Chapter 09

26 3 0
                                    


Sandikala nanadiwarna (Senja yang indah) adalah bukti tentang besarnya  cinta nabastala (Langit) untuk bentala (Bumi).

- Gerhana Madana Pradigta -

****

Rembulan malam ini tampak begitu indah dengan pancaran sinarnya. Hembusan angin malam begitu terasa di tubuh pemuda yang saat ini sedang duduk sembari memetik senar gitarnya, bersamaan dengan alunan lagu yang dinyanyikan oleh Genta. Waktu sudah menunjukan pukul 21.30 WIB, sejak pulang sekolah tadi, kedua sahabatnya itu belum pulang ke rumah dan mengganti seragam sekolah mereka.

Jika saat ini Gerhana dan juga Genta tengah bernyanyi bersama, lain halnya dengan Arkana. Lelaki itu sejak pulang sekolah tadi hanya diam dengan ekspresi murungnya. Bahkan Gerhana dan juga Genta sudah berulang kali menanyakan apa yang sedang terjadi kepada Arkana. Namun, sayangnya lelaki itu tidak mau membuka suara dan hanya diam.

"Handphone lo bunyi tu, Ta," ucap Gerhana ketika mengetahui ada panggilan masuk di Handphone Genta.

Pemuda itu segera mengambil Handphone yang tak jauh darinya, lalu mengangkat panggilan itu.

"Iya, Hallo." ucap Genta.

"Genta, kamu di mana? udah jam berapa ini, ayo pulang!" ucap seseorang dari balik telepon.

"Iya-iya, Genta pulang sekarang," jawab Genta, kemudian mematikan teleponnya.

"Na, gue pulang dulu ya! Kakak gue udah nyuruh gue pulang." ujar Genta yang di balas anggukan oleh Gerhana.

"Yaudah, lo hati-hati, ya," jawab Gerhana.

Genta melirik ke arah Arkana, lelaki itu masih tampak sama. Diam dan murung, ia tidak tahu hal apa yang sedang dialami Arkana saat ini.

"Ka!" panggil Genta hati-hati.

Arkana tertegun, dan melirik Genta, "Iya, kenapa?" tanya Arkana.

"Gue mau pulang, lo sendiri gimana?"

"Gue masih mau di sini, lo duluan aja nggak apa-apa."

Genta mengangguk paham, ia tahu jika saat ini Arkana pasti sedang mempunyai masalah di rumah. Meskipun sahabatnya itu tidak memberitahu. Genta tahu betul sifat Arkana jika sedang mengalami masalah di rumah, ia pasti enggan untuk pulang.

Setelah kepergian Genta, Arkana melirik ke arah Gerhana yang masih setia memetik senar gitarnya sembari menikmati sinar rembulan malam ini. Mereka saat ini memang tengah berada di teras depan rumah Gerhana, mereka duduk di kursi panjang yang terbuat dari bambu.

"Na, gue malam ini nginap di rumah lo boleh nggak?"

Gerhana langsung melirik ke arah sahabatnya itu, ia sedikit kaget karena tidak biasanya Arkana ingin menginap secara tiba-tiba seperti ini, Biasanya jika ingin menginap di rumah Gerhana, pasti mereka bertiga sudah janjian terlebih dahulu.

"Ya, boleh-boleh aja sih, tapi, tumben lo dadakan gini?" tanya Gerhana.

Melihat Arkana hanya diam, Gerhana mencoba mendekati lelaki itu.
"Lo kalau ada masalah cerita, jangan di pendam sendirian," ujar Gerhana.

"Kalau lo nggak mau cerita sama gue, lo juga bisa cerita sama Genta, jangan lo pendam kayak gini," lanjutnya.

Arkana menatap Gerhana, memang benar apa yang diucapkan sahabatnya itu. Tapi, ia bingung harus menjelaskan dari mana terlebih dahulu.

"Gue bingung, Na." Arkana membuka suara.

"Bingung kenapa?" tanya Gerhana penasaran.

"Gue bingung, gimana nasib keluarga gue kedepannya?" Arkana tersenyum kecut, "Apa jangan-jangan keluarga gue akan berantakan, ya?" ucap Arkana.

"Memangnya keluarga lo kenapa? Bukannya keluarga lo baik-baik aja?" Gerhana bingung dengan arah pembicaraan Arkana, yang ia tahu jika keluarga Arkana adalah keluarga yang harmonis.

"Itu yang lo tahu, Na. Yang sebenarnya terjadi di keluarga gue nggak seperti apa yang lo lihat," jelas Arkana.

"Maksud lo?" Gerhana semakin bingung.

"Sebenarnya ...." Arkana sempat diam sebelum melanjutkan ucapannya. "Papa gue udah nikah lagi sama perempuan lain." Gerhana kaget, ia tidak menyangka jika papa Arkana akan berbuat seperti itu.

"Gue juga baru tahu kemarin, kalau ternyata Papa nikah lagi dan ngehianatin Mama." Arkana langsung mengusap air matanya, ia tidak mau terlihat lemah di hadapan sahabatnya.

"Gue benar-benar benci sama Papa, gue nggak nyangka Papa bisa ngelakuin hal itu sama Mama!" kesal pemuda itu, setiap kali ia mengingat perlakuan brengsek papanya, ia jadi membenci sosok yang ia sebut papa itu.

Gerhana hanya diam dan berusaha menguatkan Arkana, jujur saja dirinya juga tidak menyangka jika hal seperti ini akan terjadi kepada keluarga Arkana yang notabenenya adalah keluarga harmonis.

"Yang lebih parahnya ..." Arkana diam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya.

"Papa gue ngajakin keluarganya untuk tinggal bareng di rumah, karena batas kontrak kerja Papa gue di luar negeri udah habis, jadi dia terpaksa bawa anak dan istrinya ke rumah," jelas Arkana.

"Anak dan istri? Jadi, Papa lo udah punya anak dari istri barunya?" Arkana mengangkat kedua bahunya.

"Gue nggak tahu. Tapi, umur anak dari istri baru Papa gue nggak beda jauh dari kita." jelas Arkana.

"Kalau anak itu beneran anak kandung dari Papa lo dan istrinya itu, berarti Papa lo udah lama nikah sama perempuan itu," ucap Gerhana menduga-duga.

"Bisa jadi, lo tahu sendiri kalau Papa gue itu selalu kerja di luar negeri dan jarang di rumah. Dan gue yakin, pasti Papa gue pergi ke luar negeri untuk menemui anak istrinya di sana!" ucap Arkana, matanya menyorot tajam. Ia benar-benar membenci seseorang yang ia sebut Papa itu.

Arkana mengepalkan kedua tangannya.

"Gue nggak akan biarin dia dan keluarganya hidup bahagia! Terutama perempuan itu, dia udah ngerusak keluarga gue! Gue nggak akan tinggal diam!" ucap Arkana dengan penuh kemarahan.

"Lo tenangin diri lo, Ka. Lo nggak boleh ngomong kayak gini." Gerhana segera menenangkan Arkana, ia tahu jika saat ini perasaan lelaki itu sedang tidak stabil.

"Enggak bisa, Na! Gue nggak mau lihat Papa gue bahagia sama perempuan itu, sementara Mama gue menderita karena mereka!" ucap Arkana dengan sorot mata merah padam.

Gerhana diam, ia bingung harus berkata apa, ia tahu apa yang saat ini dialami Arkana. Wajar saja jika lelaki itu kesal dan marah kepada papanya. Mungkin, jika dirinya berada di posisi Arkana, ia akan melakukan hal yang sama.

"Yaudah, sekarang lo tenangin diri dulu, lo boleh nginap di rumah gue kapanpun lo mau," ucap Gerhana.

"Makasih, Na," ucapnya.

Gerhana mengangguk, "Iya, sama-sama."

"Mending sekarang kita masuk, lo juga harus mandi dan ganti baju." Ajak Gerhana.

"Tapi, gue enggak bawa baju ganti, Na," balas Arkana.

"Lo kayak sama siapa aja, udah pakai baju gue aja, tu banyak di lemari." balas Gerhana.

"Ya udah, ayo masuk!"

Gerhana mengajak Arkana untuk masuk ke rumah, setelahnya ia pergi ke kamar untuk mengambil baju ganti sekaligus celana untuk sahabatnya itu.

"Nih, pakaian ganti buat lo." Gerhana menaruhnya di atas meja depan Arkana.

Arkana mengambil pakaian ganti itu, kemudian berjalan ke kamar mandi. Setelah beberapa menit, Arkana keluar dengan memakai pakaian yang tadi Gerhana berikan. Pakaian itu sangat cocok di tubuhnya.

"Na, emangnya enggak ada baju lain, ya? Jelek banget bajunya."

Ucapan Arkana membuat Gerhana geram. Sahabatnya itu memang tipe manusia yang tidak bisa diberi hati.

"Sialan!"

"Sini balikin baju gue! Terserah lo mau pakai baju atau nggak gue nggak peduli," kesal Gerhana.

"Yaelah, becanda kali," ucap Arkana, bahkan di tengah banyaknya masalah lelaki itu masih saja sempat bercanda.

PLUVIOPHILE ~SELESAI~ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang