Sulit rasanya mengembalikan kewarasan yang terenggut bersama dengan bunga tidur. Lelah menangis semalaman suntuk, Jungkook baru tersadar, dirinya tertidur masih dengan posisi terduduk menekuk lutut.
Suara brutal gedoran pintu. Membuatnya menegakkan kepala yang terasa seperti akan patah. Bulu kuduknya sempat meremang sebelum suara--
"Jungkookie! Buka pintunya! Ayo bangun, dan lihatlah acara kecil-kecilan kita!"
Suara cempreng terdengar seiring suara gedoran yang semakin brutal. Jungkook yakin adiknya itu bisa saja merobohkan pintu dalam kurun waktu 5 menit saja.
"Iya, iya! Sebentar, Jaemin."
Ia menggeleng, adiknya memang berbeda. Anak ajaib.
"Jungkookie sedang tertidur atau bersemedi bersama Ironman? Atau menanjak dinding bersama Superman?"
Ketika pintu dibuka, bocah cilik di hadapannya langsung menghujaminya dengan banyak pertanyaan. Ah, mulut mungil itu terdengar seperti radio rusak di pagi hari.
"Yang benar spiderman." Koreksinya.
"Ah, iya maksudnya." Menjeda sesaat, menghirup napas sampai seperti akan tersedak ludah sendiri dan melanjutkan, "mengapa malam kemarin tidak datang untuk ikut bergabung? Jungkookie melewatkan makan malam? Tidak lapar? Padahal Jaeminie menanti sampai letih dan mengantuk."
Ia mengulas sebuah senyuman. Melihat pacaran mata lentik itu begitu berapi-api dan tampak bersemangat, membuatnya turut senang.
"Kak Seokjin memang keren, ya. Selalu bisa mengirim aura positif didalam rumah."
"Jungkookie makan kok. Jaeminie saja yang tidak tahu."
Jawaban yang terdengar tak memuaskan, tak lantas membuat si cilik berhenti membeo dia menyahut dengan alis menyatu, "huh? Benarkah? Tetapi selamam Jaemin tertidur sampai larut malam sekali, lho. Dan di pagi hari tau-tau sudah ada dikasur saja. Makan dengan apa?"
"Dengan Ttaebokkie yang Jungkookie bawa semalam" Ia menjawab asal.
" Ttaebokkie? Jaeminie yakin walau agak tak sadar dan Kak Seokjin juga bersikeras melarang. Tetapi Jaeminie tetap melahap habis tak bersisa."
Jungkook meringis. Ketika bersitatap dengan sepasang mata cilik yang mengintimidasi, "Ah, Jaeminie hampir tertipu, deh."
"Jungkookie pasti melewatkan makan malam." Lantas tangan mungilnya menarik kaos sang abang, mengintrupsi Jungkook untuk menunduk. Tangan kecil yang lainnya mendarat pada kening. Keningnya mengerut lagi. Lantas menghela nafas lega entah karena apa.
"Syukurlah, Jungkookie tidak demam." Yang membuat sang abang menghela nafas dan refleks melebarkan senyuman.
Tak bisa dipungkiri perhatian si cilik terkadang selalu sukses membuat hatinya menghangat. Meskipun itu bukan dari ibunya.
Ia bahagia sebab bisa menjadi sesosok kakak bagi Jeon Jaemin.
"Kalau begitu, Jungkookie --"
"Jaeminie..."
Sebuah suara dari arah dapur memotong pembicaraan dokter cilik dihadapannya.
"...Sarapan sudah siap!"
"Baiklah, Chef!"
Kedua kaki pendeknya berjingkat senang. Tak lupa dengan menarik tangan Jungkook. Untuk turut serta bergabung dalam acara kecil-kecilan yang ia maksud. Juga memastikan jika kakak ketiganya itu tak lagi melewatkan jadwal makan.
"Woah, Jungkookie lihat." Jaemin menarik tangannya heboh sambil menunjuk-nunjuk ke arah meja makan. "Ini baru yang namanya rumah impian!"
Si sulung tampak melirik sekilas padanya. Yang membuat Jungkook merasa kikuk dan menundukkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUPUS
FanfictionSisa hujaman yang membekas masih terasa perih. Tidak ada yang sudi untuk mengobati maupun peduli. Sejatinya Jungkook terlahir bukan untuk mendapatkan hak hidupnya. Ayah bilang, Kak Taehyung lebih membutuhkan itu dibanding dirinya. Waktunya sudah dik...