Chapter 20 : The Unexpected Night

4.1K 522 70
                                    

Selayaknya anak kecil, Mirah menangis dan meraung-raung sambil memeluk Ajeng, ibunya. Sebelum kemudian mengisi seantero ruang pemeriksaan dokter itu dengan teriakan. Gadis itu benar-benar tidak bisa menahan sakit.

"Om, udah, Om. SAKIT! Berhenti, Om Aan!" pinta Mirah. Dia menggeleng-geleng. "Sakit."

"Lah ya sakit, Mir, lukanya parah begini." Aan geleng-geleng. Dokter keluarga slash adik kandung Gumilang itu tengah membersihkan luka di kaki kiri Mirah, dia berkata, "Ini aja lukanya masih dibersihin, belum juga dijahit. Untung nggak sampai retak apalagi patah tulang."

Seketika tangis Mirah semakin kencang. Pelukan pada Ajeng bahkan mengetat. "Bu, aku nggak mau dijahit. Nanti kalau jahitannya bikin kakiku jelek gimana? Yah, aku belum nikah loh!"

Ajeng sendiri hanya terus memeluk Mirah sambil menepuk-nepuk punggung gadis itu. Sementara matanya melirik Gumilang yang sejak tadi diam di samping Aan sambil geleng-geleng kepala.

"An, ini jahitannya nggak tinggalin bekas luka, kan?" tanya Gumilang. "Kasihan anakku belum ketemu jodohnya udah nggak mulus casing-nya."

"Aman kok, Mas. Ini pakai benang yang langsung jadi kulit. Okay?" jawab Aan. "Mir, nanti kamu pas Om jahit jangan teriak-teriak lho ya .... Kalau konsentrasi Om ilang nanti malah gagal ilang loh bekas jahitannya."

"AYAH!"

"Aduh, Ayah pusing." Gumilang mengangkat kedua tangannya sambil geleng-geleng. "Wes kamu dirawat Om sama Ibumu aja. Berisik banget kamu, Mir."

Setelah mengatakan itu Gumilang berbalik badan. Dengan cueknya dia pergi keluar ruang perawat dan meninggalkan Mirah yang semakin menangis tak keruan.

Sebagai seorang Ayah, Gumilang memang anti keramaian. Keenan dan Kirani tumbuh jadi dua orang yang penurut dan tunduk pada Ayahnya. Berbeda dengan Mirah, dari kecil dia sudah paling pemberontak. Dan semakin memberontak saat mendapati kehidupan pernikahan pilihan orang tuanya kepada Kirani yang sebenarnya gagal, tapi dipaksa bertahan.

"Bu," rengek Mirah. "Sakit."

"Wes ya, nduk. Nggak apa-apa. Disabarin aja," tenang Ajeng. Tangannya kini mengusap puncak kepala Mirah dengan sayang. "Kamu tuh makanya jangan aneh-aneh toh ya, nduk. Bisa-bisanya nyusruk ke kolam ikan."

Ingatan Mirah mendadak berputar ke momen saat sebelum dia terperosok jatuh ke kolam ikan. Kemarin, sesampainya di rumah, Mirah langsung mendapatkan omel nyaris seharian oleh Gumilang. Rasa lelah karena nyaris tidak bisa membela diri membuatnya langsung terkulai lemas di kamar.

Pagi harinya pun Mirah masih kena omel Gumilang, lalu berakhir harus menemani Keenan keliling pabrik batik keluarga. Ayahnya berharap dengan ini mata Mirah lebih terbuka mengenai meneruskan usaha keluarga. Sialnya, gadis itu tetap tidak mau diatur kehidupannya. Dia masih mau jadi editor, walau penulisnya agak nggak jelas dan super tampan serta menggoda.

Untungnya ketika siang menjelang sore ini Mirah bisa kabur. Niat masuk mengendap-endap lewat pintu belakang rumah, dia sukses dikejutkan oleh kemunculan anjing Golden Retriever asing besar yang terus menyalak padanya.

Awalnya, Mirah berhasil kabur dan tak terlihat oleh si anjing. Namun, panggilan Bri sukses membuat Golden Retriever itu kembali menemukannya. Dia berlari tanpa tentu arah. Hingga tak melihat bahwa salah satu kakinya masuk ke kolam koi, koleksi kesayangan Gumilang.

"Abisnya siapa sih, Bu, pelihara Golden Retriever?" protes Mirah. "At least ngomong kek kalau mendadak punya anjing di rumah."

"Lah ya kamu, siapa suruh masuk diem-diem lewat pintu belakang? Kayak mau nyolong aja. " Ajeng malah balik menyalahkan Mirah. "Kamu tuh kayak nggak tau aja kalau Ayahmu hobi pelihara hewan. Itu anjing nggak baru-baru juga, tapi kamunya aja nggak pulang-pulang."

Swipe Right Into Your Arms [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang