Chapter 6. The Infirmary

823 59 2
                                    


Forth duduk di ruang tunggu menunggu kabar dari perawat yang merawat Beam. Sebelumnya, dia mencoba meyakinkan Kit dan Phana bahwa dia akan menjaga Beam dan mereka tidak perlu khawatir tapi mereka tidak bisa tidak merasa khawatir. Mereka memilih diam dan menunggu sampai perawat datang memberitahu mereka bahwa dia akan baik-baik saja. Hidungnya tidak patah tapi dia mengalami gegar otak ringan karena kepalanya terbentur lantai.

Setelah semuanya dibersihkan, dia tertidur dan perawat menyarankan agar dia menginap di rumah sakit dan pulang keesokan harinya. Kelas apapun yang dia lewatkan akan diizinkan karena dokter akan mengirimkan email ke semua dosennya.

Dengan itu, Kit dan Phana cukup puas untuk pergi tapi sebelumnya meninggalkan pesan di ponselnya sehingga dia dapat melihatnya kapan pun dia bangun.

Forth adalah satu-satunya yang tidak pergi. Beam bahkan tidak tahu bahwa dia ada di sana tapi karena alasan tertentu, dia tidak sanggup pergi. Dia melihat sekeliling ke ruang tunggu yang kosong lalu memeriksa waktu di teleponnya.

21:30. Apa Beam sudah bangun? Sudah beberapa jam berlalu.

Perawat keluar dari kamar Beam tepat saat Forth memasukkan kembali ponselnya ke dalam sakunya. Forth berdiri untuk mengantisipasi.

"Nong, ka. Temanmu baik-baik saja tapi dia masih tidur. Dia mungkin akan banyak tidur selama beberapa hari kedepan karena dia mengalami gegar otak. Kau sudah lama berada di sini. Kenapa tidak pergi mencari sesuatu untuk makanlah dan kembalilah besok pagi, na. Kami akan memberitahu dia bahwa teman-temannya ada di sini."

"Jika kau tidak keberatan, aku ingin tetap disini khrap."

Perawat itu tersenyum manis padanya. "Oke. Kami tidak bisa menawarimu tempat tidur tapi kau bebas tinggal di kamar bersama temanmu. Ada sofa kecil di dalamnya."

Forth mengangguk dan perawat itu pergi. Dia mengambil napas dalam-dalam saat dia berjalan ke pintu kamar Beam dan berhenti. Bagaimana jika wajahnya perban? Bagaimana jika semuanya memar karena dia? Bagaimana jika Beam bangun dan membencinya? Forth menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan semua pikirannya dan mendorong pintu hingga terbuka. Beam berbaring diam di tempat tidur. Perawat telah mengganti bajunya dan memberinya baju yang bersih, dan yang mengejutkan, memarnya hanya sedikit. Hanya yang kecil di tengah batang hidungnya.

Forth berjalan ke tempat tidur dan menatap Beam. Dia sangat diam tapi dia bisa melihat dadanya naik turun dan mendengar napasnya yang ringan. Ada kursi di dekatnya jadi Forth menepikannya agar dia bisa duduk. Dia masih menatap Beam saat dia tidur dengan damai. Dia tidak pernah benar-benar memperhatikan berapa panjang bulu mata Beam sampai sekarang, atau betapa pucatnya kulitnya.

Forth mengulurkan lengannya dan mendekatkannya ke tangan Beam. Dia sadar bahwa setidaknya kulitnya tiga tingkat lebih gelap darinya. Forth tidak pernah mempermasalahkan kenyataan bahwa dia berkulit gelap. Seluruh keluarganya berkulit coklat jadi dia tidak menganggapnya abnormal. Meskipun orang pada umumnya menyukai kulit yang lebih terang, dia tidak pernah kesulitan menerima perhatian dari perempuan atau laki-laki.

Dia melihat tangannya dan kemudian ke tangan Beam. Jika tangan Forth besar dan kasar, tangan Beam terlihat ramping dan halus. Seorang dokter versus seorang engineer.

Forth melepaskan lengannya dan kembali menatap wajah Beam. Dia juga memiliki kulit yang jernih dan bibir kecil berwarna merah muda. Kecuali memar di pangkal hidungnya, wajahnya benar-benar bebas noda. Forth meletakkan dagunya di tangannya dan dia menyandarkan sikunya di tempat tidur untuk mengawasinya. Jika dia harus mengakuinya, Beam sebenarnya cukup cantik.

Dia baru saja hendak meraih dan melepas poni Beam dari keningnya ketika perawat berjalan kembali ke dalam ruangan.

"Bersikaplah lembut, Nak." Forth terlonjak mendengar suaranya dan berbalik. Dia meletakkan semangkuk mie di atas nampan yang dia letakkan di depan Forth.

JUST BY CHANCE  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang