1 | Problem

29 2 0
                                    

1 Minggu yang lalu...

Dengan tangan gemetar, gadis cantik yang memakai dres berwarna pink muda itu mengambil kertas yang di berikan oleh orang didepannya.

"Bacalah nak, kami akan pergi sebentar." Ujar orang yang memberikan kertas itu. Lalu setelah itu, dia dan kedua orang lainnya, segera pergi meninggalkan gadis itu sendiri di dalam ruangan yang mewah itu.

Srek...

Dengan perlahan, tangan kurus itu mulai merobek kertas yang membalut sebuah surat.

Deg!!

Air matanya menerobos turun kala mata hazelnya membaca nama yang selama ini ia rindukan.

Dari Antonyo
Untuk anakku, Abigail Natusya

Hallo sayangku, Abi.
Ini papa.
Mungkin ketika Abi membaca surat ini, papa sudah tidak ada lagi di dunia ini. Maafkan papa ya sayang... Papa tidak bisa hidup lebih lama lagi. Papa tidak bisa menemani Abi menjalani hidup yang keras ini. Papa tidak bisa mendampingi Abi disetiap langkah Abi seperti yang Abi inginkan. Maafkan papa nak.
Walaupun papa tidak bisa mendampingi Abi, papa sudah menyiapkan seseorang untuk mendampingi Abi. Semoga Abi tidak menolak ya nak, hanya dia lah yang papa percaya untuk mendampingi Abi di masa depan.
Bahagia selalu anakku, Abigail.
Papa sayang Abi.

Singkat. Namun menancap.
Tangis gadis itu pun tak terbendung lagi. Dia memeluk erat surat peninggalan mendiang orangtuanya.

•••••

1 Minggu kemudian....

"Saya terima nikah dan kawinnya Abigail Natusya binti Antonyo dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!"

"Bagaimana para saksi? Sah??"

"SAHHH!!!"

Abigail Natusya, selaku pemeran utama di acara ini hanya bisa menundukkan kepalanya. Sedari tadi air matanya tidak berhenti keluar. Sudah beberapa orang yang mencoba menenangkannya, namun tetap saja tidak berhasil.

Laki-laki yang baru saja sah menjadi suaminya pun tidak berhenti melirik kearah Abigail. Dengan tatapannya yang tajam, laki-laki itu memperhatikan keadaan Abigail yang terlihat menyedihkan.

"Jemputlah istrimu Ro, tenangkan dia." Ujar salah seorang paruhbaya yang terlihat seperti ayah dari mempelai laki-laki.

Aros Wijaya, a.k.a suami Abigail, tanpa menunggu lama langsung datang kearah Abigail yang memang duduk ajak jauh darinya.

Orang-orang yang tadi sempat mengerubungi Abigail pun langsung memberi jarak ketika Aros datang.

Laki-laki bertubuh tinggi, tegap itu mengulurkan tangannya kearah Abigail, lalu sedikit mengangkat wajah gadis itu dengan lembut.

Wajah cantik yang di lapisi makeup tipis itu terlihat banjir oleh air mata. Dengan sigap, Aros mengambil beberapa helai tisu dan mengelap wajah Abigail dengan lembut.

"Jangan menangis lagi. Ini hari bahagiamu." Tuturnya lembut.

Abigail pun langsung terdiam kaku. Tidak menyangka bahwa calon su-- em.. suaminya itu sangat perhatian.

"Sudah ya, jangan menangis lagi."

Setelah itu, Abigail diminta untuk membenarkan makeup nya yang sempat luntur. Dan selanjutnya, dia bersama Aros menyambut tamu yang datang silih berganti hingga malam tiba.

•••••

Kini Abigail dan Aros sudah berada di dalam kamar. Mereka berdua sama-sama diam, belum ada satupun yang ingin membuka suara sama sekali. Sampai akhirnya Abigail yang mengalah.

"Mandi duluan aja Om," ujar Abigail sambil sibuk melepas beberapa pernak-pernik yang melekat di tubuhnya.

Aros yang sedang berkutat dengan ponselnya pun langsung menatap kearah Abigail. "Apa katamu barusan??"

Abigail yang sedang sibuk pun berhenti sejenak sambil menatap kearah Aros. "Apa??"

"Barusan kamu memanggilku dengan sebutan apa? Om??" Jelas Aros dengan nada datarnya.

"Iya, emang kenapa?" Jawab Abigail enteng. Lalu gadis itupun melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

Aros mendengus, kini tatapannya berubah menjadi tajam.

Abigail yang merasa di perhatikan pun melirik kearah Aros. Dan benar saja, laki-laki yang telah menjadi suaminya itu tengah menatapnya dengan tajam.

"Kenapa om? Ada yang salah?" Tanya Abigail

Lagi-lagi Aros mendengus. "Jangan panggil saya om! Saya belum setua itu untuk kamu panggil om!"

Abigail mengerutkan dahi, "Kan emang udah tua. Perbedaan usia kita aja 12 tahun!"

"Tidak! Itu masih normal."

"Yaudah si, terima aja. Udah punya anak juga. Salahnya dimana?"

Geram mendengar balasan Abigail, Aros pun menghampiri gadis itu. Abigail langsung mundur beberapa langkah ketika tubuh Aros hampir tak berjarak dengan tubuhnya.

"Dengar Abigail, selagi saya masih mampu memberimu anak, saya masih belum tua!"

YOUNG MOMMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang