Kata hati Ana, ia sudah sombong, jika materi semester satu ia sudah lupa-lupa ingat.

"Merembesnya partikel pelarut dari larutan yang lebih encer ke yang lebih pekat melalui suatu membran semi- semipre- semiperme-"

"Semipermeabel!" jawab Vio dan Zara secara bersamaan.

"Nah, kuwi lah pokoke"

Lantas, mereka hanya tertawa pelan, mengingat mereka yang masih berada di dalam perpustakaan. Lalu, selanjutnya hening.

Di tengah keheningan itu, Vano tiba-tiba datang ke perpustakaan dengan tas sekolahnya yang hanya disampirkan disatu bahu, berjalan angkuh, menghampiri tempat duduk Ana, Zara, dan Vio.

Vano memilih duduk di samping Ana, sesaat setelahnya Vio memilih untuk pindah ke samping Zara. Vano mulai merangkul pundak Ana dan bersandar.

"Weh, sek sek. Kapan dadi ne?" tanya Zara ingin tahu.

"Mau tau ajah, atau mau tau banget?" goda Ana, "sebenernya... Udah dari pas masalahmu sama Julliete di kantin," lanjut Ana kembali.

"Ku kira hubungan kita spesial, na," Zara mendramatisir dengan mencengkram seragamnya pada dada bagian kiri.

Kembali, mereka hanya tertawa. Menurut Zara, semakin sakit lagi ketika yang pertama kali di beritahu adalah Vio.

"Kan biar kejutan," ucap Ana lagi, sementara Zara hanya mendecih.

.

.

Sebelum pulang, Zara sempat kembali ke kelas untuk mengecek kolong mejanya, apakah ada barang yang tertinggal.

Hingga ia baru tahu jika masih ada barang yang tertinggal di kolong meja milik Alan.

Beberapa buku catatan dan buku LKS. Lantas, Zara berinisiatif untuk mengantarkan buku-buku tersebut ke rumah Alan. Meskipun sakit, Zara masih terus mengirimkan catatan kepada Alan yang hanya berujung centang dua abu-abu, ternyata bukunya masih tertinggal juga.

Membayangkan Alan yang suntuk tidak memegang buku sama sekali.

Akhirnya ia pergi keluar gerbang, lebih memilih untuk memesan ojek online.

Hingga beberapa waktu ia menunggu, akhirnya ojek pesanannya sudah sampai.

Ketika di perjalanan Zara sedikit berpesan, untuk mampir ke suatu tempat terlebih dahulu.

Sesampainya, Zara berusaha sedikit bergegas mengingat ia dikejar waktu yang sudah menuju ke sore.

Zara mengetuk pintu.

Tok..

Tok..

Zara menunggu sekitar tiga menit setelah mendapat jawaban dari dalam sana. Hingga pintu akhirnya terbuka, Zara yang awalnya sudah merekatkan senyum langsung pudar, tatkala yang membuka pintu tersebut bukanlah Alan.

"Iya, ada perlu apa?" kata Rendi sebagai awalan.

"Eh, anu.. Ini mau anterin bukunya Alan, ketinggalan," jawab Zara sembari memberikan buku Alan yang ia bawa.

Rendi segera menerima buku-buku tersebut, lantas melirik pada nametag Zara.

"Zara, ya? Alan udah cerita banyak soal kamu. Omong-omong kurang nih kayanya kalo kita ngga kenalan, ye nggak?" Rendi memang buaya, namun, hingga sekarang pun ia belum memiliki kekasih, mungkin karena sifat buayanya itu.

"Rendi, sepupunya Alan," Rendi mengulurkan tangannya untuk dijabat oleh Zara.

Setelahnya Zara sedikit mendelik, tidak ada orang lain di dalam rumah? Kenapa suasananya sepi sekali?

"Maaf, mas. Alan-nya ngga di rumah?"

Alan...

Air muka Rendi langsung berubah, ia menatap Zara dengan seksama. Tahu, Rendi tahu jika gadis di depan ini, adalah orang yang menyukai dan disukai Alan.

Rasanya terpaksa mengatakan ini, tapi...

"Kalo ku saranin buat nggak nungguin Alan, gimana?"







To be continued, ya.
Gatau sih apa yg mau disampaiin
Jangan lupa follow acc ig yaa

Menurut kalian, apakah aku harus bikinin ig untuk para karakter?

Bulan dan Rotasi [TAMAT]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang