Chapter 10 : Then The Kiss Happened

4.1K 548 30
                                    

Firasat Mirah buruk dan gadis itu sadar bahkan sejak berada duduk di bioskop tadi. Dia ingat betapa kaku dirinya selama menonton. Alasan bukan karena pria di sebelahnya yang membawakan debaran konyol di hati, tapi juga rasa tidak nyaman di punggung.

Mirah sampai memeriksa kalender menstruasinya. Seharusnya masih ada beberapa hari lagi sebelum keluar. Namun tetap saja, kadang rasa tidak nyaman sebelum mestruasi datang beberapa hari sebelumnya.

Sialnya, ketika Mirah ingin pulang saja, dia tertahan oleh Aksara. Ajakan tulus anak itu tentu susah ditolak. Apalagi ada embel-embel kejutan. Gadis mana di dunia ini tidak suka kejutan apalagi dibuat oleh anak kecil semanis Aksara? Jawabannya tidak ada!

Hanya saja ketika sampai di rumah Bri, rasa kramnya mulai menjalar ke perut bagian bawahnya. Mau tak mau Mirah langsung menuju kamar mandi. Dan benar saja, ada bercak merah di celana dalamnya.

"Bagus banget!" keluh Mirah. Dia mengernyitkan kening menahan sakit. "Kenapa harus keluar sekarang sih?"

Untuk sesaat Mirah menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Sebelum kemudian, dia meraih tas tangannya. Untung saja dia selalu siap sedia pembalut di dalam tasnya.

Hanya saja ketika Mirah merogoh bagian dalam tas tempat pembalut selalu berada, seketika dia terdiam. Matanya melebar. Tanpa sadar dia kembali mengeluh, "Kok nggak ada?"

Sekali lagi Mirah merogoh tempat itu dan lagi-lagi kantong kecil itu kosong. Dia mencoba berpikir jernih. Dikeluarkan seluruh isi tasnya. Dicarinya pelan-pelan benda kecil itu. Namun, tetap saja nihil.

Sampai akhirnya, ingatan pagi tadi berputar di kepala Mirah. Dia baru ingat Ocha meminta pembalut darinya.

"Ya Tuhan, kenapa sih?"

Mirah mulai emosi. Matanya bahkan sampai berkaca-kaca. Namun, dia tetap mengusahakan otaknya untuk berpikir bagaimana keluar dari krisis seperti ini di rumah pria yang notabenenya adalah bosnya slash penulis favoritnya.

Sampai akhirnya sebuah ide muncul di kepala Mirah. Hal yang memaksa gadis itu berdiri dari kloset duduk dan bergerak keluar.

Baru saja Mirah membuka pintu, gadis itu kembali terpaku di tempat. Di dinding sebelah wastafel, tahu-tahu saja sudah ada Bri. Pria itu bersandar di sana. Kedua tangannya terlipat di dada. Tatapannya terarah ke tempat lain alih-alih pintu kamar mandi.

"Mas," panggil Mirah setengah berbisik.

Bri menoleh. Tiba-tiba saja pria itu mendekat. "You okay? Kenapa lama banget di kamar mandi, Kasmirah?"

"Saya ...." Mirah mulai bimbang untuk melanjutkan ucapannya. Namun, kram di perutnya semakin tak tertahankan. Mau tak mau dia harus melanjutkan idenya. "Mas, Mami kamu ada di rumah?"

Kening Bri berkerut. Meski tampak tidak paham arah pertanyaan Mirah, tapi pria itu tetap menjawab, "Mami saya ke Singapura, kerja. Kenapa kamu cari beliau?"

"Kalau ART perempuan ada?"

Kali ini Bri hanya diam menatap Mirah. Sebelum kemudian, senyum miring kecilnya terpasang, "Saya paham. Kamu ... mestruasi ya dan nggak bawa pembalut?"

Mata Mirah langsung melebar. Mulutnya membulat. Dia berbisik, "Kok ... kamu tau?"

"Tebak aja, Kasmirah. Lagian saya punya pengalaman ngurus wanita menstruasi." Bri terkekeh pelan. "Udah kamu masuk lagi aja ke dalam kamar mandi. Kamu butuh pembalut aja, kan?"

"Eh iya." Mirah berdehem pelan. "Tapi saya bisa minta sendiri."

"Udah, nggak apa-apa." Tahu-tahu saja Bri sudah mendorong Mirah ke arah kamar mandi. "Saya tahu pasti nggak nyaman buat kamu bergerak sekarang. Tunggu aja di dalam. Okay?"

Swipe Right Into Your Arms [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang