Sebesar Telapak Tangan Bapak

2K 194 59
                                    


👶💨👶


Dalam rangkaian hidup yang Marsha jalani, kehamilan kedua merupakan ketidak siapan yang mau tak mau harus ia terima tunai tanpa banyak alasan untuk menolaknya. Tidak pernah ada kata mengandung lagi, di rencana hidupnya dalam waktu dekat. Tapi, bukan berarti kehadiran Michelle adalah malapetaka, ia membuka pintu selebar-lebarnya, melebarkan kedua tangan untuk menyambut, merengkuh, menyayangi seperti ia menyayangi Miki—urat nadinya, Azizi—jantungnya, dan Michelle akan menjadi bagian dari hatinya. Begitulah bagaimana ia menyayangi semua anggota keluarganya.

Meski terkadang repot sekali dan menjadi lebih sering kelelahan karena mengurusi dua bayi sekaligus—satu di perutnya satu lagi dalam dekapnya, ia yakin, dirinya merasa tulus dan ikhlas.

Orang-orang lalu lalang, sedikit berisik melakukan sesuatu di pintu baru berwarna merah muda. Mengecat tembok dan pintu, memasang wallpaper, merakit box bayi, memasang Air Conditioner dan banyak hal lagi. Seperti pada kehamilan pertamanya, salah satu kegiatan menyenangkan dalam hampir 39 minggu ia menjalani hari-harinya adalah menghias kamar bayi.


👶💨👶


Marsha berjalan setelah mengangkat jemuran berupa sarung tangan dan kaos kaki berwarna pastel serta beberapa pakaian lain, lalu segera ia masuk ke dalam kamar Michie yang semuanya bernuansa merah muda yang tenang. Di dalam sana, Azizi getol sekali bolak balik hanya untuk memastikan bahwa barang-barang yang ia beli sudah sangat cukup untuk mengisi ruangan ini. Ada Miki juga yang sedang tiduran sambil meminum susunya dari botol. Marsha tersenyum, duduk di kasur berwarna putih itu dan mengusap keringat dari kening bayinya.

"Aku selalu aneh, kenapa Miki kalau sama kamu anteng banget, Bro banget. Tapi, kalau sama aku, pasti tantrum dan minum susu selalu mau ditemenin terus, mau dipuk-puk punggungnya sebelum tidur juga." Marsha berdehem, sehingga pandangan Azizi yang sibuk sekali menatap boneka-boneka teralihkan.

Azizi tersenyum. Ia merenggangkan badannya sebelum mendekat dan duduk di samping Marsha.

"Miki kalau sama Mama manja, ya. Kalau sama aku, dia harus kelihatan lakiknya, tadi aja sotoy mau bantuin beres-beres."

Marsha mengedutkan bibirnya, ia fokus melipat pakaian-pakaian yang baru saja ia angkat.

"Iya deh, anak lakinya Bapak." Marsha mengangguk-anggukkan kepala. "Besok, jadi pergi?"

"Jadi." Azizi mengangguk. "Cuma dua hari."

"Bagus deh. Semuanya ikut?" Tanya Marsha.

Azizi mengerutkan keningnya. "Siapa? Ratu? Mbak Lala, maksud kamu?"

"Hn?" Marsha menoleh. "Bukan. Cuma tanya."

"Ratu ikut, Lala juga."

"Oh..." Marsha menganggukan kepala.

"Kamu mikirin apa?"

"Ratu. What a beautiful name." Marsha masih sibuk melipat baju dengan kain halus itu. Wanginya lembut sekali.

"Kenapa? Tertarik masukin Ratu ke daftar nama dia?" Tanya Azizi menunjuk perut istrinya, dengan nada bercanda.

Bukannya menjawab atau menoleh pada Azizi, Marsha justru mengalihkan perhatiannya pada Michael yang mengerutkan keningnya sambil sibuk menyedot susu di dalam botol, seperti sedang memperhatikan kedua orang tuanya berbicara.

"Miki, ke Dukcapil yuk. Nama tengahmu Mama ganti. Jadi Michael Reagan Oniel Djatmiko. Yuk?"

Azizi tertawa. "Cukup adil."

Matcha Michie Miki (Future Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang