33. Insanely Mad

517 75 82
                                    

🎶 Easier 🎶
▶️ Quinzel and Senna were talking in the hallway.

—————————————————————
SPAM COMMENTS for fast update!

♥️🖤♥️

Quinzel mengangkat pandangan, tapi tak mengucapkan apa-apa.

"Don't take him the wrong way," kata Senna.

Wajah Senna agak berbeda. Senna tidak sedingin ketika melabrak Quinzel atau seacuh ketika berdansa dengan Quinzel. Tapi, bahkan meski ada setitik simpati di wajahnya, apa itu berguna sekarang?

"He's a very great principal," kata Senna. "Dia nggak akan mihak. Lo bisa bicara sama dia dan gue rasa dia bakal dengerin. Prof. Guzman terkenal sebagai kepsek yang bijaksana."

"He told you to say that?" tanya Quinzel sambil menatap Senna tajam.

"Well...." Senna mendadak canggung. Dia mengerjap. "No."

"Then why bother?"

"I... just...." Senna kehilangan kata-kata. Lebih tepatnya, dia bingung bagaimana harus bersikap. Atau... bingung kenapa dia seperti ini?

Senna biasanya tidak gampang canggung. Tapi, entah kenapa dia tiba-tiba seperti ini saat sepasang mata lavender itu menatapnya tanpa ekspresi dimana biasanya, di sepasang mata cantik itu terdapat begitu banyak bintang berbinar setiap bertemu dengan matanya.

Senna menggeleng. Entah apa yang dia pikirkan. Kembali dia rebut kendali dirinya dengan berkata, "Just think you should know. Think you can get protection."

"Proteksi kayak apa?" tanya Quinzel.

Senna bergeming, tak benar-benar merasa punya jawaban tepat.

"Kenapa dia mau ngelindungin seseorang yang nggak berarti apa-apa buat dia?"

Senna terhenyak.

Quinzel tersenyum kecil. "Kita manusia nggak bener-bener peduli," katanya. "We shout out about humanity, while the only human we care about is just ourselves."

Telak. Ucapan Quinzel tepat mengenai Senna sampai cowok itu hanya bergeming dengan tatapan nanar ketika Quinzel meninggalkannya.

Kemanusiaan. Itu yang dijunjung tinggi Senna. Prinsipnya. Yang diperjuangkannya. Ideologinya.

Dan ucapan Quinzel baru saja membuat Senna mempertanyakan dirinya sendiri.

🥀🩸🥀

Suasana di food court sebenarnya lebih tidak nyaman lagi. Jam istirahat kedua adalah jam ramai dan food court adalah tujuan utama hampir semua murid dari kelas 10 sampai 12. Tentu saja begitu Quinzel menginjakkan kaki di food court, semakin banyak orang yang memperhatikannya.

Untunglah Quinzel ditemani ketiga temannya. Mereka berjalan sambil mengajak Quinzel bicara sehingga perhatian Quinzel bisa sedikit teralihkan dari orang-orang yang berbisik-bisik selagi Quinzel melewati mereka.

Quinzel awalnya bisa mencoba cuek, setidaknya sampai dia mendengar pembicaraan dari beberapa meja di depannya. Quinzel sudah hampir berbelok ke counter di kanan ketika percakapan itu menahan langkahnya.

"Murahan, nggak, sih?" komentar Frida.

"Lebih ke nggak tau malu, nggak, sih?" balas Pinkan.

"Namanya juga cegil," kata Katniss sambil mengaduk lemonade ice.

A Living Hell: Déville's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang