Chapter 14

14 5 2
                                    

Tidak terasa sudah hampir satu bulan Gerhana bersekolah, hingga tibalah saatnya sekolah mereka mengadakan makrab untuk seluruh angkatan. Makrab ini wajib, bagi seluruh siswa dan ini juga merupakan salah satu acara tahunan yang diadakan di sekolah Gerhana.

Setelah mendengar pengumam di lapangan sekolah tadi, Gerhana DKK langsung pergi menuju kantin sekolah.
Mereka duduk sambil memesan beberapa makanan.

"Na, keripik singkong lo, cepet juga habisnya, gue tanyain udah habis aja, kata Mak Ijah," ucap Arkana, ia salah satu penggemar kripik singkong buatan Gerhana, hampir setiap hari Arkana membeli kripik singkong buatan temannya itu.

"Alhamdulillah, berarti kripik buatan gue banyak disukai sama anak-anak di sini," balas Gerhana.

"Termasuk Arkana, tu, tiap hari nyemilin kripik singkong lo mulu," timpal Genta dengan gelak tawanya.

"Bagus dong, setidaknya gue beli kripik singkongnya Gerhana," balas Arkana.

"Gue juga beli kali, tapi, emang nggak keseringan aja kayak lo," jawab Genta tak mau kalah.

"Udah-udah, kenapa jadi ribut gini, sih," ucap Gerhana melerai.

"Hai," sapa Kaira. Gadis itu selalu memberikan senyuman hangat kepada semua orang terdekatnya.

"Hai, Kaira," balas Genta, ia juga memberikan senyuman yang sama kepada Kaira.

"Ehem, Kaira aja, nih, yang disapa, gue sama Tara nggak?" Timpal Sisil untuk menyindir Genta.

"Oh, iya. Hai, Sisil. Hai, Tara," sapa Genta kepada kedua gadis itu.

"Telat, lo," ujar Sisil.

"Sisil, nggak boleh kayak gitu," peringat Kaira.

"Iya-iya, Kaira yang cantik." Ucapan Sisil sukses membuat Kaira tersenyum, begitupun dengan Genta.

"Oh iya, ngomongin soal makrab kalian semua pada ikut, kan?" tanya Sisil kepada ketiga pemuda itu.

"Pasti, dong. Kalau itu nggak usah ditanya lagi, gue pasti ikut," balas Arkana dengan semangat empat lima.

"Iya, gue juga ikut. Katanya, kan, ini acara tahunan dan wajib untuk siswa sekolah ini, lagian tujuannya juga untuk mengakrabkan kita semua," ujar Genta.

"Lo juga ikut, kan, Na?" tanya Kaira, ia memastikan jika Gerhana juga ikut dalam acara makrab itu.

Gerhana yang sedari tadi hanya diam dan menyimak obrolan mereka tentang acara makrabpun kaget, ketika mendapat pertanyaan dari Kaira. Jujur saja, ia tidak tahu akan ikut atau tidak dalam acara itu, mengingat uang yang harus dikeluarkan dalam acara makrab itu juga cukup besar, ia tidak yakin jika bisa membayarnya.

"Iya, nanti gue usahain, " ucapnya tersenyum tipis.

Tara tersenyum, ia senang mendengar ucapan itu dari Gerhana. Sementara Tara, gadis itu hanya menatap Gerhana, seakan ia tahu apa yang saat ini ada di dalam pikiran pemuda itu.

****

Gerhana duduk di kursi pekarangan belakang sekolah, pemuda itu saat ini tengah menghitung hasil penjualan kripik singkongnya hari ini. Setelah menghitung lembar terakhir dari uangnya, Gerhana langsung termenung. Meskipun kripik singkongnya laris manis, tetap saja uang itu tidak cukup untuk membayar uang acara makrab.

"Gimana ini, uangnya nggak cukup lagi," ucap Gerhana lesu.

"Apa gue minta uang sama Papa aja, ya? Siapa tahu, kan, Papa udah punya uang." Pemuda itu langsung mengambil ponsel di saku celananya.

Gerhana berniat untuk menelepon Papanya, tetapi, ia urungkan karena ia yakin pasti saat ini Papanya tengah sibuk bekerja.

"Nanti aja, deh, gue telepon," ujarnya.

Gerhana beranjak lalu pergi meninggalkan tempat itu, suasana di jalanan hari ini tampak sepi, Gerhana menyebrang untuk menunggu di halte bus yang biasa ia taiki ketika pulang sekolah.
Namun, tak lama ia menunggu di halte bus, samar-samar ia mendengar suara keributan yang dirasa tak jauh dari sana.
Karena penasaran, Gerhana mencari di mana sumber suara itu berasal. Benar saja, tak lama ia berjalan suara keributan itu semakin terdengar jelas.

"Tara," ucapnya. Ia melihat Tara yang saat ini tengah berkelahi dengan beberapa pemuda.

"Itu, kan, Kak Keinan sama teman-temannya." Gerhana cukup kaget, ternyata para pemuda itu adalah Keinan dan teman-temannya.

Gerhana panik, ia tidak tahu harus berbuat apa, mau melawanpun dirinya juga tidak pandai berkelahi.

"Biarin ajalah, lagian tu cewek, kan. Jago berantem," ucap Gerhana, ia yakin jika Tara bisa menjaga dirinya sendiri.

Gerhana ingin segera pergi dari tempat itu, sebelum Keinan dan teman-temannya melihat dirinya, ia yakin sekali jika Keinan juga mengincar dirinya. Tetapi, Gerhana tidak tega meninggalkan gadis itu, ia berpikir bagaimanapun juga gadis itu sudah menyelamatkannya tempo hari.

"Enggak, gue nggak bisa tinggalin dia, gue harus bantuin dia," ucapnya, sebelum ia pergi membatu Tara dari Keinan dan teman-temannya.

Melihat kedatangan Gerhana, Keinan tersenyum, akhirnya orang yang ia caripun mengantarkan dirinya sendiri kepada Keinan.

"Bagus, deh. Kalau lo juga ada di sini, jadi gue nggak perlu susah payah untuk cari lo," ujar Keinan.

"Tara, mending lo mundur, biar gue yang lawan mereka!" ucap Gerhana.

"Lo yakin?" balas Tara, ia tidak yakin jika pemuda itu bisa mengalahkan Keinan dan teman-temannya sendiri.

"Udah, lo nurut aja apa kata gue, lo nggak usah ngeremehin gue!" tegas Gerhana.

Tarapun hanya mengangguk dan menuruti perkataan Gerhana, meskipun jauh di dalam dirinya ia tidak yakin jika pemuda itu bisa mengalahkan Keinan.

Benar saja, tak butuh waktu lama untuk Keinan dan teman-temannya
melumpuhkan Gerhana. Kini, pemuda itu sudah jatuh tersungkur.

"Gerhana!"

Melihat keadaan pemudai tu, Tara langsung segera menolongnya, ia membalas dengan menghantamkan satu pukulan tepat mengenai rahang keras milik Keinan.

"Sialan!" Geram Keinan, pemuda itu membalas dengan memberikan sebuah pukulan di perut Tara hingga membuat gadis itu kesakitan, kemudian Keinan juga memukul wajah gadis itu hingga menyisakan lebam di sudut matanya.

Perlahan, penglihatan Tara memburam dan kemudian gadis itu jatuh pingsan.
Melihat itu, Gerhana bangkit dan menatap tajam Keinan, ia mengepalkan kedua tangannya.

"Pengecut lo!" maki Gerhana.

"Beraninya sama cewek!"

Mendengar makian itu, Keinan tidak tinggal diam, ia ingin melayangkan sebuah pukulan di wajah pemuda itu. Untungnya, Gerhana sigap menangkap kepalan tangan yang baru saja ingin menghantam wajahnya.

Dengan kemarahan, Gerhana memelintir tangan Keinan dan memberikan pukulan di perut Keinan, kedua pemuda itupun berkelahi dengan sengit. sementara kedua teman Keinan hanya melihat perkelahian diantara kedua pemuda itu. Karena, Gerhana tidak cukup jago dalam berkelahi, pemuda itupun tumbang, dengan beberapa luka lebam.

Keinan masih ingin menghantamkan beberapa pukulan kepada Gerhana, tetapi, langsung dilerai oleh kedua temannya, mereka tidak ingin jika Keinan berakhir membunuh orang, karena melihat kondisi Gerhana yang sudah tidak berdaya.

"Kali ini lo selamat!" ucap Keinan sebelum pergi meninggalkan Gerhana.

Wajah Gerhana sudah penuh lebam, bahkan seragam sekolahnyapun terlihat lusuh dan kotor. Gerhana melihat ke arah Tara yang masih belum sadarkan diri, dengan susah payah ia bangkit dan perlahan mendekati Tara sembari menahan rasa sakitnya.

"Ra, bangun, Ra." Gerhana menepuk pelan kedua pipi gadis itu, tetapi, Tara tak juga sadarkan diri.

PLUVIOPHILE ~SELESAI~ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang