Baru juga dua hari kerja, Mirah sudah tidak bersemangat berangkat ke kantor. Ada dua kemungkinan, dia belum beradaptasi dengan sistem kerja di Wang Publishing. Atau sebenarnya karena tugas pertamanya adalah mengurus Tri Wangsa yang ternyata adalah Brihaspati Darmawangsa, pria menyebalkan yang dia temukan dari aplikasi kencan online.
Untuk sesaat Mirah berhenti sejenak. Dia menghela napas panjang sambil menatap tangga menuju lantai dua, area divisinya berada. Senyum juga dia coba untuk ukir di wajah. Sebelum kemudian, lambat-lambat naik.
Begitu sampai, Mirah segera menduduki kursi kerjanya dan menyalakan komputer kantor. Dia menoleh ke kanan-kiri. Jam memang lima belas menit lagi menuju pukul sembilan pagi, tapi di sini benar-benar hanya ada dirinya saja.
"Mari kita cek e-mail kantor," gumam Mirah. Dia mulai menekuni komputernya yang baru menyala.
Ini adalah kebiasaan Mirah sejak mulai bekerja, setiap pagi sebelum mulai aktivitas di kantor, dia akan membuka e-mail pekerjaan. Setidaknya memastikan mungkin ada rekan kerjanya yang terlambat mengirimkan pekerjaan atau sebagai editor, ada naskah penulis yang dikirim tengah malam.
Hanya saja ketika layar kantor sudah memuat kotak masuk khusus untuk menampung email kantor, seketika Mirah memelotot. Dia kira tidak akan ada email yang dia temukan, mengingat baru kemarin dia mendapatkan email kantor ini. Namun, dia salah.
"Triwangsa?" Mirah mendengkus keras membaca siapa pengirim email ini. "Orang gila!"
Di sini bukan hanya ada satu email masuk dari Tri Wangsa, tapi ada pria itu memenuhi satu halaman penuh. Tanpa sadar Mirah mengepal tangan. Dia bergumam, "Ini orang maunya apa sih?"
Mirah memaki dalam hati. Sialnya, dia tidak berani menggunakan nama Tri Wangsa karena baginya nama itu keramat. Bagaimanapun Mirah di sini karena Tri Wangsa, terlepas siapa orang di balik penulis kesukaannya itu.
Segera saja Mirah membuka email pertama dari Tri Wangsa. Lagi-lagi dia mendengkus keras membaca isinya.
From : triwangsa@gmail.com
Hubungi saya di nomor ini 081**** secepatnya. Jangan lama-lama! Semalaman saya gak bisa tidur gara-gara kamu nggak balas diskusi saya sama sekali.
"Ya Tuhan, ini orang bener-bener gila," maki Mirah.
Kalimat pertama email, Mirah masih oke. Kalimat kedua sungguh tampak jelas tukang perintah. Dan ketika kalimat ketiga dia baca, gadis itu menggeleng.
"Gue ini editor lo, bukan asisten yang harus 24 jam nemenin lo ngobrol!" omel Mirah. Dia melirik kapan Bri mengirim pesan kepadanya. "Diskusi apaan coba pukul dua malam. Gue tidur!"
Mirah merebahkan dirinya di kepala kursi. Matanya terpejam. Obrolan semalam dengan Rani di ruang tamu kembali berputar di kepala.
[Sisa semalam ....]
Mirah membaca ulang beberapa bab buku-buku Tri Wangsa. Kemudian, membandingkan tulisan itu dengan sosok tampan, tapi kejam yang dia temui melalui aplikasi kencan online.
"Nggak, nggak, ini terlalu ... beda," gumam Mirah sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Tulisan Tri Wangsa ini begitu bagus dan bisa merangsang imajinasi pembaca. Bagaimana Tri Wangsa menggambarkan sebuah dunia baru terasa hidup. Tokoh-tokohnya yang kuat, tapi juga hangat akan cinta. Walau ini fantasi, tapi setiap hal baru dalam buku seperti membentuk logika baru. Berbeda dengan sosok yang Mirah temui tadi dan juga sinopsis baru yang Bri kirimkan, kejam dan tidak masuk akal.
"Kenapa lo?"
Suara Rani sukses membuat Mirah menoleh. Sahabatnya itu berdiri di ambang pintu masuk apartemen. Blazer kerjanya sudah dia lepas dan ditenteng bersamaan dengan tas tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Swipe Right Into Your Arms [TAMAT]
Romance"I only swipe right for someone who makes my heart flutter for no reason." Semua gara-gara dating apps! Kalau tidak sedang buru-buru pamer pasangan, Kasmirah tidak akan swipe right profile Bri yang super tampan itu. Dia juga menyalahkan Bri, kenapa...