***
"Alma. Dipanggil Direktur ke ruang deputi." Alma menyeritkan kening ia menatap Aufa penuh tanda tanya.
"Direktur?" Aufa mengangguk pelan_seisi ruangan terlihat masih sibuk dengan kesibukannya masing-masing.
Gadis ini bergegas merapikan meja kerjannya_pikirannya terasa penuh memikirkan apa yang sedang terjadi. Manik mata hitamnya menatap sosok Ravindra yang tengah berjalan beriringan dengan Arsy diselingi tawa keduannya.
"Siang bu." Sapa Arsy_Alma tersenyum tipis seraya berlalu begitu saja. Langkahnya semakin cepat memasuki ruang deputi.
Beberapa kali mencoba menghembuskan nafas beratnya mengerjapkan kedua mata mencoba menetralkan nafasnya yang sedikit tercekat.
"Permisi." Semua mata tertuju padanya_Alma tersenyum tipis seraya memasuki ruangan. Suasana ruangan sangat senyap tidak ada satupun yang mengangkat suara.
"Kemarilah bu Alma." Alma mengangguk pelan_langkahnya terlihat sedikit ragu berjalan mendekat kearah Direktur Yayasan.
Nafas Alma tercekat saat mendapati bukti transfer dengan nominal besar menggunakan rekening mengatasnamakan dirinya. Berkali-kali mencoba mencerna apa yang tengah terjadi.
"Maksudnya apa ya pak." Alma angkat bicara.
"Kami hanya meminta pertanggungjawabanmu terhadapa dana BOS yang kamu gunakan. Ini ada bukti transaksi juga saat kegiatan pekan kreatifitas. Ibu mengeluarkan uang yang besar atas nama pribadi itu uangnya darimana? Mengingat bahwa ibu hanya guru tetap biasa tanpa jabatan apapun." Seluruh orang yang berada di dalam ruangan ini menatapnya seolah menghakiminya.
Alma menarik nafasnya dalam-dalam_tangannya mengepal mencoba menahan amarah yang sebentar lagi akan memuncak. Sudut matanya menangkap sosok seorang Wanita paruh baya tengah menatapnya remeh.
"Itu uang pribadi saya. Dan untuk dana BOS saya tidak tahu tentang dana itu. Bahkan jumlahnya saja saya tidak tahu." Kepala sekolah mendekat membuat berdiri sejejar dengan Alma.
"Saya yakin bukan Alma yang melakukan ini." Direktur menatap serkatik kearah keduanya_Alma diam air matanya menggenang begitu saja.
"Akan saya beri waktu 3 hari untuk membuktikannya."
Semuapun membubarkan diri termasuk kepala sekolah dan beberapa deputi lainnya. Tangan yang sedari tadi mengepal terbuka begitu saja_wajahnya terlihat datar ia berlalu begitu saja meninggalkan kepala sekolah dan beberapa guru yang masih berada di ruang deputi.
***
Ntah sudah berapa lama ia berada disini air matanya sedari tadi masih saja membanjiri wajah cantiknya. Tubuhnya meringkung masih mencoba mencerna semua yang terjadi, otaknya berputar mencoba mencari cara untuk keluar dari masalah ini.
"Menjijikkan sekali sandiwara ini. Bodoh sekali, mengapa aku harus melihat dan menjadi korban dari semua ini." Alma mengusap wajahhnya kasar_berkali-kali mengutuk diriya sendiri. Sedari tadi ponselnya berdering tidak ia hiraukan.
Dreeet Dreeet
"Alma kau dimana? Sudah jam pulang sekolah."
"Aku sudah mendengar semuanya. Ayo katakana kau dimana aku ingin memelukmu."
"Alma ayolah."
"Baiklah. Sepertinya kamu butuh waktu, kamu bisa menemuiku kapan saja aku ada untukmu. Kamu tidak sendiri Alma."
Alma menenggelamkan wajahnya masih dengan air mata yang memenuhi wajahnya_pikirannya menerawang jauh mengingat semua kejadian yang ia alami.
Mata hitam itu menyipit saat menyadari semburat orange memasuki sela-sela dedaunan_ia menarik nafasnya dalam-dalam menuruni tangga rumah pohon. Sedari tadi ia menghabiskan waktu di rumah pohon tempat biasa Ravindra bolos.