"Menangislah di tengah guyuran hujan, agar tidak seorang pun bisa melihat air matamu."
- Gerhana Madana Pradigta -
***
Sepulang sekolah, Gerhana selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke makan neneknya, ia selalu membersihkan dan memanjatkan doa untuk sang nenek. Bahkan, Gerhana juga sekali-kali mengutarakan isi hatinya di makan siang nenek, meskipun ia tahu jika tidak mungkin ada balasan, setidaknya dirinya merasa legah karena bisa bercerita di makam sang nenek. Jika dahulu ia sering menceritakan banyak hal kepada sang nenek dan tentunya akan mendapatkan solusi sekaligus kata semangat dari sang nenek. Namun, kali ini berbeda, ia hanya dapat menceritakan semua keluh kesahnya dan kerinduannya pada sang nenek.
"Nek, bahkan ketika nenek meninggalpun, Mama nggak pulang sama sekali," ucap lelaki itu dengan tatapan sendu.
"Gerhana nggak tahu Nek harus gimana, kehidupan Gerhana serasa hampa, sedari kecil Gerhana cuma mendapat cinta kasih dari Nenek, dan sekarang Nenek juga pergi ninggalin Gerhana, Gerhana sendirian, Nek." Mata lelaki itu sudah mengeluarkan cairan bening, ia tidak bisa lagi membendung air matanya.
Lelaki itu segera menghapus air matanya dan tersenyum hambar. "Gerhana cengeng banget ya, Nek." Gerhana jadi ingat semasa neneknya masih hidup, ketika dirinya menangis, neneknya selalu mengatakan jika Gerhana cengeng. Bahkan neneknya juga pernah bilang, jadi anak lelaki itu jangan mudah menangis, sebisa mungkin harus membuat benteng pertahanan yang kuat agar tidak mudah goyah jika terkena hujan badai sekalipun.
Ucapan itulah yang sering Gerhana tanamkan dalam dirinya, sebesar apapun masalah dan ujiannya, ia sebisa mungkin untuk tidak menangis, ia tidak mau menjadi lemah dan meruntuhkan benteng pertahannya. Tetapi, kali ini benar-benar sakit, air matanya lolos begitu saja membasahi pipinya. neneknya adalah salah satu alasan Gerhana bisa bertahan seperti sekarang, ia tidak tahu jika tidak ada neneknya akan seperti apa dirinya.
Sampainya di rumah, Gerhana langsung mengganti seragam sekolahnya dengan baju kaos berwarna hitam, ia juga tidak lupa untuk mengambil uang hasil penjualan kripik singkong hari ini. Jika dihitung-hitung, uang dari hasil penjualan singkong lumayan banyak dan cukup untuk mengembalikan modal sekaligus untuk menambah uang sakunya.
Dirinya sengaja mengambil setengah dari uang bulanan yang di berikan Papahnya untuk modal berjualan, ia ingin menambah penghasilan dari berjualan kripik singkong agar tidak terlalu merepotkan sang papa."Assalamualaikum."
"Gerhana, main yok!" Panggilan itu sungguh menganggu gendang telinga Gerhana, ia tahu betul siapa pemilik suara itu.
Benar saja, ketika Gerhana membuka pintu rumahnya, Arkana dan juga Genta sudah berada di sana.
"Lama banget buka pintunya, Na," protes Genta.
"Sorry, gue tadi lagi ngitung duit hasil penjualan hari ini," jawab Gerhana.
"Gimana? Kripik singkongnya laris, kan?" tanya Arkana yang diangguki oleh Gerhana.
"Alhamdulillah, kripik singkongnya laris, ini semua berkat kalian yang udah bantuin gue kemarin," ujar Gerhana, ia sungguh berterima kasih kepada kedua sahabatnya ini, karena mereka berdua sudah mau direpotkan untuk membantunya membeli bahan sekaligus memasak kripik singkong tersebut.
"Syukur deh, kalau gitu," balas Arkana.
"Eh, kalian berdua mau tetap ngobrol di depan pintu kayak gini? Minggir-minggir gue mau masuk," timpal Genta, lelaki itu seperti tidak tahu malu saja, padahal sang pemilik rumahpun belum mengizinkan untuk masuk. Namun, begitulah, Gerhana juga tidak menanggapinya, lagipula mereka sudah seperti keluarga, jadi tidak ada lagi yang namanya rasa malu ataupun itu.
"Oh iya, kalian tahu Kaira, kan? teman sekelas kita." Genta membuka obrolan, saat ini mereka bertiga sedang duduk di ruang tamu sembari menikmati teh manis buatan Gerhana.
Arkana menganggukan kepalanya, lalu meletakan secangkir teh yang baru saja ia minum di atas meja. "Iya, kenapa?"
Sementara Gerhana hanya menanggapi dengan diam, dalam pikiran lelaki itu untuk apa Genta menayangkan Kaira?Setelah masa MPLS selesai, mereka langsung di beri pengumuman tentang pembagian kelas, entah sebuah kebetulan atau memang ditakdirkan Gerhana mendapat satu kelas yang sama dengan gadisnya. Iya benar gadisnya, Gerhana memang benar-benar jatuh cinta kepada Kaira semenjak pertemuan pertama mereka.
"Na, lo tahu nggak?" tanya kembali Genta.
"Iya, gue tahu."
"Kayaknya gue suka deh sama dia." Genta tersenyum, ia saat ini tengah memikirkan bagaimana jika dirinya dan juga Kaira berpacaran, pasti dirinya akan sangat bahagia.
Gerhana yang baru saja menyesap tehnya langsung tersedak mendengar ucapan dari salah satu sahabatnya itu, ia tidak percaya jika Genta juga menyukai Kaira.
"Lo nggak apa-apa, Na?" tanya Arkana.
"I-iya gue nggak apa-apa," ucap lelaki itu.
"Mangkanya hati-hati dong lo kalau minum," peringat Genta.
Sementara Gerhana terdiam, ia masih tidak menyangka jika Genta juga menyukai Kaira, bagaimana ini ia menjadi bingung, tidak mungkin kan ia juga berkata jujur tentang perasaannya, ia tidak mau jika harus melukai hati sahabat dekatnya itu.
"Jadi gimana sama ucapan gue tadi? Kalian dukung gue nggak kalau sama dia?" Genta menanyakan kembali ucapannya kepada kedua sahabatnya itu.
"Kalau gue ya dukung aja sih, secara tu cewek emang cantik dan keliatanya juga pintar," balas Arkana.
"Nah itu, apa enggak makin ke sem-sem nih hati gue sama dia, menurut gue, Kaira itu adalah definisi wanita yang sempurna," ucap Genta diiringi senyum bangganya.
"Kalau menurut lo gimana, Na?" lanjut Genta.
Gerhana sempat kaget, ia bingung harus menjawab apa. "Gue, gue juga dukung lo," ucapnya sambil memaksakan sebuah senyuman.
"Kalau gitu, mulai besok kalian berdua harus bantuin gue deketin Kaira," ujar Genta pada kedua sahabatnya.
"Oh iya, kira-kira apa ya yang harus gue lakuin untuk awal PDKT?" Genta berusaha memikirkan sesuatu, jujur saja ini kali pertama ia ingin mendekati seorang wanita.
"Setahu gue sih, hal yang pertama harus lo lakuin untuk PDKT sama cewek, lo harus ngasih dia sesuatu gitu, seperti makanan dan barang yang dia suka." Arkana berusaha memberi saran kepada sahabatnya.
"Tapi, gue balum tahu apa yang Kaira suka, terus gimana caranya gue bisa ngasih sesuatu ke dia?" Saat ini mereka tengah berada di sebuah masalah.
"Menurut lo gimana, Na?" tanya Arkana, mengingat sedari tadi lelaki itu hanya diam.
"Gue nggak tahu," jawab Gerhana seadanya.
Jujur saja, dirinya saat ini masih memikirkan tentang ucapan Genta tadi, ia berpikir kenapa wanita yang di sukai sahabatnya itu harus Kaira, wanita sama yang di sukai olehnya. Dirinya masih tidak bisa menerima semuanya, ia tidak mau jika harus bersaing dengan sahabatnya sendiri. Tapi, di sisi lain ia juga menyukai Kaira, ia juga tidak mau menyerah begitu saja untuk mendekati Kaira, padahal beberapa hari ini ia sedang semangat-semangatnya untuk mendekati gadisnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIOPHILE ~SELESAI~
Teen Fiction"Aku dilahirkan ditengah keluarga yang utuh dengan penuh tawa tetapi, aku dibesarkan ditengah keluarga yang hancur berantakan!" Gerhana Madana Pradigta Menceritakan seorang pemuda pecinta hujan bernama Gerhana Madana Pradigta. Gerhana terlahir dari...