30. Heaven And Hell

615 90 181
                                    

🎶 I Fell in Love With The Devil 🎶
▶️ Quinzel tasted a kiss for the first time while Kenzo sexually harassed her and then left her to the bullies. Quinzel was tortured in the garden.
                                       
—————————————————————
Next chapter : 150 COMMENTS (no spam next)!

♥️🖤♥️

Quinzel blank. Otaknya mendadak beku. Tubuhnya... (SENSOR).

.
.
.
(Sebagian konten dalam bab ini disembunyikan dan hanya dapat diakses di Karyakarsa.)
.
.
.

Ketiga gadis yang menyaksikan itu terbelalak. Tania membuat tindakan cepat sebelum terlambat dengan memerintahkan Nay, "Take a picture!"

Nay pun cepat-cepat mengarahkan kamera dan mengambil jepretan. Sementara itu, Quinzel memaksa melawan meski kepalanya mengirimkan stimulasi ke otaknya untuk menikmati ini.

Quinzel tidak mau! Dia tidak akan kalah. Quinzel begitu marah. Harga diri—satu-satunya yang dia punya—telah dicabik-cabik Kenzo. Dia terluka parah. Sakit ini membuatnya tak mau diam.

Dia memberontak, tapi karena posisinya tersudut di pojok dinding, dia tak bisa melepaskan diri. Dia hanya bisa mencoba mendorong dan memukul dada Kenzo, tapi usahanya sia-sia. Kenzo mendesaknya terlalu intens dan kuat. Quinzel sampai menangis saat meronta, tapi Kenzo terus melakukan pemaksaan terhadapnya.

Karena usahanya tak kunjung membuahkan hasil, Quinzel akhirnya menggigit bibir bawah Kenzo sekuat yang dia bisa. Quinzel bisa merasakan darah dalam ciuman yang mereka bagi berdua. Sesaat setelahnya, Quinzel tak lagi merasakan mulut Kenzo di mulutnya.

Cowok itu mundur, melepas Quinzel. Bibirnya berdarah, membuat ketiga gadis di ruangan itu terbelalak, tak percaya Quinzel berani melakukan itu. Mereka ngeri sendiri membayangkan apa yang akan dilakukan Kenzo pada Quinzel.

Dan Quinzel pun takut. Saat Kenzo mengusap bibirnya dan melihat darah dari bibirnya di jarinya, Quinzel sungguh ketakutan. Akan tetapi, Quinzel tak bisa menyesal.

Lihat saja. Tubuh Quinzel bergetar parah. Napasnya terengah-engah dan air mata terus bercucuran ke wajahnya. Dia memeluk tubuhnya ketakutan. Dia sudah sampai segemetaran ini. Bayangkan bisa seburuk apa lagi yang dia alami jika dia tidak menghentikan Kenzo.

Quinzel menggeleng sambil sesenggukan, berharap setengah mati Kenzo tidak menyakitinya karena dia hanya mencoba membela diri. Namun, untuk mengatakan itu kepada Kenzo pun Quinzel tak sanggup lagi.

Kenzo menjilat bibir bawahnya, menghapus noda darah dengan sapuan lidahnya. Tidak sepenuhnya hilang. Dia masih bisa mengecap asinnya darah di lidahnya.

Kenzo melirik Quinzel dari bawah alis. Bibir merah darahnya samar-samar mengukir senyum miring. "Lo bakal bayar buat ini," katanya rendah.

Dan Quinzel bahkan tak sempat memohon meskipun dia juga tidak sudi memohon untuk kehormatannya sendiri yang berusaha dia bela. Rasa leganya mengalahkan ketakutannya ketika Kenzo berlalu pergi.

Saat tiba di dekat Tania, Kenzo berkata, "Lakuin apa yang lo mau sama foto itu...." Kenzo berhenti melangkah. Wajahnya menoleh ke kanan, melirik singkat pada Quinzel di belakangnya. "dan dia."

Tania mendelik. Gadis itu langsung bersemangat.

Kenzo kembali menatap lurus ke depannya seraya kembali berjalan. "Don't take her eyes and her hair," katanya dan ketika posisi berdirinya sejajar dengan Tania, dia menutup pesannya, "But make her very... very suffer."

A Living Hell: Déville's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang