Chapter 13 : The Bad Dream Just Began

3.5K 509 31
                                    

Sejak Mirah menggeser profil Bri ke kanan, hidup gadis itu mendadak berubah 180 derajat. Tidak buruk sekali memang, tapi dia mendadak harus menjadi pekerja yang standby 24 jam. Bukan hanya mengurusi naskah seorang penulis terkenal, tapi juga anak dari penulis itu.

Tanpa sadar Mirah menghela napas panjang, sebelum kemudian merentangkan kedua tangan dan kakinya lebar-lebar di ranjang. Senyum lebarnya terpasang. Akhirnya, setelah terjebak dengan Bri selama seminggu terakhir sampai jarang pulang, Mirah bisa seharian di kamarnya–ya walaupun masih sempat panggilan video dengan penulisnya itu, tapi setidaknya dia di rumah.

Sialnya, kehadiran Mirah di apartemen tidak dibarengi dengan kehadiran Rani di tempat ini. Sahabatnya itu berkencan seharian dari pagi dan sampai pukul sebelas malam belum pulang. Padahal dia rindu ngobrol ngalor-ngidul dengan sang sahabat.

Tiba-tiba terdengar bunyi pintu dibuka, diikuti suara, "I'm home!"

Teriakan Rani yang sangat Mirah kenal sontak membuat gadis itu melompat dari ranjang. Dia berlari keluar kamar, lalu menerjang sahabatnya itu yang baru melepaskan sepatunya di depan pintu masuk.

"RANI!" teriak Mirah. Dipeluknya Rani erat-erat. "Kangen, kangen, kangen banget! Kenapa sih lo harus kencan di saat gue available di rumah."

"Lebay!" cibir Rani. Dia menarik lepas pelukan Mirah. "Makanya bilang ke penulis lo, kalau nemeninnya jangan sampai malam apalagi sampai tidur di rumahnya. Sampai gue mikir, jangan-jangan abis gini lo pindah ke rumahnya."

Mirah berdecak pelan. "Iya, tinggal di rumahnya terus dijadiin babu sama babysitter. Untungnya anaknya baek dan sweet. Bapaknya aja nih bikin darting, tapi tiap gue mau ngomel pasti nggak bisa. Hadepin dia tuh nyeremin, segan, terus gue otomatis patuh dan iya iya aja."

"Jangan jadi babu dan babysitter atuh, Neng, jadi nyonya rumah kan lebih bagus." Rani terkekeh pelan sambil menepuk puncak kepala Mirah. "Gue jadi kepo sih, semenyeramkan apa Mas Bri itu sampai bikin lo yang agak-agak pembangkang ini mendadak patuh. Sampai-sampai rela kerja 24 jam."

"Jangan doa ketemu dia deh, nanti kalau dia tiba-tiba nongol depan rumah kita bisa berabe." Mirah menggeleng. Dia bergidik membayangkan sosok Bri muncul di depan pintu rumah ini.

Rani sendiri hanya tergelak sesaat, sebelum kemudian bergerak menuju kamarnya sendiri. Sementara itu, Mirah berpikir keras. Jujur dia tidak mau apartemen ini kembali hening apalagi setelah sahabatnya ini pulang.

Seketika senyum Mirah merekah lebar. "Ran, nonton yuk! Udah lama kan kita nggak nonton."

"Semalam ini?" tanya Rani. Dia menoleh sambil membuka pintu kamarnya.

Mirah mengangguk. "Gue baru cek ada film horor baru. Gimana?"

Tawaran itu langsung disetujui Rani dengan anggukan kepala. Salah satu yang membuat mereka bersahabat adalah keduanya sama-sama doyan menonton film-film horor. Bahkan mereka setuju, horor asia jauh lebih keren daripada horor barat yang sebenarnya template.

Sembari menunggu Rani bersih-bersih dan berganti pakaian, Mirah mulai mempersiapkan girls night party mereka. Dia membuat popcorn karamel. Kola dingin 1 liter dia keluarkan dari kulkas. Tidak lupa juga selimut tebal sambil memastikan pendingin ruangan diatur di suhu paling rendah. Terakhir adalah mematikan seluruh lampu dan menyisakan cahaya dari televisi saja.

"Ran, buruan! Udah hampir satu jam nih!" teriak Mirah.

Tak lama Rani muncul. Sahabatnya itu sudah mengganti pakaian kencannya yang kasual menjadi piama tidur bergambar bunga matahari. Sedangkan Mirah, dia juga mengenakan piama bergambar kodok hijau.

Swipe Right Into Your Arms [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang