Akhir semester selalu menjadi momen paling menegangkan bagi setiap mahasiswa kedokteran. Rentetan ujian dan praktikum, khususnya OSCE (Objective Structured Clinical Examination) yang dilakukan selama satu minggu penuh itu, selalu menghantui mereka tiap malamnya.
Mereka bahkan sudah membayangkan betapa mengerikannya hari itu akan datang. Mati-matian mereka belajar sampai tidak sempat untuk mengistirahatkan tubuhnya sendiri.
Tetapi tidak terasa kehidupan kuliahnya berlalu begitu saja. Sekarang Gianna sudah menginjak semester 5 di kampusnya. Tentu banyak lika liku yang dialami oleh perempuan itu.
Di semester pertamanya, ia masih sempat melakukan pekerjaan part timenya. Semakin kesini jadwal perkuliahannya semakin padat. Waktu yang dibutuhkan untuknya belajar juga menjadi berkurang karena pekerjaannya itu. Kemudian pada semester 3, Gianna memutuskan untuk berhenti bekerja. Beruntung, berkat kepintarannya, Gianna masih mempertahankan beasiswanya sebagai mahasiswi yang aktif di kampusnya.
"Belajar bareng yuk!" Ajak Anne perempuan keturunan Belanda, yang juga teman satu jurusan Gianna.
"Gue kalo belajar sendiri tuh mesti ujungnya nyerah duluan. Enek buat hapalin semua materinya." Lanjutnya setelah itu.
"Bolehhh, sekalian biar kalo mau belajar praktek gampang." Timpal Jeano, teman Gianna yang lainnya.
"Dimana nih, sorry ya dirumah ada mami gue. Nggak rekomen hehe.." ucap Ann.
"Apart aku aja nggak apa-apa," jawab Gianna menawarkan.
"Oke sayangkuu, ntar malem yaa.." balas Anne bersemangat.
Sekarang Abimana dan Gianna tengah berada di dalam mobil. Abimana menjemput kekasihnya itu ke fakultasnya.
"Nanti temen-temenku ngajakin belajar bareng di apartemen aku."
"Yahhh.. "respon Abimana dengan nada sedihnya.
"Ih kenapa gitu responnya?"
"Kan aku nggak bisa manja-manjaan ke kamu kalo gitu."
"Ya ampuun kirain kenapaa.. kamu kan tiap hari udah bobo terus di tempatku."
Abimana masih merengut seperti bayi. Perempuan itu menghembuskan nafasnya, kemudian meraih tangan Abimana di atas persneling. Diusapnya tangan dingin itu dengan jemarinya yang hangat.
"Maaf ya sayangg.. kamu harus bobo sendiri malam ini."
Laki-laki itu balas tersenyum, "Nggak papa cantik. Aku cuma pura-pura aja tadi. Lain kali kalo mau belajar bareng terus juga nggak papa. Aku malah seneng kamu punya temen, ada waktu main selain bareng aku."
"Kadang aku ngerasa kasian kalo kamu belajar sendiri, sedangkan aku nggak bisa ngapa-ngapain, karena nggak ngerti apa-apa tentang materi kamu. Nah kalo belajar bareng kan kalian bisa sharing. Pusingnya bareng-bareng, pinternya juga barengan."
"Kamu nih kenapa sih?!"
"Hah kenapa??"
"Why you always just perfect to me?" Tanyanya serius pada laki-lakinya itu.
Abimana mengusak surai kekasihnya, gemas. "Kamu tuh hhh apasih sayang lucu banget deh."
"Ih tapi seriuss.."
"Aku kayak gini tuh sama kamu doang loh yangg.."
"Ew jawabannya kayak buaya darat banget. Tapi bener lagi, kamu flirting gini cuma ke aku doang."
Meskipun ramah, Abimana dikenal sebagai sosok yang berbicara seperlunya saja. Kepribadiannya tenang, pemikirannya selalu jalan kedepan, menguasai wawasan di sekitarnya. Hal itu membuat setiap orang yang berbicara kepadanya menjadi bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny (End)
Fanfiction"Kalau aja waktu itu kita nggak ketemu, kalau aja dulu kita nggak mutusin buat saling kenal, mungkin sekarang hidupku nggak akan sebahagia ini. Thank you Gianna, for choosing me to be a part of your life." -Abimana