Perjalanan yang biasanya ditempuh selama hampir satu jam, kini hanya menghabiskan waktu lima belas menit bagi Junghwan untuk sampai ke kediaman Doyoung yang ada di pinggir kota.
Netranya memandang gerbang yang terbuka lebar, sejak mereka kembali dari apartemen Nara tadi siang, Doyoung memang tidak menutupnya kembali, entah karena ia lupa atau justru sengaja, membuat Junghwan akhirnya pergi untuk membeli makanan ke restoran paling dekat dari sana.
Setelah memarkirkan mobil di depan pintu, Junghwan masuk ke dalam rumah dan berlari secepat yang ia bisa ke lantai dua. Dan dirinya tidak menemukan siapapun di sana kecuali suara tangisan samar yang berasal dari kamar utama.
"Doyoung! Buka pintunya!" Ucap Junghwan sambil menggedor pintu yang ternyata masih terkunci dari dalam.
"Kim Doyoung, ini saya. Buka pintunya!" Lanjutnya lagi, buku jarinya mulai terasa sakit karena ia terus menggedor pintu kayu yang masih tertutup rapat.
Junghwan perlahan mundur, pintu yang terbuat dari kayu jati di depannya tidak akan semudah itu untuk didobrak. Walau dalam kondisi panik, ia berusaha tenang sambil memikirkan bagaimana cara membuka paksa pintu ini seorang diri.
Obeng, Junghwan hanya harus membongkar kenop pintu dengan obeng sebagai alat bantu.
Langkahnya baru mencapai anak tangga pertama sampai tiba-tiba telinganya mendengar suara dentingan logam yang beradu, itu berasal dari Doyoung yang akhirnya membuka pintu.
Saat Junghwan menoleh, dirinya menemukan pemilik rumah sedang berdiri sambil bersandar di depan pintu kamar dengan wajah yang basah karena air mata.
"Are you okay?" Tanya Junghwan seraya mencengkram kedua bahu yang lebih kecil, dan ia tahu bahwa jawabannya adalah tidak karena kini Doyoung terlihat kesulitan untuk sekadar menarik napas.
Dengan cepat Junghwan mengangkat Doyoung dengan kedua tangan, sedikit berlari menuju lantai satu dan ia langsung meletakkan pasiennya di atas sofa ruang tamu.
Junghwan memposisikan tubuh Doyoung untuk duduk membungkuk, "Tarik napas pelan-pelan, you're safe now, ada saya di sini." Ucap Junghwan sambil mengusap punggung Doyoung berulang kali.
Sepertinya upaya mereka berhasil karena kini napas Doyoung mulai teratur dan tubuhnya tidak segemetar tadi. Laki-laki manis itu akhirnya mengangkat kepala dan memandang Junghwan dengan ekspresi paling menyedihkan yang pernah Junghwan lihat.
Ini bahkan lebih parah dibanding terakhir kali Doyoung menggila di depannya.
"Dokter... tadi kakakku ada di sini." Ucap Doyoung, berusaha menjelaskan walau napasnya masih terisak sesekali.
Junghwan mengangguk, ia sebenarnya merasa bersalah karena telah meninggalkan Doyoung sendirian di rumah. Tapi siapa yang mengira bahwa si mantan kriminal akan datang menemui adik tirinya yang sudah berusaha kabur sejauh mungkin, bahkan Doyoung tidak menyangka kalau Park Sechan akan senekat itu.
Tangan Junghwan yang bebas mulai bergerak, meraih tangan Doyoung untuk ia genggam, ibu jarinya perlahan mengusap punggung tangan yang lebih kecil, tangan yang terus bergetar tanpa henti.
"He said he wanted to kill me, gimana kalau dia masih ada di sini? Dokter, kita harusnya hubungin polisi sekarang. Kamu gak akan bisa ngelawan dia sendirian." Suara Doyoung kembali terdengar panik, Junghwan menggeleng pelan sebelum akhirnya mendekat dan membawa tubuh Doyoung untuk masuk ke dalam pelukan.
"Gapapa, kamu aman sekarang. Kalau nanti dia muncul lagi, baru kita hubungin polisi, ya?" Junghwan terus berusaha menenangkan, mengusap punggung sempit Doyoung tanpa henti. Ia berdesis pelan saat merasakan kalau tubuh pasiennya dipenuhi keringat, Junghwan tidak dapat membayangkan sepanik apa Doyoung sebelum ia datang tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight [Hwanbby]✔️
FanfictionWherein Athlete!Doyoung met Psychiatrist!Junghwan, Will they find the way? Or even make it worse by living together under the same roof? Moonlight ; Clair De Lune.