7. Neophyte - could it be worse?

926 186 54
                                    

...


"Sebenarnya, ada apa?"

Azizi tak buta. Ketika ia pulang dan kamarnya berubah menjadi pucat—tanpa barang-barang Marsha Lenathea, ia... tak menduga. Meski mengatakan dalam rasa kecewa, meski sesal adalah perasaan setelahnya. Azizi Djatmiko tak menyangka, jika Marsha dengan ringan tangan membawa barang-barangnya pergi, berhasil seminggu tak mengabari, dan menghilang begitu saja, tujuh hari tak bisa dihubungi.

Azizi tahu ia kelewat batas, tapi, apakah kembali menjadi satu.. sudah tak lagi pantas?

"Enggak ada apa-apa, Ge."

"Bullshit. Gue hidup sama kalian udah bertahun-tahun. Gue tahu lo berdua dari masih pakai popok sampai sekarang makein popok ke anak kalian—eh, udah enggak pada pake malah, udah pada gede." Gracia mendengus kecil. "Kalau anak-anak lo udah enggak pakai popok, artinya lo udah tua, nyet. Ada... aja yang diributin, padahal udah tua."

"Lo udah tua juga hobi banget nyubitin paha gue."

"Itu beda!"

Ada sebuah pekerjaan yang harus Azizi selesaikan, benar-benar ia selesaikan, sebelum ia menyelesaikan semua masalah yang terjadi sebulan lebih ini. Azizi tak tahu harus ke mana menitipkan anak-anaknya, sebenarnya, pergi ke rumah Gracia adalah ide paling buruk yang pernah ia pikirkan, tapi, hanya dia satu-satunya manusia yang Azizi kenal karena punya banyak waktu luang dan kerjaannya hanya ongkang-ongkang kaki sambil memangku tangan sebagai Nyonya di rumahnya.

"Kalau lo mau tahu, semua orang dengar lo sama dia berantem di kamar."

"Gue terharu lo semua nguping." Azizi menyunggingkan senyum kecil, senyum lebih meledek kepada dirinya sendiri.

"Enggak ada yang nguping, lo sama dia memang lagi tegang-tegangnya aja. Sampai gue harus bawa anak-anak pergi menjauh, karena gue tahu kalian... enggak baik-baik aja. Jadi, sebenarnya, ada apa?"

"Gue nyakitin dia."

"Lagi?"

"Kapan gue nyakitin dia?"

"Kapan? Lo serius nanya kapan? Apa gue harus terangkan dari lo puber, tunangan, kawin, mau punya anak, hampir cerai, udah punya anak, sekarang mau cerai lagi karena apa? Karena lo nyakitin dia, tolol! Di mana otak lo yang paling sempurna itu?!" Gracia tak tahan untuk menoyor kepala adiknya. "Astaga, Tuhan..." Gracia memijat pelipisnya yang tiba-tiba pusing. "You don't deserve her."

"Dia juga nyakitin gue." Azizi mengeratkan dua tangannya yang bertaut. "Apa gue enggak berhak marah? Apa gue enggak boleh kecewa? Gue mau marah dan kecewa, tapi, gue tahu gue salah dan malah menyakiti dia."

"Lalu?"

"Dia minta pisah."

"Lo turuti?"

Azizi diam. Nyatanya, sampai detik ini, tak ada yang ia lakukan, pengurusan surat cerai merupakan omong kosong yang ia katakan kepada Marsha. Memang, ia sempat akan membuatnya, tapi, ia tak melakukannya. Ada beberapa hal yang masih Azizi imani dalam hidupnya.

Marsha adalah keluarganya.

Dalam suka dan duka, akan ia terima bagaimana Marsha. Dalam sakit dan kecewa, tangannya akan terbuka. Karena... keluarga, tak akan pernah meninggalkan, itu janjinya.

"Gue melakukan negosiasi."

"Caranya?"

"Gue bilang kalau dia minta cerai, berarti gue akan usahakan isi Prenuptial yang dia buat dan kami sepakati bersama. Soal Hak Asuh Anak, kalau dia minta cerai, anak-anak jatuh hak asuhnya ke gue. Karena... gue adalah pihak yang diselingkuhi, dan dia... dia yang selingkuh—"

Matcha Michie Miki (Future Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang