Chapter 15

15 3 3
                                    

Gerhana khawatir dengan kondisi Tara saat ini, gadis itu masih juga belum sadarkan diri. Padahal sudah berapa kali Gerhana mencoba membangunkan gadis itu, tetapi ia belum juga sadar.

Gerhana bingung harus berbuat apa lagi, satu-satunya yang saat ini ia pikirkan adalah rumah sakit. Gerhana berniat untuk menggendong tubuh Tara yang masih tergeletak pingsan tak berdaya. Namun, belum sempat ia menggendongnya, gadis itu sudah lebih dulu siuman.

"Kurang ajar, ya, lo!" tanpa basa-basi Tara langsung melayangkan satu pukulan yang tepat menghantam wajah Gerhana, pemuda itu langsung meringis kesakitan dan memegangi bagian wajahnya yang sakit, bahkan mungkin saja wajahnya sudah lebam akibat dari ulah Tara.

"Bisa-bisanya lo nyari kesempatan, disaat gue nggak sadarkan diri!" tuduh Tara. Gerhana yang mendengar tuduhan itu hanya melongo tak percaya.

"Dasar cewek gila! Siapa juga yang mau cari kesempatan! Justru tadi itu, gue mau bawa lo ke rumah sakit!" jelas Gerhana dengan perasaan kesal.

Tara terdiam, ia merasa bersalah karena sudah menuduh Gerhana yang tidak-tidak,  bahkan ia juga sempat memukul Gerhana karena tindakannya yang ceroboh itu.

"Ma-maafin gue," cicitnya.

"Ayo, ikut gue!" Gerhana menggenggam tangan Tara, lalu mengajaknya untuk berjalan ke arah halte bus.

"Lo mau ngajak gue ke mana? gue nggak mau!" tegas Tara, gadis itu berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Gerhana.

"Udah lo diem aja, ayo, naik!" ucap Gerhana, ia menyuruh Tara untuk naik ke dalam mobil bus yang kebetulan berhenti ketika mereka sampai di halte.

Tara yang mendapat paksaan dari Gerhana hanya menurut, lagi pula kalau pemuda itu berani macam-macam padanya, Tara bisa langsung menghajarnya, ditambah lagi kemampuan Tara sudah jelas lebih unggul dari pada Gerhana yang sama sekali tidak jago bela diri.

Setelah cukup lama di perjalanan, akhirnya mereka berdua tiba di halte bus yang tak jauh dari tempat Gerhana tinggal.

"Lo mau ngajak gue ke mana, sih?"

"Udah, lo diem aja, bawel banget!" kesal Gerhana, sedari tadi gadis itu tidak berhenti bersuara.

Akhirnya mereka berdua sampai di pekarangan rumah Gerhana, Tara yang melihat sekeliling rumah itu yang tampak asri dengan beberapa tanaman Bunga dan juga pepohonan tersenyum. Ia jadi teringat dengan suasana di pekarangan rumah almarhuma neneknya di luar negeri.

"Ini rumah lo?" tanya Tara.

"Bukan, ini rumah nenek gue!" balas Gerhana.

"Lo duduk di sini aja, gue mau masuk dulu," ucap Gerhana, kemudian ia masuk ke dalam dan mengambil kotak P3K dan juga air kompresan untuk mengobati Tara.

Tara yang melihat Gerhana membawa kotak P3K dan sebuah baskom kecil di tangannya bingung. Mau apa pemuda itu dengan semua perlengkapan itu?

"Mau ngapain lo?" tanya Tara sedikit ngegas.

"Mau ngobatin lo, lah," jawab Gerhana enteng, kemudian ia duduk di sebelah Tara, dan dengan telaten mengobati luka dan juga mengompres bagian wajah Tara yang lebam.

Tara terdiam, sebelumnya ia tidak pernah mendapat perlakuan seperti ini, ia terbiasa mandiri sejak kecil, bahkan ketika ia terluka ketika jatuh dari sepeda saat kecil, ia mengobati lukanya sendiri.
Tara merasa terharu dan tanpa sadar ia mengeluarkan air mata.

"Lo nangis?" ucap Gerhana, ketika melihat air mata yang lolos membasahi pipi gadis itu.

Mendengar itu, Tara langsung mengusap air matanya, ia tidak sadar jika air matanya lolos begitu saja.

"Enggak, kok. Gue nggak nangis," elak Tara, ia tidak mau terlihat lemah di depan lelaki itu.

"Berantem aja jago, tapi, giliran luka kayak gini nangis, dasar cengeng," ejek Gerhana yang masih setia mengobati luka Tara.

"Gue emang nggak nangis! Tadi gue cuma kelilipan!" tegas Tara, ia tidak terima di ejek seperti itu oleh Gerhana.

"Iyain aja, deh," balas Gerhana yang tidak ingin memperpanjang masalah.

Tara diam, kemudian ia melirik sekitar tempat itu, tadi Gerhana bilang, jika ini adalah rumah neneknya, tetapi, kenapa ia tidak melihat tanda-tanda keberadaan neneknya itu?

"Bay the way, nenek lo mana? Bukannya tadi lo bilang ini rumah nenek lo, tapi, kok gue nggak ngeliat nenek lo?" tanya Tara penasaran.

"Nenek gue udah meninggal," ucapnya spontan. Tentu saja hal itu membuat Tara kaget sekagilus merasa bersalah lagi kepada Gerhana, lagi-lagi mulutnya itu tidak bisa diajak kerja sama dengan baik.

"So-sorry, gue nggak tahu," ucapnya dengan rasa bersalah.

"Iya, nggak apa-apa, gue tahu," balas Gerhana.

"Jadi, lo di sini tinggal sama siapa aja?" entah kenapa Tara menjadi kepo tentang masalah itu, lagipula itu tidak terlalu penting untuk ditanyakan.

"Gue cuma tinggal sendiri," balas Gerhana lagi, pemuda itu masih sibuk mengobati luka Tara.

"Jadi, lo cuma tinggal sendirian di sini?" ucap Tara memastikan, dan dibalas anggukan oleh Gerhana.

"Terus, bokap sama nyokap lo ke mana?" Tara tidak yakin pertanyaannya akan di jawab oleh Gerhana, lagi pula mereka bukanlah teman dekat.

Gerhana diam sejenak, ia mengingat kejadian di mana awal dari semua ini, di mana Bara dan Luna pergi meninggalkan Gerhana dan menitipkannya dengan sang nenek.

"Enggak usah lo jawab juga nggak apa-apa, kok," ucap Tara tersenyum kikuk. Lagi pula kenapa ia tiba-tiba menjadi penasaran sekali dengan latar belakang keluarga Gerhana.

Gerhana tidak menimpali Tara, ia malah sibuk membereskan P3K yang digunakan setelah mengobati gadis itu.

"Tunggu, jangan diberesin dulu," ucap Tara.

"Kenapa?"

"Lo juga perlu diobatin."

Gerhana terdiam, ia melihat Tara mengambil kapas dan juga Betadine di dalam kotak P3K itu.
Kemudian, ia menuangkan Betadine itu ke kepas di tangannya. Namun, sebelum ia mengoleskan Betadine ke luka Gerhana, ia terlebih dahulu membersihkan luka itu.

Gerhana sedikit menahan perih di bagian lukanya ketika Tara mengobatinya. Hal yang sama dirasakan Gerhana, setelah sekian lama ia tidak mendapat perlakuan hangat seperti ini, biasanya jika ia sedang terluka, neneknya langsung sigap mengobati Gerhana walaupun lukanya terbilang kecil.

"Lo kenapa?" tanya Tara yang sukses membuat Gerhana tersadar dari lamunannya.

"Emangnya gue kenapa?" tanya balik Gerhana.

"Lo kayak lagi mikirin sesuatu gitu," jawabnya.

"Enggak, kok," elak Gerhana, dan dibalas anggukan oleh Tara.

"Oh iya, lo belajar bela diri di mana? Gue juga mau belajar," ucap Gerhana.

"Lo serius?"

Gerhana mengangguk mantap. "Iya, gue serius, karena gue yakin, Kak Keinan dan teman-temannya pasti nggak akan berhenti sampai di sini, mereka pasti akan terus berusaha buat ngeganggu kita, dan gue rasa gue perlu belajar bela diri buat ngelindungin diri dari mereka," jelas Gerhana.

"Oke, kalau lo beneran serius mau belajar bela diri, pulang sekolah besok gue tunggu lo di halte bus dekat sekolah tempat kita tadi," ucap Tara.

"Oke," balas Gerhana.

PLUVIOPHILE ~SELESAI~ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang