4th Anniversary

2.7K 234 75
                                    



👶💨👶




Marsha membuka matanya, kemudian menyadari bahwa kini, dirinya sedang tertidur menyamping, memeluk tubuh bayi mungil berusia empat bulan yang mendengkur dengan halus. Marsha menyeka keringat yang keluar dari pori-pori kening bayinya, kemudian dengan pelan-pelan sekali melepaskan jari telunjuk dan tengah mungil itu dalam mulut Miki—putra semata wayangnya.

Tadi adalah mimpi, mimpi yang amat begitu nyata. Marsha mendengus mengingatnya, ada perasaan kesal dan kehilangan, hanya sekejap saja, sampai akhirnya ia ingat bahwa Miki kesayangannya, belum tumbuh sebesar itu. Miki hanya bayi berusia empat bulan, yang mengubah dunia Marsha setelah kemunculan pertamanya diketahui.

Kalau boleh jujur, mempunyai anak bukan lagi sebuah keinginan yang menggebu, baik untuk Marsha maupun Azizi. Mungkin lebih tepatnya untuk Marsha, dan Azizi akan menerima apapun keputusan yang Marsha buat. Kemunculan pertama Michael diketahui tepat setelah Marsha menyelesaikan Program Internship yang ia laksanakan selama setahun di Kabupaten Malang, bertepatan juga dengan Hari jadi pernikahan mereka yang ke empat, di usia Marsha yang hampir menginjak 26 tahun.

Ketika Marsha tahu bahwa detik itu ia mengandung, ada sebutir rasa takut yang hingap dan melanjutkan kehamilannya merupakan komitmen terbesar yang ia putuskan usai trauma yang ia lalui di tahun ketiga pernikahannya.

Bersyukurnya, orang-orang di dekat Marsha benar-benar mendukungnya sedemikian rupa, apalagi sang suami. Mungkin jika bisa diibaratkan, Azizi mencurahkan semua perhatian kepada dirinya, tak pernah sekedip pun, lelaki itu melewatkan apa yang terjadi kepada istrinya. Itu juga menjadi salah satu alasan Marsha yakin sekali bahwa di kehamilan keduanya, ia bisa mengantarkan malaikat kecilnya ke dunia.

Pintu berwarna coklat itu, knopnya terputar dan derit pelan dari pintu terdengar, begitu hati-hati sekali membukanya sehingga Marsha tahu, siapa yang berdiri di ambang pintu sana.

"Enggak tidur?" Berbisik sekali, Azizi hati-hati duduk di tepi ranjang, hanya agar bayi kecilnya tak terjaga oleh suara dan gerak-geriknya.

"Ketiduran. Kamu pulang jam berapa?" Marsha merapikan pakaian tidurnya.

"Satu jam yang lalu."

"Ya udah, aku mau pindahin dulu Miki ke tempat tidurnya."

"Aku aja. Kamu lanjut tidur."

Marsha hanya melengkungkan senyum kecil, ketika dengan hati-hati sekali pria itu mengangkat bayi kecil mereka lalu berjalan menuju box bayi yang tak jauh dari ranjang. Marsha selalu suka melihat keintiman ayah dan anak yang sudah terjalin begitu dekat, dua pahlawan kesayangannya, keluarga yang ia punya.

"Terpesona gitu lihatin aku." Azizi menoleh, ketika melihat Marsha yang tak mengedipkan matanya begitu lama melihat dirinya.

"Aku udah pernah bilang ini belum?"

"Apa?"

"Semenjak jadi ayah, kamu makin ganteng."

"Aw, aku terbang." Azizi mulai naik ke atas ranjang, menyelimuti kakinya dengan selimut. "Kamu juga makin cantik kok."

"Walaupun berat badanku naik?"

"Makin cantik, malah." Jawab Azizi cepat.

"Ih!" Marsha memukul pelan pundak suaminya. "Bohong."

"Mana ada bohong, aku serius." Azizi menyusuri pipi Marsha, menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Menjadi ibu, membuat setiap sentuhan perempuannya semakin lembut. Azizi berani bersumpah.

"Siap, si paling serius." Marsha menyunggingkan bibirnya. "Tadi aku mimpi."

"Mimpi apa?"

"Chipsi dijual."

Matcha Michie Miki (Future Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang