***
"Aku tahu kamu di atas." Ravindra bergeming_Ia masih mematung dengan posisinya berbaring menatap langit yang mengintip disela-sela dedaunan.
"Jangan naik." Alma membuang nafas beratnya.
Seminggu pasca ia melihat Ravindra di pantai, laki-laki itu menghilang. Ia membolos hampir satu minggu full. Kali ini tidak ada tas yang ditinggalkan di dalam kelas, tidak ada seseorang yang tertidur di bangku paling belakang.
"Ayolah. Sudah hampir seminggu kau bolos." Alma menyerah_gadis ini memposisikan dirinya duduk membelakangi rumah pohon. Wajahnya terlihat kesal, setelah pagi tadi ia mendengar ucapan kepsek yang berencana akan memberikan surat peringatan kedua kepada Ravindra
"Apa pedulimu." Alma mendengus kesal.
"Aku gurumu! Sepertinya kau lupa!"
"Haha guru. Aku hampir lupa jika kau adalah guruku." Alma terlonjak kaget saat Ravindra sudah berada tepat di sampingnya.
"Jika kau begini terus bagaimana nanti saat kau kuliah." Alma menatap Ravindra kesal_menarik kasar lengan kokoh laki-laki itu.
"Jangan seperti ini." Ravindra tersentak_ini pertama kalinya Alma menyentuhnya.
"Katanya kau ingin aku menunggumu hingga lulus kuliah." Ravindra mematung_sedetik kemudian ia nampak menatap Alma lamat-lamat.
"Omong kosong." Alma berlalu begitu saja meninggalkan Ravindra yang masih menatapnya.
***
"Ubah ini. Tambahkan satu nol di belakangnya." Alma menggeleng cepat membuat laki-laki bertubuh gempal di hadapannya menatap tajam.
"Turuti saja! Aku kepala sekolah di sini!" Alma berlalu begitu saja_berkali kali mengeram frustasi mencoba mencerna maksud dari kepala sekolahnya.
"Aku pernah berada di posisimu. Aku merasa sangat berdosa Alma, tapi mau bagaimana lagi. Inilah wajah asli dunia Pendidikan." Ucapan Aufa berputar dipikirannya_mengingat-ingat semuanya.
"Segera data anak-anak yang ingin masuk ke sana. Nanti kita adakan pertemuan untuk membahas berapa kesanggupan mereka membayar." Alma mengusap kasar wajahnya yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Ini RAB yang harus segera diselesaikan." Alma mengangguk_tidak menoleh dan melanjutkan pekerjaannya. Ia muak dengan semuanya namun bagaimana? Lelah rasanya memendam semuanya sendiri.
"Mengapa begitu banyak? Ya Allah." Batinnya_dengan langkah gontai ia berjalan keluar ruangan.
***
"Sepertinya ada yang frustasi." Alma terdiam_ia berusaha mengabaikan ucapan Ravindra.
"Ini." Alma tersenyum hangat menerima sebuah es krim yang diberikan laki-laki ini_air mata yang sedari tadi ia tahan seketika terjun begitu saja.
"Capek sekali ya?" Alma mengangguk pelan_matanya lurus ke depan menatap rerumputan.
"Jika ada pilihan untuk pergi atau menetap kau memilih apa?" Ravindra mengangkat kedua bahunya_menatap Alma dengan mata teduhnya.
"Aku bingung, tapi jika memang pergi lebih baik ya sudah aku akan memilih pergi." Alma mengangguk paham.
"Kau tidak akan mencariku?"
"Untuk apa mencari? Kau ada di sini bu." Alma tertawa segera bangkit dan meninggalkan Ravindra begitu saja.
***
"Apa maksudnya ini?" Alma tersentak mendengar bentakan kepala sekolah. Laki-laki bertubuh gempal itu membanting map yang baru saja ia baca dan berlalu begitu saja. Tangan gadis ini bergetar ia hanya bisa menyekat air mata yang sedari tadi membasahi pipi chubbynya.