Chapter 18

21 3 1
                                    

"Ya ampun, gue sampai lupa mau kasih makanan ini buat Tara," ucap Kaira, kemudian ia berdiri dan hendak mengantarkan makanan yang sudah ia bawakan untuk Tara.

"Kaira, awas!" teriak Gerhana, pemuda itu langsung sigap menggapai tubuh Kaira yang saat itu hampir jatuh karena tersandung.

Kedua pasang mata mereka bertemu satu sama lain, Gerhana terpaku melihat kecantikan Kaira. Ternyata gadisnya jauh lebih cantik jika dilihat dari jarak dekat seperti ini. Sementara Kaira, jantungnya terus berdetak kencang, ia tidak tahu perasaan apa itu yang jelas pipinya sudah memerah bak udang rebus saat ini.

"Ekhem!" suara itu sukses menyadarkan dua sejoli yang sedang beradu pandang dengan mesra itu.

"Genta," ucap Gerhana, ia melihat Genta, Arkana, dan juga Sisil, kemudian ia langsung membantu Kaira untuk segera berdiri seperti semula.

"Lo nggak kenapa-napa?" tanya Gerhana.

Kaira mengangguk. "Iya, gue nggak apa-apa, makasih, ya." ucap Kaira yang hanya dibalas anggukan oleh Gerhana.

"Lo kenapa, Kai? Lo nggak kenapa-napa, kan?" tanya Genta khawatir.

"Gue aman, kok. Untungnya ada Gerhana yang sigap nolongin gue," jawab Kaira, sementara Genta hanya mengangguk.

"Syukurlah kalau gitu, yaudah, mendingan sekarang kita masuk dan jenguk keadaan Tara sekarang," ucap Sisil yang diangguki mereka.

Sisil, Kaira, dan Arkana sudah masuk terlebih dahulu, sementara Genta dan Gerhana, mereka masih di luar, tadi ketika Genta ingin masuk, Gerhana memanggil temannya itu untuk berbicara empat mata.

"Ta, gue bisa jelasin," ucap Gerhana membuka obrolan.

"Gue nggak ada maksud apa-apa, tapi, tadi gue beneran reflek nolongin Kaira yang hampir jatuh," jelas Gerhana, ia benar-benar tidak enak hati kepada temannya itu. Ia takut jika Genta berpikir yang tidak-tidak tentang kejadian tadi.

Genta tersenyum lalu menepuk pelan pundak Gerhana. "Santai aja kali, justru gue mau bilang makasih karena lo udah jagain cewe kesayangan gue," ucap Genta membuat Gerhana sedikit terkejut, ia seakan tidak percaya dengan respon Genta saat ini, tetapi ia juga bersyukur akan hal itu.

"Lo serius nggak marah sama gue?" Gerhana memastikan.

"Ngapain gue marah sama lo, lagian gue yakin kalau temen itu nggak bakal nikung temennya sendiri dari belakang," jelas Genta.

"Tapi, kalau lo sampai suka sama Kaira, awas aja lo," lanjut Genta dengan kekehannya.

Lain halnya dengan Gerhana, jika Genta menganggap ucapannya hanya sebuah lelucon, tetapi, Gerhana seakan tertampar dengan ucapan Genta. Ia semakin merasa bersalah kepada temannya itu, bahkan ia tidak tahu respon apa yang akan diberikan Genta terhadapnya jika mengetahui semuanya.

"Yaelah, serius amat, gue becanda kali," ucap Genta ketika melihat Gerhana hanya diam tanpa suara, sementara Gerhana hanya tersenyum kikuk.

****

"Lo yakin mau tetap latihan beladiri?" tanya Gerhana pada Kaira, ia khawatir dengan kondisi Tara yang tidak memungkinkannya untuk berlatih beladiri saat ini.

"Iya, gue yakin, lo bawel banget, sih, jadi cowo," kesal Tara pada pemuda yang saat ini tengah menuntunnya berjalan. Sejak di ruangan UKS tadi, Gerhana tidak henti-hentinya membicarakan itu, seolah dirinya itu lemah saja.

"Gue, kan, cuma mastiin aja," jawab Gerhana, ia berpikir jika gadis ini sungguh keras kepala.

"Kita berdua duluan, ya," ucap Genta berpamitan kepada Gerhana dan juga Tara.

"Kita duluan, ya, lo cepat sembuh, Ra," ucap Kaira kepada Tara.

"Makasih, ya, Kai, lo hati-hati di jalan," jawab Tara yang diangguki oleh Kaira.

Sementara Gerhana, lelaki itu hanya menatap kepergian Genta dan juga Kaira yang mana saat itu Genta membawa motor besar miliknya dengan Kaira yang di bonceng di bagian belakang. Akhir-akhir ini, Kaira dan juga Genta memang sering berangkat dan pulang sekolah bersama. Hal itu tentu saja membuat Gerhana sedikit cemburu, tetapi, ia hanya bisa memendam perasaan itu sendirian.

Tara yang melihat Gerhana terus menatap kepergian dua sejoli tadi, ia sangat tahu apa yang saat ini pemuda itu rasakan.

"Jealous lo?" ucap Tara membuat Gerhana melirik kearahnya.

"Apaan, sih, lo, sok tau banget," jawab Gerhana.

"Jujur aja kali, Na, suka, kan, lo sama Kaira?" tanya Tara.

"Eh, denger, ya. Kaira itu udah disukain sama Genta, jadi mana mungkin gue juga suka sama dia," jelas Gerhana, tetapi, tetap saja Tara tidak percaya, ia sangat tahu jika pemuda itu menyukai Kaira.

Tara tersenyum. "Lo nggak usah bohong sama gue, dari mata lo udah keliatan kalau lo itu suka sama Kaira, lo cuma takut aja, kan, nyakitin perasaannya Genta karena perasaan lo?"

Gerhana terdiam, karena apa yang dikatakan Tara memang benar.

"Benar, kan?" tanya Tara kepada pemuda yang masih setia menuntunnya berjalan itu.

"Berisik lo, mending sekarang lo duduk di atas motor, biar gue yang boncengin lo," ucap Gerhana.

Kemudian ia menaiki motor besar milik Tara, gadis itu memang setiap hari membawa motor kesayangannya itu ke sekolah. Namun, berhubung kondisinya yang tidak memungkinkan untuk mengendarai motor, maka Gerhanalah yang mengendarai.

"Pegangan yang kuat, biar nggak jatuh,"

Gerhana menautkan kedua tangan Tara di pinggangnya, tentu saja hal itu membuat Tara terkejut, karena hal itu membuat posisinya semakin dekat dengan pemuda itu. Bahkan saat ini ia dapat mencium aroma parfum khas milik Gerhana. Tidak butuh waktu lama setelah menghidupkan mesin motor, Gerhana langsung melajukan motor Tara dengan kecepatan rata-rata.

Tara terpaku, jantungnya berdetak tidak seperti biasanya. Baru kali ini ia merasa ada yang aneh di dalam dirinya.

"Kenapa lo? tegang amat, nggak pernah di bonceng sama orang ganteng, ya?" ucap Gerhana dengan pedenya.

Mendengar itu, Tara langsung tersadar dan melepaskan tautan tangannya dari tubuh Gerhana, rasanya saat ini ia ingin muntah mendengar ucapan dari pemuda itu, bagaimana bisa ia berkata sepeda itu.

"Idih, pede banget lo! Asal lo tau, aja. Lo itu termasuk cowo beruntung yang bisa boncengin gue, karena banyak cowo-cowo di luar sana yang ngantri mau boncengin gue kayak gini!" balas Tara tak kalah pedenya.

Sementara Gerhana, lelaki itu hanya tertawa mendengar ucapan Tara, ia sama sekali tidak mempercayai ucapan gadis itu.

"Kenapa lo? Enggak percaya sama gue?" Tara tidak terima pemuda itu menertawakannya.

"Gue nggak apa-apa, kok. Lagian gue juga nggak bilang kalau gue nggak percaya sama lo," jelas Gerhana.

"Terus, itu kenapa lo ketawa-ketawa?" Tara benar-benar kesal, ia yakin jika pemuda itu sedang menertawakan dirinya.

"Lah, suka-suka gue, dong. Emangnya nggak boleh kalau gue ketawa?" Gerhana tahu jika gadis yang di boncengnya saat ini tengah memendam amarah karena ulahnya.

"Enggak, gue nggak suka lo ketawa!" tegas Tara.

Gerhana menaikan alisnya meminta jawaban dari gadis itu. "Kenapa?"

"Ketawa lo jelek dan gue nggak suka!" ketus Tara, sementara Gerhana, ia sangat puas mengerjai gadis itu, ternyata mengganggu Tara bukanlah hal buruk.

PLUVIOPHILE ~SELESAI~ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang