Sepertinya ini kali pertama Bri merasa sedih melihat seorang gadis bersedih. Apalagi kesedihan Kasmirah karena ulah pria itu dan juga Aksara. Walau tidak sengaja, tapi tetap saja ada rasa bersalah dalam dirinya.
Begitu mendengar kemarahan ayah Kasmirah, Bri langsung menggendong Aksara dan membawa anak itu kembali ke kamar. Keduanya bersembunyi di sana. Namun, pintu kamar terbuka kecil untuk terus memperhatikan Kasmirah yang tampak nelangsa di ruang tamu. Gadis itu duduk di lantai. Punggungnya bersandar pinggir sofa. Sementara kepalanya terkulai lemas di atas sofa sambil menatap kosong langit-langit.
"Tante ... sedih," ucap Aksara lirih.
Bri mengangguk. Dan pria itu bingung harus bagaimana menyudahi kesedihan Kasmirah.
Dulu saat mantan istri Bri sedih atau marah, dia hanya tinggal mengajak wanita itu berbelanja. Karena jika diteruskan kesedihan atau kemarahan itu, bisa-bisa sang mantan melempari barang-barang di rumah. Itu tidak baik untuk kondisi mental Aksara yang masih kecil.
Sekarang, Kasmirah dan mantan istri berbeda. Gadis menyedihkan itu sepertinya tidak terlalu memedulikan uang. Jadi, Bri tidak tahu bagaimana menghiburnya selain berdiam dan bersembunyi.
Tiba-tiba saja pintu terbuka keras. Bri yang tidak siap keningnya terantuk pintu. Namun, rasa sakit itu menghilang berganti keterkejutan ketika mendapati Aksara kembali menerjang Kasmirah.
"Aksara!" panggil Bri dengan gemas.
Dengan gegas Bri mendekati Aksara. Anak itu memeluk Kasmirah sambil berkata, "Jangan sedih, Tante."
"Tante nggak sedih kok, Aksara," ucap Kasmirah. Walau matanya masih memancarkan sorot sedih, tapi gadis itu tetap berusaha tersenyum. Dia mengusap-usap puncak kepala Aksara dengan sayang dan itu menghangatkan hati Bri.
"Kamu kok belum tidur, Aksara?" tanya Kasmirah. "Masih mimpi buruk ya?"
Aksara menggeleng. "Nemenin Tante."
"Malam ini dia boleh tidur agak malam, Kasmirah," putus Bri. Pria itu tersenyum sambil menatap Kasmirah. "Kita temenin kamu malam ini."
"Eh ... saya nggak apa-apa, Mas."
Bohong! Bri yakin itu. Hanya saja pria itu memilih untuk mengiakan saja. Kasmirah terlihat tidak ingin orang mengasihani dirinya. Dia hanya butuh ditemani.
"Saya percaya kamu nggak apa-apa." Bri menyunggingkan senyum setulus yang dia bisa. Kemudian, sebuah ide muncul di kepala. "Bentar saya mau buatin sesuatu."
Bri buru-buru menuju dapur. Dengan cepat dia langsung memanaskan air. Ditaruhnya tiga cangkir berisi bubuk coklat di sana.
Coklat panas adalah minuman kesukaan Aksara. Setiap weekend, waktunya minum dan makan yang manis-manis, selain es krim, coklat panas wajib ada apalagi saat menjelang tidur. Biasanya setelah anaknya itu minum ini, dia jadi lebih happy apalagi coklat memang punya kandungan yang memicu hormon bahagia untuk datang.
Kurang lebih sepuluh menit setelahnya, Bri kembali dengan tiga cangkir coklat panas di meja kopi. Pria itu mendengkus geli saat mendapati Aksara sudah mulai mengantuk sambil berbaring di pangkuan Kasmirah.
"Papi bikin coklat panas," ucap Bri. "Hari ini Aksara juga boleh minum."
Ketika mendengar itu, Aksara langsung bangkit duduk. Matanya berbinar. "Beneran?"
Bri mengangguk. Sambil mengusap puncak kepala Aksara, dia berkata, "Tunggu agak hangat ya baru diminum."
"Asyik!"
"Saya juga bikinin buat kamu, Kasmirah," ucap Bri seraya duduk di samping Kasmirah. Dia juga bersandar pada lantai.
Perlahan Bri menoleh menatap Kasmirah. Tatapan mata mereka bersirobok di udara. Dan detik itu Bri langsung kesusahan menatap hal lain selain mata cokelat gelap milik gadis yang enam tahun lebih muda darinya ini. Otaknya bahkan seperti lumpuh tak dapat berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Swipe Right Into Your Arms [TAMAT]
Romance"I only swipe right for someone who makes my heart flutter for no reason." Semua gara-gara dating apps! Kalau tidak sedang buru-buru pamer pasangan, Kasmirah tidak akan swipe right profile Bri yang super tampan itu. Dia juga menyalahkan Bri, kenapa...