Baper 38

71 17 9
                                    

"Gi, jadi besok pulkam?" Tanya Wisnu.

"Jadi, udah kangen keluarga di sana."

"Ohh...."

"Nginep?" Tanya Neta menimpali.

"Nggak tau. Tapi kayaknya PP."

"Sama siapa, Gi?" Kembali Wisnu bertanya.

"Pengennya sama calon tapi belum ada eung calonnya."

"Makanya cari atuh si calon teh." Tekan Neta.

"Lagi usaha ini juga nyari."

Neta menyikut April. April mendadak salah tingkah sendiri.

"Kriteria cewek idaman kamu kayak apa sih?" Tanya Neta kemudian.

"Nggak muluk-muluk cukup yang bikin aku nyaman aja."

"Ohh nyaman?!" Neta manggut-manggut.

"Nyaman segala-galanya ya? Termasuk nyaman dipandang." Sindir Wisnu.

"Ya, kurang lebih lebih."

"Udah ada kandidat?" Tanya Neta.

"Udah malah kayaknya dia suka juga tapi pura-pura gitu." Papar Regi yang membuat April terdiam.

"Cieee siapa itu?"

"Ahh pokoknya si itu. Buat yang ngerasa aja." Tekan Regi. Tanpa dikomando pipi April merona seketika.

***

"Yang, udah makan?" Tanya Ramdan yang baru pulang itu.

"Udah." Angguk Gita. Ramdan yang baru saja menyimpan ranselnya itu kini tengah berjalan mendekat.

"Masih sakit nggak perutnya?" Tanya Ramdan sembari duduk di pinggiran tempat tidur.

"Udah agak mendingan."

"Kalau masih sakit bilang ya, nanti kita ke dokter."

"Masa sakit haid ke dokter?!" Ujar Gita geli.

"Ya kan biar nggak sakit lagi haidnya. Ehh aku mandi dulu ya?!"

"Iya."

"Mau mandi juga nggak?"

"Aku udah."

"Ohh kalau gitu giliran aku berarti ya?!"

"Iya."

Ramdan baru saja keluar saat ponselnya berdering pelan di atas nakas. Ya tadi saat duduk di pinggiran tempat tidur, sesaat sebelum pamit mandi, Ramdan memang meletakkan ponselnya di atas nakas.

Cika. Gita menelan saliva, terlebih ternyata foto profil Cika masih menggunakan foto Cika dan Ramdan.

"Yang... Nan...." Kalimat Ramdan terpotong saat melihat Gita tengah meringis menahan sakit. "Kenapa?" Tanya Ramdan sembari cepat-cepat menghampiri.

"Sa-kit."

"Minum... Minum..." Ramdan segera mengambil gelas di atas nakas lalu membantu Gita untuk minum. "Pelan-pelan." Gita meneguk sedikit air dalam gelas. "Mau diolesin minyak kayu putih lagi?"

"Pengen dikompres air hangat."

"Ya udah aku ambilin."

"Tau gitu?!"

"Kayak buat kompres yang demam gitu kan?"

"Bukan, air hangatnya masukin botol."

"Botol apa?"

"Botol kosonglah." Cetus Gita tengil. Karena perasaannya tengah terkontaminasi rasa kesal juga cemburu.

"Ohh ya udah." Sahut Ramdan mencoba tidak terpancing.

B a p e rTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang