14

4 0 0
                                    

Pesta perayaan masih berlanjut. Hingga tiba diacara puncak pada hari ke-7. Setelah seminggu bersuka cita merayakan ulang tahun Kedua Putri, malam ini seluruh rakyat berada di depan rumah masing-masing.

Membawa lampion yang telah dinyalakan.

Di balkon Istana utama, Pangeran Mahkota memimpin upacara ini. Dia pejamkan mata kemudian berdoa dalam hati. Berharap kedua adiknya segera kembali. Atau paling tidak mereka harus tetap sehat dimanapun berada.

Tak hanya Steven, kedua adik sambungnya pun berharap hal yang sama. Mereka inginkan akhir yang baik. Dan segera kembali bertemu dengan dua saudara perempuan mereka.

Lampion milik Steven diterbangkan. Diikuti dua lampion lain milik Pangeran Elvis dan Pangeran Jacob. Kemudian, lampion lain pun menyusul diterbangkan. Dan kini Zephyr begitu indah dengan kelap kelip cahaya lampion yang menggantung di langit.

Hal itu pun turut dilakukan oleh Victoria, Margareth, Joanna, dan Jieand juga turut menerbangkan lampion mereka sama seperti yang lain.

"Kak...Kami di sini. Tapi, kami belum bisa kembali ke rumah karena Kak Alexandra belum mengingat tentang kita. Aku janji akan selalu ada di sampingnya seperti apa yang Ibu amanatkan pada kita."

Margareth menerbangkan lampion itu ke udara. Dan Jieand memeluknya saat menyadari sang kekasih menitikkan air mata.

"Yakinlah jika semuanya pasti akan berakhir baik, Maggie," bisiknya.

Sementara Victoria menatap langit Zephyr yang kini penuh dengan cahaya lampion berwarna-warni. Mata indahnya berbinar kala menatap keindahan di hadapan.

"Impianku adalah melihat lampion yang diterbangkan oleh rakyat saat hari ulang tahunku, Ibu."

"Kau pasti akan mendapatkannya, Sayang."

"Ayah! Rakyat selalu bersorak padaku. Apa mereka tak menyukaiku?"

"Tidak, Nak. Itu berarti mereka sangat menyayangimu."

"AKH!!" teriak Victoria seraya kembali memegangi kepalanya yang begitu sakit.

Suara-suara asing itu kembali muncul. Dan kepalanya menjadi pening sekaligus berisik jika ada hal itu datang. Tanpa dia sadari, darah segar keluar dari hidung. Itu membuat Margareth khawatir bukan main.

"KAK VICTORIA!" pekiknya.

"Ya Tuhan. Bawa Victoria ke dalam," pinta Joanna yang langsung berlari ke dalam untuk menyiapkan alat medisnya.

"Jie, bisakah?"

"Aku di sini untuk membantu, Maggie. Ayo ke dalam," balas Jieand seraya menggendong yang lebih tua.

Di dalam sana, Joanna berusaha menyadarkan Victoria yang masih menutup erat matanya. Wanita muda itu masih berteriak dan menarik rambutnya sendiri. Margareth tak pernah kuat melihat pemandangan seperti ini. Jieand langsung menggenggam erat tangannya dan mendekap sang kekasih yang sudah menangis.

"Serahkan semuanya pada Tuhan. Dan Dokter Karl pasti akan melakukan apapun untuk mengatasi keadaan Kak Victoria."

"Aku tak pernah melihatnya sekacau ini, Jie. Tak bisakah Tuhan memberikannya kesembuhan? Ini tak hanya menyakitinya. Tapi juga menyakitiku," tangisnya.

"Kita berdoa pada Tuhan. Aku yakin Kakak pasti akan sembuh."

Sementara itu, Joanna memberikan sebuah ramuan yang membuat Victoria tertidur lagi. Setelah membersihkan sisa darah yang mengalir dari hidung Victoria, sang dokter kini menyampaikan hal penting pada Margareth.

"Bagaimana, Kak Jo?" tanya Margareth.

"Saran saya, lebih baik jika kalian segera kembali ke Erden. Jika ini terjadi terus-menerus, bukannya itu baik. Tapi itu bisa membuat nyawa Victoria dalam bahaya," ucap Joanna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Missing PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang