night ride

640 68 1
                                    

Perempuan itu mengedarkan mata pada lemari di hadapannya. Ia belum pernah sebingung ini, memilih baju yang pantas untuk dikenakan keluar bersama seorang laki-laki. Dan akhirnya pilihannya tetap jatuh pada celana jeans panjang dan kaos putih sebagai outfit ternyamannya.

Tepat pukul delapan malam, deru sepeda motor berhenti di depan rumahnya. Gianna bergegas untuk keluar menemui laki-laki itu, setelah berpamitan kepada ibu untuk keluar malam ini.

Laki-laki itu mengenakan ripped jeans dan kaos putih yang dilapisi jaket jeans sebagai luarannya. Dia tersenyum di atas motornya. Sepertinya Abimana memang menyukai barang-barang tua klasik, terbukti dari sepeda motor dan mobil tua miliknya.

"Wangi banget mau kemana bu?" Laki-laki itu turun dari motornya, melepas helm penumpang yang berada di jok belakang. Tanpa seizinnya, dia memakaikan helm tersebut di kepala perempuan itu. Laki-laki itu bahkan telaten merapikan rambut Gianna yang keluar dari helmnya.

Setelahnya ia menepuk helm itu pelan, "Ayo naik." perintahnya.

"Udah siap belum?" Tanya Abimana.

"Udah."

"Kok nggak pegangan."

Dengan ragu Gianna memegang pundak Abimana yang langsung disambut oleh tawa keras laki-laki itu. Dia mengarahkan tangan perempuan itu pada pinggangnya. "Pegangan tuh kaya gini, dikira gue tukang ojek pegangan di bahu."

Dia nggak tau aja secanggung apa posisi Gianna sekarang. Perempuan itu belum terbiasa mendapat perlakuan manis dari seorang laki-laki selain ayahnya. Namun pada akhirnya, ia tetap memeluk laki-laki itu, demi keselamatannya.

Motor itu melaju membelah jalanan kota Semarang di malam hari. Berkeliling tanpa tahu kemana arah tujuannya. Sepanjang perjalanan mereka habiskan untuk mengobrol, semua pembahasan dari orang-orang yang ditemuinya di jalan bisa menjadi topik obrolan seru mereka.

"Kamu suka kesel nggak sih kalo lampu belum ijo tapi orang nggak sabaran klakson dari belakang?" Tanya Gianna penasaran. Mereka baru saja berhenti di perempatan lampu merah, dan bertemu dengan seonggok orang tidak sabaran disana.

"Ya kesel lah, kuning kan artinya berhati-hati. Sebagian orang pasti masih siap-siap, apalagi buat yang naik kendaraan mobil pasti ngerasain keselnya. Mereka perlu narik persneling, mindah kopling gas, dan itu perlu jeda waktu yang cukup buat persiapan. Tapi orang nggak sabaran yang klakson itu justru kadang buat gugup dan bikin laju mobilnya jadi makin lama."

Selama di atas motor mereka tidak pernah kehabisan bahan obrolan. Sampai Gianna baru sadar ia belum bertanya tentang tujuannya keliling kota malam ini.

"Ini mau kemana sih kok perasaan dari tadi muter-muter aja?"

"Nyari makann, tapi gue juga bingung deh mau makan apa. Lo ada rekomendasi makanan enak nggak di sekitar sini."

"Kita makan di Simpang Lima aja, disitu ada bakmi jowo enak banget. Aku sering makan disana."

"Oke kita kesana yaa."

Sampailah mereka di depan warung bakmi jowo rekomendasi Gianna. Mungkin karena besok weekend jadi mereka perlu mengantri untuk memesan makanannya. Abimana menunggu antrian, sedangkan Gianna mencari bangku untuk mereka duduk.

Setelah memesan makanan, Abimana ikut duduk di samping Gianna. Karena posisi warungnya di pinggir jalan, mereka malah sibuk melamun sambil memerhatikan kendaraan lalu lalang yang berada di jalanan itu.

Melamun sering dianggap sebagian orang dengan prasangka yang negatif. Kalau kata orang jawa, "ojo nglamun ndak dileboni demit." (Jangan melamun nanti kerasukan setan). Padahal dalam dunia kesehatan melamun menjadi salah satu cara untuk menjaga kesehatan mental. Seperti meditasi atau kegiatan lainnya yang menyenangkan. Jadi, melamun bisa menjadi obat alami untuk mengurangi stres dan kecemasan.

Destiny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang