Chapter 20

24 4 5
                                    

Gerhana langsung memeluk wanita paruh baya yang ia panggil dengan sebutan Mama itu, sementara Tara hanya melihat interaksi keduanya dengan perasaan bingung.

"Ma, Gerhana kangen banget sama Mama dan juga Gala, Ma."

Gerhana semakin mempererat pelukannya untuk melepas rasa rindunya selama ini, sudah sekian lama ia menunggu hari ini, di mana ia dipertemukan dengan Mamanya.

"Ghana, ini kamu sayang? Ini Ghana putra kecil Mama dulu?" tanya Luna memastikan, sementara Gerhana mengangguk dengan air mata yang saat ini sudah bergenang.

"Gerhana putraku." Luna langsung mengeratkan pelukannya, ia juga sama begitu merindukan putra sulungnya itu.

"Sayang, kamu sudah besar sekarang," kata Luna dengan air mata yang sudah mengalir deras dipipinya.

"Mama kenapa enggak pernah kasih kabar Gerhana lagi, Ma? Bahkan, ketika Mama udah balik ke Indonesia, Mama juga ngga kasih tau Gerhana, kenapa, Ma?" tanya pemuda itu, sudah sejak lama ia ingin menanyakan hal ini kepada Luna, kenapa Mamanya itu tidak pernah memberi kabar kepadanya.

"Gerhana, maafin Mama, sayang. Mama janji nggak akan ninggalin kamu lagi sekarang, Mama akan selalu ada untuk kamu, Nak," ucap Luna dengan tulus.

Gerhana mengangguk dan kembali memeluk Luna, ia begitu merindukan sosok yang saat ini sedang berada di pelukannya.

"Gala mana, Ma? Gala apa kabar, Gerhana kangen, Ma." Gerhana mencari keberadaan Gala.

"Gala ada, nanti Mama bawa kamu ketemu sama Gala, ya, sayang," ucap Luna kepada Gerhana.

Sementara Arkana yang baru saja keluar dari dalam ruangan dan mendengar semua pembicaraan diantara keduanya cukup Kaget. Arkana tidak menyangka jika ternyata Mama tirinya adalah Mama kandung dari sahabatnya sendiri.

"Jadi, wanita jalang ini Nyokap lo, Na!" ucap Arkana sambil menunjuk Luna.

"Shit!"

Arkana meringis ketika wajahnya dipukul oleh Gerhana, Genta yang baru saja keluar dari dalam ruanganpun kaget melihat kejadian yang baru saja ia lihat, ia bingung kenapa kedua sahabatnya bisa berkelahi seperti ini. Sementara, Tara, ia langsung menghampiri Arkana yang saat ini sudah mengeluarkan darah dari sudut bibirnya akibat pukulan dari Gerhana.

"Jangan pernah panggil Nyokap gue dengan sebutan jalang!" ucap Gerhana dengan penuh penekanan, mata Gerhana itu menatap tajam lelaki yang saat ini meringis di depannya.

Arkana tersenyum smirk. "Wanita ini emang pantes disebut dengan wanita jalang!"

"ARKANA!" Gerhana begitu marah, jika saja tidak ditahan oleh Luna, mungkin saat ini ia sudah menghajar Arkana sampai babak belur.

"Gerhana, cukup! Ini rumah sakit, jangan buat keributan di sini, Nak," ucap Luna kepada Gerhana.

"Gerhana enggak terima Mama disebut wanita jalang sama dia, Ma!" jawab Gerhana kesal.

"Kalau Nyokap lo emang beneran wanita baik-baik, dia pasti enggak akan ngerebut suami dari wanita lain!" hardik Arkana.

Gerhana terkejut termasuk juga Tara dan Genta, mereka benar-benar dibuat tidak percaya dengan ini semua.

Gerhana menatap kearah Luna meminta jawaban atas semuanya, di dalam hatinya ia terus meyakinkan jika Mamanya tidak mungkin melakukan semua ini. Sementara Luna tidak berani menatap mata Gerhana, jujur saja, ia juga tidak tahu jika ternyata Arakan adalah sahabat dari Gerhana.

"Istri kedua Bokap gue yang waktu itu gue ceritain ke lo itu dia, Na!" tunjuk Arkana kepada Luna.

"Karena ulah Nyokap lo ini, keluarga gue hancur, Na! Keluarga gue hancur!"

"Bahkan, Mama gue meninggal karena ulah Nyokap lo!" ucap Arkana emosi, ia tidak bisa mengontrol amarahnya, suasana hatinya tidak stabil saat ini. Disisi lain Arkana baru saja kehilangan Mamanya, sosok yang sangat berarti dalam hidupnya, tetapi, disisi lain ia juga tidak menyangka, ternyata wanita yang telah menghancurkan keluarganya adalah ibu dari sahabatnya sendiri.

"Ma, jawab Gerhana. Bilang kalau semua yang dikatakan Arkana itu enggak benar, Ma," ucap Gerhana.

"Mama bukan wanita yang Arkana bilang itu, kan, Ma?" tanya Gerhana, ia berharap jika semua yang dituduhkan Arkana itu tidak benar.

"Jawab Gerhana, Ma. Bilang kalau semua itu enggak benar!"

Gerhana sekali lagi menanyakan kepada Luna untuk memastikan jika semua itu tidak benar, tetapi, Luna hanya diam, ia masih tidak berani untuk bersuara. Ia tahu jika Gerhana pasti sangat kecewa kepadanya.

Gerhana mengangguk ketika mengetahui jawabannya, kata orang diam itu berarti iya. Ternyata benar apa yang dituduhkan Arkana kepada Luna Mamanya.

"Gerhana tahu sekarang, Ma. Gerhana enggak nyangka Mama bisa ngelakuin hal serendah ini, Ma," kata Gerhana dengan penuh kekecewaan.

"Gerhana, maafin Mama, sayang. Mama enggak tahu kalau ternyata Arkana itu temen kamu," lirih Luna, ia melihat jelas kekecewaan di mata putranya itu.

"Jadi maksud Mama, kalau Arkana bukan teman Gerhana, Mama masih akan tetap ngelakuin ini, Ma?" Gerhana tidak percaya dan benar-benar kecewa.

"Enggak, sayang." Luna menggeleng. "Gerhana dengerin Mama dulu, ya, sayang." Luna menangkup wajah Gerhana dan berusaha menjelaskan semuanya.

"Lepas, Ma." Gerhana menyentak tangan Luna, Gerhana tidak mau lagi mendengar penjelasan dari Luna, saat ini dirinya benar-benar kecewa.

"Udah enggak ada lagi yang perlu dijelasin, Ma. Gerhana tahu sekarang, bahkan Gerhana juga tahu alasan kenapa Mama ninggalin Gerhana selama ini," jelas Gerhana, ia menatap Luna dengan penuh kesedihan.

"Gerhana kecewa sama Mama!" kata pemuda itu, kemudian pergi meninggalkan Luna.

"Gerhana, dengerin Mama dulu sayang," panggil Luna yang sama sekali tidak digubris oleh pemuda itu.

"Gerhana," panggil Genta ketika melihat temannya pergi.

"Biar gue aja yang susul Gerhana," ucap Tara.

"Saya ikut," timpal Luna, ia juga ingin menyusul putranya.

"Sebaiknya Tante nggak usah ikut dulu, saat ini suasana hati Gerhana lagi nggak stabil, Tara takut kalau Tante nemuin Gerhana sekarang malah keadaannya akan semakin kacau," jelas Tara, ia berusaha membuat Luna mengerti.

Luna mengangguk paham, "Tante titip Gerhana sama kamu, ya," ucap Luna yang diangguki oleh Tara, kemudian gadis itupun pergi menyusul Gerhana yang  entah kemana.

****

Tara mencari Gerhana keseluruh rumah sakit dan untungnya ia bisa mendapati Gerhana yang saat ini tengah duduk sendirian di kursi taman rumah sakit itu.
Tara berjalan ke arah Gerhana yang saat ini masih fokus dengan pikirannya. ia tahu, pasti saat ini pikiran pemuda itu sedang kacau.

Dengan perlahan, Tara duduk di sebelah Gerhana dan memegang pundak pemuda itu.

"Na, are you okai?"

Gerhana langsung memeluk Tara ketika melihat gadis itu, Tara yang tidak keberatanpun mengelus pundak Gerhana dan mencoba menenangkannya.

"Enggak apa-apa, Na. Nangis aja, enggak semua orang itu kuat, terkadang nangis itu juga salah satu cara untuk menenangkan diri," kata Tara.

Gerhana semakin mengeratkan pelukannya, entah kenapa ia merasa nyaman ketika Tara berada di dekatnya.
Bahkan, suasana hatinya sedikit tenang saat ini.

"Makasih, Ra." Satu kata yang dapat Gerhana ucapkan kepada Tara.

PLUVIOPHILE ~SELESAI~ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang