بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
"Mereka yang mempunyai hati cenderung bersih, senantiasa melihat kebaikan walaupun sekecil atom dalam jiwa seseorang yang tersohor buruk. Sedangkan mereka yang dalam hatinya berpenyakit, sangat sulit baginya untuk mengakui kebaikan dari seseorang yang di matanya sudah tercap buruk."
~Assalamu'alaikum, Islam~
-Happy reading!-
☪️☪️☪️
[Berkas perceraian aku udah sampai di pengadilan agama, Mas. Dan sebentar lagi kita bisa segera menikah. Siap-siap buat jadi raja dan ratu sehari lagi yeayyy.]
Pesan yang dikirimkan Windi malam-malam begini membuat suasana hati Hilmi mendadak menjadi tidak karuan.
Entah kenapa, menjelang hari di mana ia dan sang kekasih bisa bersama, seharusnya ada kepuasaan tersendiri karena apa yang dicita-citakan olehnya sebentar lagi akan terwujud. Namun ini justru berbanding sebaliknya.
Hilmi merasa hatinya seakan tawar. Keantusiasan yang semula dibayang-bayangkan penuh dengan suka cita justru hanya memberikan kehampaan semata. Lelaki beralis tebal menatap ponsel di tangan dengan getir.
Usai membalasnya dengan kata 'iya' saja, dengan segera Hilmi menghapus room chatnya dengan Windi. Meskipun selama ini Yumna tidak pernah bersikap tidak sopan seperti kepo ingin mengetahui ada apa saja di ponsel suaminya, akan tetapi Hilmi tetap berjaga-jaga takutnya keburukannya itu diketahui. Karena jujur saja, sampai sekarang ia masih belum merasa siap untuk berterus terang pada istri sahnya.
Guna meredakan keruwetan di kepala, Hilmi memilih untuk meninggalkan balkon dan menemui putri kecilnya, Agnia. Dia baru selesai diganti pakaiannya oleh Yumna dan tengah dibaringkan terlentang di atas ranjang. Baru melihat putri kecilnya dari kejauhan saja, sudah bisa menenangkan kegundahan di hati.
"Anak Ayah wangi banget."
Hilmi naik ke atas kasur dan membaui tubuh putrinya yang dominan akan harum minyak telon. Pria itu terkekeh saat tangan mungil Agnia seakan menarik rambutnya yang pendek akan tetapi selalu terlepas karena tangan-tangan mungil bayi itu belum kuat untuk memegang sesuatu.
Yumna di sampingnya membiarkan Hilmi bermain-main dengan putri mereka mumpung si bayi belum mengantuk.
Tidak lama dari sana, suara anak kecil terdengar. "Uwah, Ayah dan Bunda lagi main sama Adek, tapi kenapa aku nggak diajak?"
Ameer yang belum tidur dan ingin diceritakan tentang kisah para Nabi oleh Bundanya terlebih dahulu, langsung masuk ke kamar kedua orang tuanya dan menaiki ranjang untuk bergabung.
Dia duduk di antara Yumna dan Hilmi. Sama-sama mengajak Agnia bermain dengan menyanyikan lagu anak-anak. Suasana malam yang semula dingin pun tiba-tiba menjadi hangat dan berkesan harmonis di antara mereka.
Agnia yang nampak terhibur dikelilingi oleh mereka yang menyayanginya lantas menunjukkan raut bahagia. Kaki kecilnya ditendang-tendang ke sembarang arah begitu pula tangannya yang seperti tengah meninju angin.
Merasa gemas, kepala Hilmi kembali menunduk untuk mencium pipi gembul putrinya. Namun tangan Agnia yang memakai sarung tangan justru terangkat untuk memukul wajahnya.
Melihat itu, mata bulat Ameer langsung membola.
"Eh, Adek. Adek nggak boleh mukul Ayah kayak gitu. Nggak sopan." Telunjuk Ameer bergerak seolah memberi isyarat tidak boleh pada adiknya yang sekarang malah menguap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamu'alaikum, Islam
SpiritualLahir dan tumbuh di keluarga minim agama membuat Zainab kerap diasingkan oleh keluarga sendiri. Dianggap terlalu fanatik hanya karena berpegang teguh pada syariat islam. Hingga suatu hari, lewat sebuah kejadian tak terduga, ia bertemu dengan laki-la...