Bel pulangpun berbunyi, semua murid bersiap merapikan buku-buku mereka ke dalam tas dan bergegas untuk pulang.
"Gue duluan, ya. Soalnya gue udah janjian mau belajar bareng sama Kaira," ucap Genta kepada kedua sahabatnya itu.
Gerhana yang saat itu tengah sibuk merapikan bukunya hanya mengangguk singkat. Jika boleh jujur, dirinya benar-benar cemburu melihat kedekatan Genta dan juga Kaira, semakin hari mereka semakin dekat saja. Mungkin, hanya perlu menghitung beberapa hari lagi, untuk mendengar pengumuman jika mereka berdua telah resmi berpacaran. Bila saat itu tiba, maka Gerhana harus bersiap untuk rasa sakit itu.
"Hati-hati, lo," balas Arkana.
Arkana menggeleng sambil tertawa melihat kepergian Genta. "Gercep juga tu anak," ucapnya.
Kemudian, lelaki itu melirik ke arah Gerhana, pemuda itu saat ini sudah menyandang tas ranselnya dan bersiap untuk pulang.
"Lo nggak ada niatan mau cari pacar juga, Na?" ucap Arkana dengan gurauannya.
"Gue mau fokus sekolah dulu, lagian, pacaran cuma buang-buang waktu," balasnya.
"Siap, deh. Yang paling fokus sekolah," ucap Arkana diringi gelak tawa.
"Oh iya, kita nggak bisa bareng nih, Na. Gue mau jenguk Mama gue di rumah sakit."
Gerhana kaget mendengar kabar jika mamanya Arkana berada di rumah sakit.
"Mama lo masuk rumah sakit? Kok lo baru bilang ke gue sih, Ka," kesal Gerhana, karena ia baru mengetahui hal itu.
"Gue juga baru dapat kabar dari Bi Tuti siang ini, Na. Kata Bi Tuti, asam lambung Mama gue kambuh, mungkin karena Mama gue banyak pikiran dan pola makannya juga nggak teratur," jelas pemuda itu.
"Gue turut prihatin sama keadaan keluarga lo, Ka. Gue cuma bisa bantu doa semoga keluarga lo cepat membaik." Gerhana menepuk pelan pundak Arkana untuk menguatkan lelaki itu.
"Aamiin, Thanks, ya."
"Sorry, ya. Gue belum bisa jenguk hari ini, soalnya gue udah janji mau ke rumah Papa," jelasnya.
"Iya, Na. Enggak apa-apa, kalau gitu gue duluan, ya," balas Arkana, sebelum ia pergi.
****
Gerhana berjalan dengan santai menyusuri koridor sekolah, tujuannya saat ini hanya satu, yaitu pergi ke rumah Papanya, ia tidak sabar ingin bertemu adik kecilnya Gio. Gio adalah anak ketiga dari Papanya dan ibu tirinya, sementara kedua adiknya sudah mulai tumbuh besar, anak pertama Papanya saat ini sudah menginjak bangku SMP, sedangkan yang kedua berada di bangku SD.
Sesampainya di parkiran, Gerhana sudah ditunggu oleh ketiga pemuda yang tadi sempat berurusan dengannya di kantin.
Melihat target yang di tunggu sudah tiba, ketiga pemuda itu langsung menyeret Gerhana ke halaman belakang sekolah. Ketiga pemuda itu menarik paksa Gerhana untuk masuk ke dalam gudang yang berada di sana."Ayo, masuk!"
Keinan menarik paksa kera baju Gerhana. Kemudian, ia menghempas tubuh Gerhana sampai terhuyung menyentuh tembok, hal itu mengakibatkan kening Gerhana sedikit lebam dan pusing.
"Maksud lo numpahin es teh ke seragam gue tadi, Apa?" Bentak Keinan, pemuda itu mencengkram kuat kera baju Gerhana.
"Gu-gue, nggak ada maksud apa-apa, kak. Yang tadi benaran nggak sengaja," ucap Gerhana, saat ini ia sangat ketakutan.
Gerhana bukan tipikal orang yang ingin mencari gara-gara ataupun musuh, tujuannya hanya satu, yaitu bersekolah dengan baik.
"Enggak sengaja lo bilang?" Keinan menatap tajam manik hitam Gerhana.
"Iya, kak. Gue nggak sengaja, gue minta maaf," jawab Gerhana, ia berharap jika Keinan memaafkannya.
"Minta maaf lo bilang? Di kampus gue nggak ada yang namanya maaf, sekali Lo berurusan sama gue, lo nggak akan bisa tenang sekolah di sini," ucap Keinan dengan penuh penekanan, membuat Gerhana yang mendengarnyapun meringis ketakutan.
"Udah, Nan. Mending kita hajar aja," timpal Langit, salah satu teman Keinan.
"Iya, Nan, kita langsung hajar aja, nih bocah, biar dia kapok," sahut Deon.
"Bener juga, kalian tutup pintunya biar gue kasih pelajaran, nih, anak," ucap Keinan tersenyum smirk.
"Jangan, Kak. Gue janji kejadian tadi nggak akan terulang lagi," ucap Gerhana ketakutan, ia sama sekali tidak berani menghadapi ketiga pemuda ini.
Bruk!
Pintu seketika terbuka lebar, semua pasang mata langsung tertuju pada seorang gadis yang baru saja menendang pintu tadi hingga terbuka lebar.
"Tara," ucap Gerhana.
"Tara, kok lo bisa di sini?" Keinan kebingungan, ia tidak tahu jika gadis itu sedari tadi sudah mengutit mereka secara diam-diam.
"Kenapa, lo kaget? Gue bisa tahu kelakuan bajingan lo ini!" maki Tara dengan santainya.
"Sialan! Mending lo pergi dari sini, jangan pernah coba-coba untuk ikut campur urusan gue, kalau lo mau aman di sekolah ini," ucap Keinan mengingatkan.
Tara tersenyum sinis, lalu mendekati pemuda itu. "Lo pikir, gue bakalan takut sama ancaman taik lo ini!" jawabnya, sementara kedua mata mereka saling menatap tajam.
"Kurang ajar, lo!" geram Keinan.
Pemuda itu hendak memukul wajah Tara, untungnya Tara sempat mengelak lalu membalas dengan tendangan yang berhasil ia layangkan tepat di perut Keinan. Gadis itu dengan terlatih menghajar Keinan yang sudah kewalahan. Sementara Gerhana, ia hanya menatap takjub, ia tidak mengira jika gadis resek itu jago berkelahi.
Keinan berhasil meringkus Tara di dekapannya, ia tersenyum melihat keberanian dari gadi itu. Sementara kedua temannya yang lain ikut senang melihat Keinan dapat menaklukkan gadis itu.
"Lepasin dia, Kak. Dia nggak salah apa-apa," ucap Gerhana, meskipun gadis itu menyebalkan, tetapi, ia tidak tega jika melihat seorang gadis diperlakukan dengan kekerasan.
"Diem lo!" sentak Keinan, membuat Gerhana terdiam.
Kemudian pemuda itu menatap penuh kemenangan pada Tara yang saat ini terus memberontak agar segera dilepaskan dari cengkramannya.
"Mangkanya jangan sok jagoan jadi cewek," ujar Keinan.
"Lepasin gue, sialan!" Tara terus memberontak, sementara Keinan hanya tersenyum puas.
"Nan, ada penjaga sekolah. Kayaknya dia mau ke sini deh," ucap Deon memberitahu.
"Ck! Sialan," kesal Keinan.
Ia terpaksa melepaskan cengkramannya, ia kesal karena tidak bisa menuntaskan aksinya hari ini. Namun, tenang saja, bukan Keinan namanya jika melepaskan mangsanya begitu saja.
"Gue nggak akan biarin kalian berdua tenang di sekolah ini!" ancamnya sebelum pergi. Sementara Tara, gadis itu tetap menatap tajam Keinan tanpa adanya rasa takut.
"Lo nggak apa-apa, kan?" tanya Tara.
"Gue nggak apa-apa," ketus Gerhana.
Tara yang mendengarpun hanya mengangguk saja. "Syukur deh kalau gitu," balasnya.
"Lo lain kali nggak usah bantuin gue lagi dari mereka," ucap Gerhana,membuat Tara bingung.
"Kenapa? Gue, kan, niatnya baik mau nolongin lo dari mereka," balas Tara.
"Gue nggak mau ditolongin sama lo!" kesal Gerhana, ia sedikit meninggikan nada suaranya.
"Galak amat, lagi menstruasi lo? Lagian, ya, kalau lo nggak mau gue tolongin, lo lawan mereka lah, jangan cuma diem aja. Memangnya lo mau terus-terusan di ganggu sama mereka? Kalau gue jadi lo, sih, gue nggak mau," jelas Tara.
"Berisik lo! urusin aja diri lo sendiri, nggak usah urusin gue. Intinya gue nggak mau lo tolongin lagi!" Tegas Gerhana, sebelum ia pergi meninggalkan Tara.
"Idih, nggak jelas banget, tu, anak. Bukannya makasih udah ditolongin juga, capek, nih." kesal Tara.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIOPHILE ~SELESAI~
Teen Fiction"Aku dilahirkan ditengah keluarga yang utuh dengan penuh tawa tetapi, aku dibesarkan ditengah keluarga yang hancur berantakan!" Gerhana Madana Pradigta Menceritakan seorang pemuda pecinta hujan bernama Gerhana Madana Pradigta. Gerhana terlahir dari...