Keesokan harinya, Gianna kembali bertemu dengan laki-laki itu. Dia sedang mencuci mobil di halaman rumahnya.
"Sore mas Abim." Sapa gadis itu dengan ramah sembari memarkir sepedanya.
"Hai Gi, soree." Abimana membalasnya tidak kalah semangat.
Gianna duduk di pijakan tangga rumahnya sembari menonton aktivitas laki-laki itu.
"Lo balik sekolah langsung kesini?"
"Iya mas."
"Sekolah dimana emang?" Tanya Abimana penasaran.
"SMA 1 Semarang," jawab gadis itu.
"Oh lumayan deket ya."
"Iyaa, kalo mas sekolah dimana."
"Neo School 127." Gianna berdecak kagum, saat laki-laki itu menyebutkan nama sekolahnya.
"Wahh keren keren." Semua orang tahu sekolah itu. Sekolah yang berbasis internasional school. Hanya anak dari kalangan atas yang mampu bersekolah disana. Uang bulanannya saja sampai puluhan juta. Tapi menurut Gianna itu sangat layak, sebab banyak siswa siswi berprestasi yang datang dari jebolan sekolah tersebut. Fasilitasnya juga lengkap, sangat mendukung bakat dan minat para muridnya.
Karena bosan Gianna berdiri dari duduknya mendekati laki-laki itu.
"Perlu bantuan nggak?" Tawarnya.
"Nggak usahh nanti seragam lo basah semua." Tolak Abimana secara halus.
"Nggak apa-apa, pleasee aku bosen banget."
"Yaudah kalo maksa, tolong bantu cuciin bagian depan ya."
"Okee." Gianna meraih ember penuh yang berisi sabun. Ia membantu mencucinya dengan hati-hati dan sangat teliti, memeriksa setiap celah bagiannya, agar tidak ada satupun kotoran yang tertinggal di mobil miliknya.
Abimana bertugas mencuci di bagian belakang. Saat mereka berbalik, Abimana tidak sengaja mengarahkan air selangnya ke arah Gianna.
"Aaaakh." Teriaknya karena terkejut.
Sebagian dari seragam miliknya basah kuyup. Abimana merasa bersalah setengah mati. Tapi yang di dapatkan olehnya adalah balasan dari perempuan itu. Gianna menyiram pakaiannya dengan satu gayung air berisi penuh.
Byurr..
"Wahhh rese juga ya lo ternyata." Abimana menggeleng tidak percaya. Ia menyugar rambutnya yang basah, akibat ulah Gianna.
Setelahnya mereka malah berperang menggunakan air. Gianna kalah telak karena air di ember miliknya habis, sedangkan laki-laki itu menggunakan air selang. Mereka berlarian mengitari mobil. Abimana terus mengarahkan selangnya pada Gianna.
"Masss udah aku nyerahh.." Gianna berhenti berlari untuk berjongkok, ia menutupi wajahnya dengan kedua lengannya, menghalau air yang masih laki-laki itu arahkan kepadanya.
Baru saja Abimana merasa kasihan dan menurunkan selangnya, tanpa duga Gianna beranjak berdiri untuk merebut selang air tersebut. Ia membalikkan keadaannya. Perempuan itu tertawa puas meledeknya, menikmati kesengsaraan Abimana yang kewalahan menghalau datangnya aliran air itu.
Abimana berbalik badan, ia mengejar Gianna yang berlari di depannya. Tiba-tiba saja perempuan itu terpeleset karena lantai yang licin. Namun sebelum tubuhnya terjatuh, Abimana sigap menangkapnya. Ia merangkul pinggang ramping perempuan itu dari belakang.
Jantungnya seperti berhenti berdetak seketika, antara terkejut dan gugup berada di pelukan laki-laki itu. Tetapi Gianna lebih malu, kalau sampai jatuh di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny (End)
Fanfiction"Kalau aja waktu itu kita nggak ketemu, kalau aja dulu kita nggak mutusin buat saling kenal, mungkin sekarang hidupku nggak akan sebahagia ini. Thank you Gianna, for choosing me to be a part of your life." -Abimana