Perempuan itu pulih dengan cepat dari keadaannya. Saat ini ia bahkan sudah bisa tersenyum menanggapi celetukan ringan milik Abimana.
Keduanya berada di lapangan basket sekarang, lapangan yang letaknya tidak jauh dari komplek perumahan laki-laki itu.
"Jadi ambil kedokteran?" Tanya Abimana.
"Iya jadi dongg."
"Idih pinter banget lo, udah nyari kosan belum?"
"Belum nih masih bingung, aku juga nggak ada kenalan disana."
"Yaudah kalo gitu weekend kita coba kesana."
"Kita?" Tanya Gianna memastikan pendengarannya.
"Iya nanti gue anterin."
"Kenapasih kamu baik banget sama aku?"
"Namanya manusia, kalo lain kali gue yang kesusahan kan bisa gantian lo yang bantuin gue. Oke nggak?"
Abimana berdiri mengambil bola basket di sudut lapangan, kemudian memainkannya sendiri memasukkannya kedalam ring.
Gianna yang merasa bosan pun mendekati laki-laki itu dan berkata padanya. "Gimana kalo 10-10?" Tantang Gianna dengan raut muka tengilnya.
"Oh oke." Abimana menjabat tangannya, tanda persetujuan darinya.
Baru tiga menit sejak jalannya pertandingan dimulai, Abimana sudah mencetak 5 poin. Gianna mulai letih mengikuti permainannya. "Ih ngalah dong sama ceweeek." Rajuk perempuan itu.
"Nggak ada yang namanya ngalah dalam pertandingan," balas laki-laki itu sombong. Meskipun begitu, kali ini ia sengaja mengoper bolanya ke arah perempuan itu. Memberinya kesempatan untuk mencetak poin pertamanya.
"Yayyyy." Soraknya dengan bahagia saat bola basket tersebut masuk kedalam ring. Gianna melompat senang seperti anak kecil.
Hal tersebut tidak lepas dari pandangan Abimana, sedetikpun. Hubungan mereka sudah terjalin sejak 5 bulan yang lalu. Sudah tidak terhitung seberapa sering mereka keluar bersama, berbagi cerita, kesenangan, dan berbagi lukanya bersama. Dan selama itu pula ada yang aneh dengan perasaan di benaknya.
Sepertinya Abimana mulai menyukainya.
***
Perjalanan Semarang ke Jakarta memakan waktu yang cukup lama. Minggu pagi keduanya sudah bersiap untuk pergi kesana. Abimana menjemput Gianna ke rumahnya.
"Udah sarapan mas?" Tanya Gianna sembari mengenakan sepatunya.
"Udah kok gue, lo udah belum?"
"Belum nih, kemaren lupa belanja."
"Yaudah nanti mampir beli sarapan dulu kalo gitu."
Mobil miliknya melaju pelan, Gianna berkata ingin memakan sarapan bubur ayam. Maka Abimana dengan sabar menanti perempuan itu menghabiskan makanannya.
Selama perjalanan mereka berhenti dua kali di rest area. Sampai di Ibukota, mata Gianna tidak berhenti mengagumi keindahan gedung-gedung tinggi disana.
"Mampir kerumah mamah gue dulu boleh?"
"Mamah, mamah siapa?"
"Mamah Tania, ibu kandung gue."
"Oh jadi bunda bukan?" Tanyanya dengan hati-hati.
"Iya bukan." Setelah itu Abimana mulai menceritakan keluarganya.
Mamah Tania adalah sosok ibu kandung Abimana. Reno dan Tania bercerai sejak ia dilahirkan kala itu. Keduanya dijodohkan karena alasan kerja sama bisnis perusahaan orangtuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny (End)
Fanfiction"Kalau aja waktu itu kita nggak ketemu, kalau aja dulu kita nggak mutusin buat saling kenal, mungkin sekarang hidupku nggak akan sebahagia ini. Thank you Gianna, for choosing me to be a part of your life." -Abimana