Yash tidak mengikuti pelajaran dengan baik, dia hanya tidur di kelas dan tidak ada yang menegurnya sama sekali.
"Bangun, waktunya pulang," kata Rain mencolek tangan Yash.
"Hm," balas Yash malas-malasan.
Yash merapikan peralatan sekolahnya. Ponsel di saku celana bergetar, dia melihatnya.
Pak Zaro
[Jemput Papan di tempat les renang, alamatnya saya kirim.]
Yash
[Baik, Pak.]
Yash berdecak, bukan main tempat les renang anak bosnya itu elite. Katanya satu murid memiliki satu guru les. Tempat les Arfan itu kebetulan lumayan dekat dengan warung Mamanya berjualan, jadi dia bisa sekalian mampir sebentar.
"Ikuti dia yuk, siapa tahu kita bisa bantu. Penasaran gue dia kerja apa," bisik Baim yang dibalas anggukan oleh Ozak.
Kedua sahabat Yash itu diam-diam mengikuti Yash dengan menjaga jarak karena kalau ketahuan pasti Yash tidak mengizinkan mereka. Baim memarkirkan motornya asal saat melihat Yash berhenti di warung Ibunya yang sedang di rusak oleh beberapa pemuda.
"Anjir!" umpat Ozak melihat Erik yang baru datang dan merekam kejadian tersebut.
"WOY BANGSAT BERANI YA LO SEMUA RUSAK WARUNG TEMAN GUE!" teriak Baim marah.
Yash menoleh dan menahan Baim.
"Mereka banyakan dan bawa balok," ujar Yash menarik Baim mundur.
"Gue gak takut!" sahut Baim geram karena pemuda-pemuda yang merusak warung itu tidak peduli.
"Cari ibu dulu," kata Yash menampilkan sorot khawatir.
Baim dan Ozak berdecak kesal. Yash tidak mempedulikan warung yang dirusak, dia lebih dulu mencari Ibunya dan Ibunya berada di bawah pohon tidak jauh dari warung.
Dia mendekati sosok wanita tersayangnya itu yang sedang terisak sambil memeluk tubuhnya sendiri.
"Ibu," panggil Yash.
"Yash, Ibu takut. Mereka tiba-tiba datang dan rusak warung kita," adunya beralih memeluk Yash.
"Jangan takut, ada Yash," ujar Yash menenangkan ibunya.
"Ada Baim dan Ozak juga, Ibu Hilda tidak perlu takut sekarang," timpal Baim berdiri di belakang Ibu Hilda.
Warung Ibu Hilda benar-benar dihancurkan total, dagangan berserakan dan diambil oleh mereka tanpa menunjukkan sedikit pun belas kasihan. Ibu Hilda hanya dapat menangisi warung yang menjadi tempatnya mencari tambahan uang itu.
"Si Erik brengsek!" geram Ozak mengepalkan tangan.
"Gue orang gak punya biarin aja," sahut Yash melihat ke arah Erik yang nampaknya sangat puas.
"Dia sahabat kamu, kan? Kenapa dia jadi jahat?" tanya Ibu Hilda bingung.
"Iblis dia bukan teman kita lagi," balas Baim.
Yash memejamkan matanya sejenak. Ibu Hilda mengusap dada Yash.
"Ibu tahu Erik orang kaya, biarkan saja kita tidak memiliki apa-apa untuk melawannya," tutur Ibu Hilda sendu.
Benar, keluarganya hanya dapat pasrah dan pasrah menerima keadaan. Kenapa orang-orang seperti Erik diberikan semua kemudian entah itu dalam hal harta atau keberuntungan. Ponsel Yash bergetar, dia mengeceknya.
+628xxxxx
[Halo, saya Clarissa guru les renang Arfanello, Pak Zaro memberikan saya nomor anda. Kelas Arfan sudah selesai, anda bisa menjemputnya sekarang.]
Dia tidak boleh meninggalkan tugas pertamanya begitu saja atau dia bisa dipecat. Yash membalas pesan itu mengatakan dia akan segera sampai.
"Baim, Zak. Gue titip Ibu gue sebentar boleh gak?" tanya Yash.
"Lo mau ke mana?" tanya Ozak bingung.
"Gue ada urusan sebentar kok, nanti gue balik lagi! Kalian tunggu di sini aja!" sahut Yash berlari menuju motornya.
Tenang, jarak tempat les Arfan sangat dekat. Lima menit saja sampai. Gedung les berwarna cream itu di depan gerbangnya sudah dipenuhi oleh para penjemput. Yash melihat anak bosnya berdiri bersama seorang wanita cantik sembari membawa tas kecil. Tubuh mungil Arfan digerak-gerakan.
"Papan!" panggil Yash.
"Yash!" teriak Arfan berlari kee arahnya lalu memberikan tas kecil berisi baju basah.
"Ayo pulang, Papan lapar!" ajak Arfan memegang tangan Yash.
Yash mengigit bibir bawahnya, dia agak bingung sekarang harus mengantarkan Arfan pulang atau kembali ke warung Ibunya. Tapi rumah Arfan jauh dari sini.
"Yash, Napa?" tanya Arfan memiringkan kepalanya.
"Nggak. Papan, Yash punya roti. Makan itu dulu ya buat ganjal perut," jawab Yash membuka tas dan memberikan roti seharga dua ribuan, Yash berharap Arfan tidak sakit perut.
"Oke!" balas Arfan mengangguk.
Dia memasangkan Arfan helm yang dibawanya di bagasi motor. Tangan kecil Arfan memegang erat baju belakangnya. Yash tidak bisa menjalankan motornya cepat-cepat takut anak kecil itu jatuh.
Yash memutuskan untuk membawa Arfan ke warung lebih dulu. Keadaannya sunyi hanya afa Ozak, Baim dan Ibunya.
"Mereka udah cabut gitu aja," adu Ozak.
"Anak siapa yang lo bawa?" tanya Baim kepo.
"Gue minta tolong sekali lagi buat antar Ibu gue balik," ucap Yash tanpa menjawab pertanyaan Baim.
"Bisa ta—"
"Itu dia yang bernama Yash, Pak!"
Seseorang berteriak memotong pembicaraan Baim. Ternyata orang itu adalah teman Erik. Tiga orang anggota kepolisian menghampiri mereka dan menyerahkan surat penangkapan.
"Saya menerima laporan jika saudara Yash melakukan pengeroyokan. Silakan ikut kami!"
"Pak! Jangan fitnah!" seru Ozak mendorong anggota polisi tersebut.
"Semua sudah jelas, buktinya juga ada kalau saudara Yash ini telah melakukan pengeroyokan terhadap saudara Erik!" tegasnya.
Polisi itu mengeluarkan borgol dan menangkap Yash. Ibu Hilda menangis histeris melihat putranya.
"Pak, sebentar Pak," ujar Yash meminta waktu.
"Ibu, nanti Yash jelaskan ya. Ibu sekarang sama Baim dulu, Oke," lanjut Yash menatap Ibunya lembut.
Dia mengisyaratkan Ozak mendekat.
"Zak, Gue titip anak ini antar ke Perumahan Golden," bisik Yash menyebutkan alamat lengkap rumah Arfan.
"Sudah selesai, mari pergi!"
Yash dibawa masuk ke mobil polisi dan Ozak masih mencerna perkataan Yash. Sedangkan Baim menenangkan Ibu Hilda.
Dan Arfan? Anak kecil itu diam saja sembari memakan roti dengan lahap.
KAMU SEDANG MEMBACA
SALMON
RandomYash tidak seberuntung kebanyakan orang. Di saat SMA, dia terlibat taruhan besar karena dijebak. Taruhan tersebut memaksanya nekat melamar sebagai bodyguard anak kecil keluarga konglomerat. "Yash! Gue gak nyangka Lo udah punya anak!" "Hah?"