"Emang Dokter bisa masak?" Tanya Doyoung heran.
Masalahnya sejak tadi Junghwan sibuk memasukkan berbagai macam bahan masakan ke dalam troli, mengajarkan Doyoung bagaimana cara memilih sayuran dan daging segar serta cara menyimpannya agar awet di lemari pendingin.
"Bisa." Jawab Junghwan singkat sebelum kembali meletakkan sayuran hijau ke dalam troli yang hampir penuh. "Kamu gak mau beli apa gitu? Ambil aja, saya traktir. Mumpung saya baru gajian."
Keduanya tertawa setelah Junghwan selesai bicara, gaji yang ia maksud adalah uang yang baru saja dikirim oleh manajer Doyoung tadi siang.
"Mending dipake buat bayar klinik Dokter yang hampir ambruk itu."
"Tenang, uang saya masih banyak."
Bisa-bisanya Junghwan menyombongkan uang yang diberi oleh pasiennya sendiri, Doyoung hanya tertawa sebelum kembali memandang sekeliling, supermarket nampak ramai karena ini merupakan akhir pekan, sungguh hari yang cocok untuk berbelanja bersama keluarga.
Tidak ada yang Doyoung inginkan di sini kecuali laki-laki yang kini ada di sisinya tentu saja, ia ingin cepat pulang karena kakinya pegal saat dipakai berjalan terlalu lama dan kalau boleh jujur, dirinya benci keramaian.
Doyoung terkesiap saat sebelah tangan yang awalnya ia lipat di depan dada mendadak diraih oleh Junghwan, "Ayo ikut saya." Titahnya sambil menarik Doyoung agar mengikuti langkahnya.
Tanpa sadar netra Doyoung terus memerhatikan Junghwan yang berjalan di depannya, Dokter pribadinya terlihat tampan dengan kaos hangat panjang yang digulung hingga lengan, serta bawahan berwarna cokelat tua.
Siapapun tidak akan mengira bahwa umurnya akan menginjak kepala tiga dalam dua tahun ke depan.
Langkah Junghwan berhenti di depan rak berisi puluhan merek cokelat batang, "Ambil, kamu bebas pilih yang mana aja."
"Cokelat? Buat apa?"
"Ya buat kamu, zat yang terkandung dalam cokelat bisa merangsang produksi endorfin."
"Endorfin?"
"Hormon yang bisa bikin kamu bahagia."
Andai laki-laki di sampingnya tahu kalau keberadaannya sudah cukup untuk membuatnya bahagia. Tapi Doyoung sedang tidak dalam mood yang baik untuk berkata demikian dan memilih menuruti perintah Junghwan, tanpa bicara ia meraih beberapa bungkus cokelat dan memasukannya ke dalam troli belanja.
"Segitu doang?"
Doyoung mengangguk, "Nanti aku gendut kalau makan cokelat banyak-banyak."
Jawaban Doyoung membuat Junghwan tertawa, tangannya refleks bergerak untuk mengusap kepala yang lebih muda. "Justru kamu harus makan yang banyak, you're way too thin for your height. I can even lift you easily from the second to first floor."
Tepat setelah Junghwan selesai bicara, seseorang berjalan cepat dari arah berlawanan hingga menubruk bahu Doyoung, laki-laki itu hampir jatuh kalau saja Junghwan tidak menahan tubuhnya dengan sebelah tangan.
"See?" Ucap Junghwan lagi, ia kemudian menukar tempat agar Doyoung berada di sisi dalam jalan. "Kayaknya saya juga harus atur soal makan kamu mulai sekarang."
"Doctor So, you're my personal psychiatrist not my babysitter."
"But you're still a baby." Canda Junghwan.
"Umurku dua puluh empat tahun ini, but I don't mind if you want to call me baby." Jawab Doyoung, diiringi dengan kedipan mata genitnya di akhir kalimat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight [Hwanbby]✔️
Fiksi PenggemarWherein Athlete!Doyoung met Psychiatrist!Junghwan, Will they find the way? Or even make it worse by living together under the same roof? Moonlight ; Clair De Lune.