Mirah tahu Tuhan selalu punya rencana-rencananya sendiri untuk setiap hambanya. Semuanya terbaik walau terkadang jalan mendapatkan kebaikan haru dilalui dengan darah dan air mata. Namun, Juna jelas bukan rencana yang Mirah bayangkan.
Harus Mirah akui dengan enggan bahwa Juna pernah mengisi hatinya saat SMA. Alasan standar, keluarga mereka dekat dan Juna sering mengajaknya pulang pergi bersama. Sampai dia tahu sebenarnya Juna hanya menjadikan Mirah alasan saja agar dapat izin dari sang ibu.
Sekarang ketika Juna berdiri di depan matanya. Kemudian, pria itu berkata bahwa mereka dijodohkan membuat Mirah kehilangan kata-kata. Gadis itu hanya menatap Juna sambil mengerjap mata. Otaknya mendadak kosong.
"Mirah," panggil Juna yang menyentak Mirah.
"Ya, ya?" Mirah meringis. "Sori, gue shock berat. Gimana kalau kita ngobrol aja di atas. Di apartemen gue."
"Kasmirah, saya rasa nggak baik ajak cowok asing ke apartemen kamu apalagi cuma berdua aja."
Suara Bri membuat Mirah menoleh. Pria itu bergerak mendekat, lalu berdiri tepat di depan Mirah. Aroma parfum wood yang kuat selalu membuat hati gadis itu berdesir. Dia terdiam. Tatapannya seperti fokus hanya pada pria yang usianya terpaut enam tahun darinya itu.
"Bukan apa-apa kamu perempuan dan orang ini laki-laki. Saya sarankan buat ngobrol di lobi atau di tempat terbuka," lanjut Bri. Dia mengulurkan tangan menggapai Aksara yang sedang Mirah gendong. "Aksara, ayo sekarang sama Papi."
"NGGAK MAU!" teriak Aksara. Dengan sengaja anak itu menepis pegangan Bri.
"AKSARA." Nada suara Bri meninggi dan tegas.
"MAU SAMA TANTE! MAU SAMA TANTE!"
Tak lama tangis Aksara pecah. Tentu saja Mirah tidak tega membiarkan anak dalam gendongannya ini semakin bersedih. Karena semakin hari mereka semakin dekat.
"Oh, iya, Sayang, iya, Sayang. Aksara jangan nangis ya," ucap Mirah. Dia menenangkan Aksara sambil mengusap-usap puncak kepala anak itu.
Begitu Aksara mulai sedikit tenang, Mirah menoleh ke arah Bri. "Nggak apa-apa. Mas. Aksara sama saya aja. Hari ini dia pasti kecapekan abis main seharian, jadi kayaknya tantrum kecil nggak apa-apa."
"Tapi, kamu ...." Bri melirik Juna. "Ada urusan, Kasmirah."
Mirah menoleh kepada Juna. Dia nyengir. "Jun, nggak apa-apa kan ngobrol sambil aku bawa Aksara? Kalau kayak gini kondisinya ngobrol di apartemenku nggak masalah."
"Oh eh ... boleh." jawab Juna sambil meringis. "Ngikut aja."
Segera saja Mirah bergerak lebih dulu, sedangkan Bri dan Juna mengikuti. Tidak ada yang berbicara. Apalagi sekarang Aksara sedang merengek dan minta ditenangkan dengan usapan lembut.
Ketika berada di lift, Mirah berdiri tepat di belakang dan di antara Bri dan Juna. Tanpa sadar gadis itu memperhatikan dua pria itu bergantian.
Jika harus jujur, Juna sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan Bri. Terlalu jauh. Juna sekalipun punya jabatan seorang kepala cabang sebuah bank, tapi auranya benar-benar kalah dari Bri. Pria itu bahkan terlalu kurus, sedangkan penulis slash atasannya itu punya tubuh berotot berkat latihan setiap hari. Terpenting aroma tubuh Bri jauh lebih enak daripada Juna.
ASTAGA GUE MIKIR APA? maki Mirah seraya menggelengkan mata. Untungnya tak lama lift berdenting tepat di lantai apartemennya. Dia bergegas lebih dulu menuju unitnya.
"Kasmirah, saya pulang aja sama Aksara," ucap Bri. Sekali lagi dia ingin meraih tubuh Aksara, tapi sang putra tetap menolak sambil merengek. "Aksara, ayo pulang."
![](https://img.wattpad.com/cover/351497289-288-k718640.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Swipe Right Into Your Arms [TAMAT]
Romance"I only swipe right for someone who makes my heart flutter for no reason." Semua gara-gara dating apps! Kalau tidak sedang buru-buru pamer pasangan, Kasmirah tidak akan swipe right profile Bri yang super tampan itu. Dia juga menyalahkan Bri, kenapa...