Chapter 01

175 19 48
                                    

"Aku dilahirkan di tengah keluarga
yang utuh dengan penuh tawa, tetapi
aku di besarkan di tengah keluarga
yang hancur dan berantakan."

- Gerhana Madana Pradigta -

***

Saat itu hujan turun begitu deras disertai gemuruh petir, membuat udara sore waktu itu begitu dingin menelusuk tubuh.

Suara rintik hujan turun berjatuhan di atap-atap rumah, diiringi suara desiran daun dari pepohonan yang bergoyang, terdengar begitu riuh di telinga. Samar-samar terdengar suara perdebatan di salah satu rumah di sekitar sana.

"Gerhana ikut kamu dan aku akan merawat Gala bersamaku!" ucap wanita itu sembari memeluk seorang anak laki-laki didekapnya.

"Aku tidak bisa membawa Gerhana, aku sudah mempunyai dua anak dengan istri baruku. Dia pasti tidak akan setuju jika aku membawa Gerhana!" tolak lelaki itu dengan tegas.

"Kamu egois, Mas! Aku sudah bersedia untuk membawa Gala karena kondisinya mengharuskanku untuk merawatnya bersamaku!"

"Kalau begitu masukan saja dia ke panti asuhan, bereskan!" Bara dengan entengnya mengucapkan kalimat itu untuk putra kandungnya.

Luna melihat kearah anak sulungnya, Gerhana saat ini berada di dekapan sang nenek, tatapan polos dari manik hitam pekat itu sungguh kentara, menunjukkan jika anak lelaki itu masih belum tahu apa-apa. wajar saja, usianya baru menginjak lima tahun, bahkan anak laki-laki itu masih tidak tahu apa yang saat ini sedang terjadi dengan kedua orang tuanya.

"Jika kamu tidak tega memasukannya ke panti asuhan, biarkan saja dia tinggal di sini bersama Ibumu," ucap Bara, lelaki itu berniat memberi saran kepada mantan istrinya.

Luna menatap nyalang lelaki di hadapannya, lelaki yang sudah berstatus mantan suaminya itu sangat menjijikan. Semua ini tidak akan menimpa keluarganya jika saat itu Bara tidak berselingkuh dan menikah lagi. Lihatlah sekarang, keluarganya hancur dan bahkan anaknya yang harus menjadi korban.

"Ini semua gara-gara kamu, Mas! Jika saja kamu tidak berselingkuh dengan wanita jalang itu, ini semua tidak akan terjadi. Keluarga kita tidak akan hancur seperti ini!" jelas Luna.

"Luna!" Bara menatap tajam mantan istrinya, ia tidak mau jika kedua anaknya mendengar hal itu.

"Ayo, ikut aku!" Bara menarik paksa tangan Luna untuk menjauh dari kedua anaknya dan ibunya.

"Lepasin!" Luna melepas paksa cengkalan tangannya dari Bara.

"Kamu harus tahu, saya tidak akan selingkuh jika kamu tidak terlalu sibuk dengan pekerjaanmu itu! Seharusnya kamu yang harus sadar diri, semua ini tidak akan terjadi jika kamu tetap mempertahankan pekerjaan kamu itu!" bentak Bara.

"Aku kerja untuk memenuhi kebutuhan kita! Seharusnya kamu sadar, gaji kamu itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga ini. Kamu itu seharusnya berterima kasih karena aku sudah mau bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga kita!" balas Luna, ia sama marahnya dengan Bara.

"Sudahlah, aku muak berdebat dengan kamu. Percuma aku menjelaskan semuanya kamu juga tidak akan pernah sadar!" jelas Bara, lalu pergi meninggalkan Luna begitu saja.

"Mas, tunggu! Mau kemana kamu? Aku belum selesai bicara!" teriak Luna kepada mantan suaminya, tetapi sama sekali tidak dihiraukan oleh Bara.

Di ruang tengah, Luna sudah melihat kedua anaknya menangis sambil memanggil-manggil nama papanya. Luna menghampiri kedua anaknya lalu mengecup singkat kedua kening Gerhana dan juga Gala.

"Sayang." Luna memeluk kedua tubuh mungil anaknya. "Maafin mamah ya sayang!" ucap Luna dengan terisak.

"Bu, Luna harus pergi keluar negeri. Luna titip Gerhana ya. Luna akan ngebawa Gala bersama Luna." ucap Luna pada sulastri ibu kandungnya.

"Kenapa tidak kamu bawa juga Gerhana bersama kamu Luna, kasihan dia. Gerhana masih begitu kecil. Dia akan sangat sedih dan kesepian tanpa kamu di sisinya." jelas Sulastri.

"Luna juga ingin, Bu. Tapi, Luna nggak bisa bawa Gerhana pergi, Luna baru saja ingin memulai kehidupan Luna yang baru, Bu. Tidak mungkin Luna memberatkan suami Luna dengan kedua anak Luna." balas Luna.

Siapa yang tidak merasa sedih jika harus berpisah dengan anak kandungnya, jika boleh jujur, Luna begitu terpukul harus meninggalkan Gerhana yang masih begitu kecil. Bahkan di saat anak seusianya begitu memerlukan peran dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Tetapi, keadaan lah yang mengharuskan Luna seperti ini.

"Gala, ayo, ikut Mama sayang." Luna meraih tangan Gala, seorang anak lelaki yang berusia empat tahun.

"Kita mau kemana, Ma?" tanya anak lelaki itu dengan tatapan kosong. Sejak lahir Gala sudah terbiasa dengan dunianya yang gelap, Gala mengalami tunanetra sejak lahir. Hal itu jugalah yang mengharuskan Luna membawa Gala bersamanya.

"Gala ikut Mama dulu, ya, nanti Mama kasih tahu Gala kalau kita udah sampai," ucap Luna dengan lembut.

"Ma!" Tangan mungil itu meraih ujung pakaian Luna yang hendak pergi. Luna menoleh dan melihat Gerhana dengan tatapan polosnya.

"Mama enggak ngajak Ghana?" tanya anak lelaki itu dengan polos.

Luna sebisa mungkin menahan tangisnya, dan memeluk Gerhana.

"Ghana sayang, Mama ada urusan penting. Jadi, Ghana di sini dulu ya sama Nenek. Nanti kalau urusannya udah selesai, mamah akan balik ke sini lagi untuk jemput Ghana," ucap Luna tersenyum getir, lalu mencium kening Gerhana.

"Tapi, Ghana mau ikut Mama, Ghana mau sama mama," ucap Gerhana dengan isak tangisnya.

"Ghana sayang, mama janji akan balik lagi ke sini dan jemput Ghana, tapi sekarang Ghana sama Nenek dulu ya," Luna berusaha membujuk Gerhana.

Gerhana terus memberontak dan ingin tetap ikut bersama Luna, ia tidak mau jika harus berpisah dengan Luna dan juga Gala.

"Gerhana sayang, kamu sama Nenek dulu ya. Nanti kalau urusan Mama udah selesai, mama pasti balik ke sini lagi." Sulastri berusaha menenangkan Gerhana yang saat ini tengah menangis sejadi-jadinya.

"Nggak mau, Ghana mau ikut Mama, Nek. Ghana mau sama Mama," ucap Gerhana dengan isak tangisnya.

Sementara Luna, dengan berat hati harus meninggalkan Gerhana dan membawa Gala bersamanya, Gala juga ikut menangis mendengar suara tangisan dari kakaknya. Situasi saat ini benar-benar begitu berat untuk Luna dan juga kedua anaknya, mereka tidak ingin seperti ini tetapi keadaanlah yang memaksa mereka.

"Kakak!"

"Aku mau sama kakak!" panggil Gala terisak.

"Gala sayang, jangan nangis ya Nak, nanti kita akan ketemu lagi sama kakak!" bujuk Luna sembari menggendong Gala dan mengecup keningnya.

Di tengah guyuran hujan, Luna pergi membawa Gala di dekapannya, satu buah koper dan juga payung yang saat itu ia bawa bersama Gala. Sementara Gerhana, tangisan bocah itu pecah di tengah suara hujan yang saat ini mengguyur kota. Sulastri berusaha menahan tubuh mungil Gerhana agar tidak menyusul Luna. Ia juga berusaha menenangkan cucunya untuk tidak terus menangis.

"Mama!"

"Ghana mau ikut Mama."

"Ghana mau susul Mama," ucap Gerhana dengan terisak.

Gerhana terus memberontak sampai Sulastri kewalahan menahan tubuh cucunya, Gerhana berlari dengan langkah kecilnya menerobos hujan kala itu. Sayangnya, Luna dan Gala sudah tidak terlihat. Gerhana menangis sejadi-jadinya di tengah guyuran hujan, bajunya basah dan lusuh, Sulastri menghampiri cucunya dengan payung di tangannya, ia berusaha menenangkan Gerhana dan mengajaknya untuk pulang ke rumah.

Masih awal kok, di part seterusnya masih akan ada banyak kejutan dan cerita seru lainnya😊

#15weekwithyou
#Writingchallangefeedbackeveryday
#Writingchallangeautumnmaple

PLUVIOPHILE ~SELESAI~ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang