*****
Tumpukan buku paket dengan beberapa lembar kertas terlihat sedikit berantakan di kasur. Tampak seorang Wanita tengah fokus pada pantulan dirinya di cermin. Sedetik kemudian senyumnya mengembang dan segera merapikan kertas-kertas yang berserakan.
"Mantelnya jangan lupa dibawa ya Kak, sepertinya akan hujan hari ini. Ayah sama Ibu berangkat dulu."
Gadis ini tersenyum seraya mengecek kembali semua isi tas. Dengan senyuman yang masih mengembang sekali lagi ia memastikan dirinya di cermin.
"Oke sudah rapi."
Tidak butuh waktu lama langkahnya sudah memasuki halaman sekolah. Pandangannya menyapu seluruh penjuru mata hitam itu tertuju pada pintu sebuah ruangan yang terlihat masih tertutup. Suasana sekolah masih sepi hanya beberapa siswa yang berlalu lalang dengan semua aktifitasnya.
"Selamat pagi Bu Alma. Wah pagi ini ibu cantik sekali." Langkahnya terhenti.
"Pagi Kafah. Terimakasih pujiannya, tapi ingat jangan lupa PR nya dikumpulkan di Meja ibu pagi ini." Anak itu mendegus kesal_Lalu membungkuk seraya pergi begitu saja Alma hanya tersenyum tipis.
Sebelumnya perkenalkan Almahyra Tanalin seorang guru Bahasa Indonesia yang berusia 22 tahun. Seorang guru muda yang baru satu tahun mengajar. Dengan usia yang terbilang mud membuat Alma tidak kesulitan dalam beradaptasi dengan para siswa.
***
Bell istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu membuat beberapa gazebo yang berjejer di pekarangan sekolah terisi penuh. Sesekali terdengar teriakan-teriakan kecil membuat suasana sekolah menjadi semakin ramai.
Sreeeettt_kening Alma berkerut saat mendapati sebuah coklat berada di dalam lacinya. Seketika senyumnya mengembang saat membaca sebuah surat yang sengaja diselipkan pada coklat tersebut.
"Pagi Bu Alma. Semoga suka ya, maaf kemarin siang aku tidak sengaja melihat ibu menangis di gazebo. Semoga bisa mengobati hati ibu." Alma tertawa kecil. Walaupun sedikit bingung siapa yang memberikannya ia hanya tersenyum seraya menyimpan kembali coklatnya.
Beberapa saat kemudian terlihat seorang laki-laki berpakaian rapi tengah melangkah kearahnya tidak lupa membawa beberapa tumpukan kertas dan sebuah buku tebal.
"Bu Alma, tolong segera diselesaikan. Akan ada pengawas datang." Alma hanya mengangguk. Sedetik kemudian ia hanya bisa membuang napasnya asal.
"Kau harus banyak bersabar Alma." Bisik Aufa, ia seorang guru Geografi salah satu sahabat yang Alma miliki di sini. Alma hanya bisa mengangguk lemas beberapa kali mengusap kasar wajah serta memijit keningnya.
"Mengapa bisa begini?" Protes Alma. Berulang kali ini membaca kertas yang diberikan rekan kerjanya. Terlihat wajah putihnya berubah menjadi merah padam.
"Aku akan menyelesaikannya." Dengan Langkah mantap Alma memasuki sebuah ruangan bernuansa abu-abu dengan banyak sekali piagam penghargaan yang dipajang di dindingnya
"Maaf mengganggu pak. Saya ingin bertanya, apakah benar acaranya dimajukan? Lalu bagaimana dengan sponsor yang bekerja sama dengan sekolah kita untuk event ini? Anak-anak masih butuh waktu untuk persiapan pak. Dan tanggal sudah kita sepakati begitu juga dengan sponsor. Akibatnya bisa-bisa mereka membatalkan kerjasama dengan sekolah kita." Pria dihadapannya bergeming. Ia hanya menatap datar seakan-akan tidak peduli dengan apa yang dikatakan Alma
"Jika dibatalkan, kita bisa mencari sponsor lain. Jika tidak, kita bisa saja menyuruh anak-anak iuran untuk keberlangsungan acara ini. Lagi pula sekolah kita salah satu sekolah favorit, di sini juga siswa-siswa yang terpilih. Ayolah masa mereka tidak punya uang lima puluh sampai dengan seratus ribu." Alma tebelalak. Beberapa saat kemudian ia pamit undur diri segera pergi menuju mejanya.