Baper 7

94 18 16
                                    

"Ma..." Ramdan yang baru pulang dari kampus itu langsung menghampiri Rosa di dapur.

"Apa? Mau minta uang tambahan?"

"Nggak. Aku mau minta restu Mama."

"Restu? Kamu mau ngapain? Mau lamar kerja? Atau jangan-jangan mau lamar cewek?"

"Iya, Ramdan mau serius sama satu cewek."

"Emang Cika mau?" Cibir Rosa.

"Bukan Cika."

"Bukan Cika? Terus siapa? Kamu ganti pacar?" Tanya Rosa bertubi-tubi. Ramdan menarik nafas panjang sebelum menjawab pernyataan mamanya itu.

"Gita, Ma." Ujarnya pelan.

"Gita?" Ulang Rosa dengan kening mulai mengernyit.

"Iya, Gita." Angguk Ramdan pasti.

"Gita...?!" Rosa hendak menebak namun ia ragu.

"Iya." Ramdan mengangguk seolah tahu maksud mamanya ke mana.

"Kamu jangan ngaco. Kalian kan sodaraan." Kekeh Rosa.

"Tapi kita bisa nikah kan, Ma?" Tanya Ramdan cepat.

"Bi-sa sih tapi udah ahh jangan ngerjain Mama gini. Nggak lucu." Protes Rosa.

"Aku serius, Ma."

"A....?!" Rosa speechless.

"Aku mau nikahin Gita."

"Ada yang ngobrolin nikah-nikah nih kayaknya." Sambar Deni yang baru sampai rumah itu.

Saat masuk rumah dan mengucapkan salam, tidak ada satu pun yang menyahut, ia lantas berkeliling rumah. Dan akhirnya menemukan istri dan putra sulungnya tengah berada di dapur.

"Si Aa mau nikahin Gita katanya." Seloroh Rosa menyahuti suaminya.

"Ehh Gita mana?" Deni tampak terkejut tapi masih berusaha positif thingking.

"Gita anaknya almarhumah Teteh." Papar Rosa sejelas mungkin.

"A?!" Deni melongo.

"Bolehkan, Pa?" Tanya Ramdan mengabaikan keterkejutan papanya itu.

"Apa ini alasan Gita keluar dari rumah ini?!" Entah pernyataan, entah pertanyaan makna dari ucapan Deni ini. Suasana pun mendadak hening.

"Pa, Ma... Please restuin Ramdan nikahin Gita. Ramdan harus tanggung jawab sama Gita." Ujar Ramdan kemudian.

"Tanggung jawab?" Tanya Deni dengan bola mata mulai membulat sempurna. Ramdan mengangguk. "Kamu apain Gita?" Suara Deni pun meninggi tanpa diminta.

"Ramdan udah terlampau jauh sama Gita, Pa."

"AA?!" Pekik Rosa histeris mendengar pengakuan Ramdan.

"Ramdan." Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kiri Ramdan.

"Paaa..." Rosa syok. Syok atas pengakuan Ramdan juga atas tamparan Deni pada Ramdan.

"Maafin Ramdan, Pa... Ma." Ujar Ramdan pelan sembari menunduk.

"Kamu?!" Hampir saja sebuah tamparan mampir lagi di pipinya Ramdan jika Rosa tidak menahan.

"Pa, udah." Pinta Rosa.

"Aku ngaku salah." Cicit Ramdan.

"Kapan?" Tanya Deni dengan wajah yang mulai memerah, penuh emosi.

"Beberapa waktu ke belakang."

"Pantes Gita minggat dari rumah?!" Ujar Deni yang merasa seolah menemukan benang merah mengapa keponakan istrinya memutuskan pergi setelah tiga tahun tinggal bersama mereka. "Ma, telepon Gita. Suruh ke sini. Kita beresin hari ini juga." Titah Deni kemudian.

B a p e rTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang