"Abis ngapain lo berdua?" Tanya Jaehyuk tepat setelah Junghwan dan Doyoung sampai ke dapur, keduanya hanya tertawa canggung sebelum duduk di kursi meja makan.
Bukan tanpa alasan Jaehyuk bertanya demikian, rambut mereka berantakan, baju yang keduanya kenakan juga kusut di sana sini. Tadinya Doyoung ingin mandi sebelum makan, tapi Junghwan berkata bahwa mereka harus cepat turun ke bawah.
Sesi makan siang lagi-lagi dipenuhi tawa, dalam hati Junghwan sangat berterima kasih pada sepupunya yang tidak berhenti bertingkah aneh. Meski kadang ia menjadi korban dari kalimat konyol yang Jaehyuk ucapkan, tapi setidaknya itu berhasil membuat atensi Doyoung teralihkan.
Terhitung sejak tadi malam, Doyoung tidak lagi membicarakan kakaknya, dan itu cukup membuatnya lega.
Keputusan untuk membawanya pergi dari rumah adalah bagian dari terapi yang Junghwan terapkan, tentu tanpa andil Doyoung di dalamnya, karena jika Junghwan mengajaknya keluar dari sana secara terang-terangan, pasti dirinya akan menolak habis-habisan.
Kedua orang tua Junghwan akan pulang nanti malam, maka ia dan ketiga tamunya memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar sebelum gelap setelah makan dan beristirahat sejenak.
"Tinggi banget?" Protes Doyoung saat melihat bukit yang akan mereka daki.
Bukit kecil yang terletak di belakang kediaman Junghwan, pemandangan di puncaknya mengarah langsung ke pusat kota Iksan, dan itu adalah tempat melihat matahari terbenam terbaik yang ada di sana.
"Ini gak ada seperempatnya dari gunung yang ada di belakang rumah kamu." Balas Junghwan, ia langsung menggenggam tangan Doyoung dan menariknya, menyusul Asahi serta Jaehyuk yang sudah mulai mendaki di depan.
Untungnya mereka tidak perlu melewati jalan licin atau berbatu karena bukit itu sudah memiliki anak tangga yang mengarah langsung ke puncak, banyak orang tua yang baru turun dari sana dan Junghwan tidak berhenti membalas sapaan mereka.
Doyoung kadang takjub dengan keramahan kekasihnya.
"Kamu lumayan terkenal ya." Ucap Doyoung di sela napas yang mulai terengah, terakhir kali ia berolahraga adalah sebelum Asian Games diadakan dan itu hampir dua bulan lalu, wajar kalau dirinya mudah lelah sekarang.
"Aku tuh salah satu aset terbesar Iksan." Jawab Junghwan dengan bangga, ia menarik sapu tangan kecil dari saku dan menggunakannya untuk mengusap keringat di kening Doyoung. "Kalau capek banget bilang ya."
Doyoung menggeleng, fokusnya beralih ke Asahi dan Jaehyuk yang tidak berhenti bertengkar di depan. Ia takut Asahi kelepasan dan mendorong tubuh sepupu kekasihnya ke jurang yang ada di bawah, Jaehyuk memang tidak pernah gagal untuk memancing emosi orang lain.
"Mereka gapapa dibiarin berdua gitu?" Tanya Doyoung lagi, Junghwan tertawa sebelum menggeleng pelan.
"Gapapa, mereka juga kan yang mau. Lagian Asahi kamu tsundere juga sih, gimana Jaehyuk gak seneng ngeledeknya?"
Yang lebih muda ikut tertawa, Asahi memang bukan tipe orang yang pandai menunjukkan kasih sayang, raut dan cara bicara yang ketus adalah salah satu alasan yang membuat Doyoung merekrutnya sebagai manajer, orang lain tidak akan berbuat seenaknya jika atlet memiliki manajer setegas Asahi.
"Capek gak?" Tanya Junghwan lagi, dan Doyoung kembali menggeleng.
"Sekali lagi nanya gitu aku lempar ya."
"Lempar kalau kuat."
Netranya mendelik seketika, kalau tubuh Junghwan lebih kecil dibandingnya, bisa dipastikan Doyoung tidak akan ragu untuk benar-benar melemparnya ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight [Hwanbby]✔️
FanficWherein Athlete!Doyoung met Psychiatrist!Junghwan, Will they find the way? Or even make it worse by living together under the same roof? Moonlight ; Clair De Lune.