"Nanti aku bilang Asahi supaya transfer uang lagi." Ucap Doyoung yang kini duduk di kursi meja makan, sementara yang diajak bicara tengah sibuk menyiapkan sarapan.
"Gak perlu, lagian saya juga ikut makan." Tolak Junghwan sambil menuang bubur ke atas mangkuk, untungnya masih ada nasi sisa tadi malam hingga ia tidak perlu repot menghabiskan banyak waktu di depan kompor pagi ini.
"Harus berapa kali aku bilang kalau kamu tuh-"
"Psikiatri, bukan babysitter kamu." Potong Junghwan yang mulai mendekat dengan dua mangkuk bubur di tangan. "Saya tau, tapi ini juga tugas saya buat mastiin kalau kamu baik-baik aja." Lanjutnya sebelum kembali berjalan untuk mengisi teko air yang kosong entah sejak kapan.
Sementara Doyoung memandangnya dalam diam, kalian boleh menganggap ia terlalu percaya diri tapi makin hari, Doyoung makin menyadari kalau tingkah Junghwan berubah, ke arah yang lebih baik tentunya.
Dan harusnya ia senang, tapi faktanya tidak sama sekali, Doyoung justru takut.
Jika hubungan mereka sebatas dokter dan pasien yang hanya terikat kontrak, Junghwan tidak akan berpotensi meninggalkannya, namun berbeda urusan kalau mereka mulai melibatkan hati, Doyoung jelas masih butuh Junghwan di sisinya untuk saat ini.
"Makan." Junghwan menyodorkan satu mangkuk berisi bubur yang masih hangat ke arah Doyoung. "Habis ini minum obat terus istirahat lagi."
"Kenapa?" Tanya Junghwan saat mendapati Doyoung hanya memandangnya dalam diam sejak tadi. "Saya buat salah?"
Doyoung menggeleng samar sebelum meraih sendok yang ada di atas meja, mulai mengunyah makanan yang Junghwan buat pelan-pelan.
Sesi sarapan mereka habiskan dalam diam, Doyoung yang sibuk meyakinkan diri kalau Junghwan tidak mungkin berniat membalas perasaannya, sedangkan Junghwan yang justru berpikir sebaliknya.
Pasiennya jelas membuatnya kesal tanpa henti, tapi Junghwan tahu kalau semua sikap menyebalkan Doyoung bukan tanpa alasan.
Ucapan asalnya, cara berpakaian yang selalu berlebihan, itu semua Doyoung lakukan untuk menutupi kekurangan. Agar lawan bicaranya tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dari dirinya, hal yang bahkan tidak bisa Doyoung lawan.
Trauma yang disebabkan oleh kakak tirinya.
"Kamu kayak lagi nahan buang air." Ucap Doyoung sambil mengarahkan sendok tepat ke depan wajah Junghwan.
"Umur kamu dua empat?" Tanya Junghwan tiba-tiba, dan Doyoung jawab dengan anggukan.
"Kenapa belum pernah pacaran? Saya yakin banyak orang yang tertarik sama kamu."
Gerakan memutar yang Doyoung buat di atas mangkuk berisi bubur seketika berhenti, ia tahu ke mana arah pembicaraan Junghwan.
"Gak ada yang mau sama aku." Jawabnya asal.
Padahal faktanya Doyoung selalu menolak orang yang berusaha mendekati, ia dan keluarga yang tersisa saja tidak sanggup untuk menghadapi dirinya sendiri, bagaimana orang lain? Doyoung tidak mau menambah masalah baru dalam hidupnya yang sudah berat ini.
"Kalau ada yang mau?" Tanya Junghwan lagi.
Doyoung terkekeh pelan sebelum menjawab, "Ya aku yang gak mau sama mereka."
"Kalau saya yang mau?"
Seketika Doyoung membanting kuat sendok yang ada di tangannya, ia yakin mangkuk miliknya ikut retak karena benturan keras yang tiba-tiba.
"Di sini aku bayar kamu buat jadi dokterku, buat sembuhin sakitku, bukan buat yang lain." Jawab Doyoung dengan nada suara paling dingin yang pernah Junghwan dengar.
![](https://img.wattpad.com/cover/353416114-288-k256705.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight [Hwanbby]✔️
FanficWherein Athlete!Doyoung met Psychiatrist!Junghwan, Will they find the way? Or even make it worse by living together under the same roof? Moonlight ; Clair De Lune.