Be with you

58 6 0
                                    



Tak sesiang biasanya, kali ini pukul tujuh tepat Maraville terbangun dari tidurnya dengan kondisi yang menurutnya jauh lebih baik dari sebelum – sebelumnya. Tak ada rasa gelisah dan bangun di malam hari membuat tubuhnya begitu segar, ia bahkan tak yakin pukul berapa sudah terlelap dalam pelukan hangat yang Archana berikan sepanjang malam.

Ia renggangkan tubuhnya dengan sedikit berhati – hati, takut kalau ternyata sang pujaan hati masih setia menjelajah mimpi.

Namun sayangnya ia tak menemukan yang ia harapkan, tak ada seorang pun di sisinya ketika kedua obsidian keabuannya terbuka sempurna. Bisa ia lihat jelas jika hanya dirinya yang sedang berada di sana, hanya ia yang kini terduduk dengan pandangan mengendar ke setiap sudut ruangan, mencari sosok kesayangannya meski nihil hasilnya.

"Chana..."

Suaranya terdengar menggema di sana, kepala yang ia coba miringkan kesana – kemari dengan harap dapat menemukan sosok yang dicari pun tak membuatnya puas. "Archana!" ia naikan nada bicaranya, mencoba meneriaki seorang yang ia harap benar menemaninya semalam. "Archana!!"

Kini Maraville takut, terlihat wajah tampan itu berubah saat tak mendapat balasan apapun di ruang berbau pinus itu. "Archana!" sekali lagi ia memanggil namun hasilnya masih-lah sama dan itu membawa Maraville pada kepanikan yang terlihat memburuk.

Kepalanya masih setia menoleh kesana – kemari dengan posisinya yang masih duduk di atas ranjang, Maraville terus memastikan keberadaan Archana di sana. "tidak mungkin kan? Tidak, Tidak. Aku yakin kemarin bukan mimpi!" ia meracau dengan wajah yang kini menunduk, mencoba mengingat hari kemarin, ia yakinkan dirinya jika semua memorinya memang benar nyata.

Tidak! Batinnya berteriak, Maraville kembali kalut akan perasaannya kini. Pasalnya ini bukannya yang pertama untuknya, bukan hanya kali ini ia terbangun seorang diri.

Tak ada yang tahu dan sengaja tak ada yang ia beritahu jika sekembalinya dari kediaman Charmpabell Maraville kerap kali dibayangi sosok tercintanya seperti semalam, atau biasa disebut halusinasi. Berkali kali ia dapatkan Archana hadir di sampingnya, tersenyum bahkan tertawa dan berbicara kepadanya, namun saat mentari terbit semuanya menghilang.

Semua canda tawa dan pelukan hangat itu nyatanya tak pernah ada, Maraville hanya berhalusinasi akan kehadiran Archana di sisinya, ia dibuat rindu setengah mati hingga bisa mengalami mimpi terindah meski terbangun dengan kehampaan.

"bukan mimpi, aku yakin!" ia bersikeras dengan ingatannya. Tak menghiraukan salah satu punggung tangannya yang masih di pasangi selang infus, Maraville berlari ke luar dengan tujuan mencari sosok yang semalam mendekapnya hangat.

Kepalanya kembali menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mengambil keputusan kemana ia harus melangkah, dan suara lift yang terbuka menjadi tekatnya saat ini. Namun langkahnya yang belum setengah mendekat, seketika berhenti. Mata elang dengan obsidian abu itu memanas, dadanya bergemuruh dengan bibir dalam yang ia sengaja gigit ketika mendapati sosok yang ia cari tengah berjalan bersisian dengan seorang pria paruh baya berjas putih yang sudah seminggu ini merawatnya.

"tuan Maraville?"

Archana ikut menoleh ke arah pandangan sang dokter saat mendengar nama siapa yang pria bermarga Byun itu ucapkan, meninggalkan room chat di ponselnya tanpa ia balas kembali.

"Marv?" Archana dibuat binggung dengan keberadaan sang sahabat yang terlihat... berantakan? Berdiri tak jauh dari depan kamar VIP yang ditempatinya.

"saya akan mengambil peralatan sebentar." Sang dokter pergi dengan terburu saat matanya menangkap darah yang menetes dari punggung tangan pasiennya, ia yakin jika pasien VIP-nya ini menarik paksa selang infus yang melekat pada punggung tangannya.

My Beloved Teddy BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang