Ayo ramaikan cerita ini beberapa episode lagi bakal tamat!!
Ivanka
Semenjak berbadan dua tampaknya aku bukan lagi Ivanka yang mampu berpikir dengan logis. Aku seringkali mendahulukan emosi daripada logika padahal dulu aku jelas tidak seperti ini. Entahlah kehamilan tampaknya membuat emosiku tidak stabil dan sedikit saja disenggol aku akan berujung marah-marah tak karuan.
Saat aku tengah berciuman dengan Mahesa di bak mandi, dia tiba-tiba menggigit bibirku sangat kencang sampai berdarah. Karena kesal aku mengabaikan dia yang sudah terangsang dan meninggalkan dia sendiri di kamar mandi. Kenapa juga Mahesa jadi sosok brutal seperti ini padahal aku benci hal yang kasar.
Tapi pada akhirnya aku mau bercinta dengannya karena ancaman Mahesa yang tidak mau memelukku saat tidur. Padahal bayi ini baru bisa anteng saat aku berpelukan dengan ayahnya. Tampaknya anakku memang benar-benar bucin Mahesa... hm aku jadi penasaran dengan jenis kelamin jabang bayi dalam kandunganku.
Keesokan harinya aku berniat mengunjungi kantor Mahesa karena bosan di rumah. Tapi sesaatnya sampai aku malah melihat dia berpelukan dengan Selena si mantan istrinya. Bagaimana bisa Mahesa bersikap seperti ini dibelakangku? Kalau memang dia masih mencintai istrinya kenapa dia malah menikahiku?
Dengan berderai air mata aku pergi meninggalkannnya sendiri. Bahkan aku sudah mengatakan padanya ingin berpisah saja karena kecewa dengan sikap dia yang begini.. dengan cepat aku pulang ke rumah untuk bersiap-siap packing karena tidak mau tinggal bersamanya lagi. Rasanya logikaku hilang begitu saja saat ini bahkan sifat baperanku tampaknya semakin parah dan tidak bisa ditahan lagi.
Dengan bantuan para maid aku selesai packing 3 jam kemudian. Saat hendak pergi Mahesa tiba-tiba datang dengan wajah kusutnya. Tapi aku tidak peduli, aku mau kembali ke rumahku dan urusan kehamilan ini biarlah aku sendiri saja yang menanggungnya.
"Ivanka jangan pergi.... tolong dengarkan penjelasanku dulu.." ucapnya dengan suara yang lemah dan sedikit membuatku simpati.
"Aku mau pulang dan kita lebih baik segera bercerai!!" Dengan nada dingin dan penuh emosi keinginanku untuk bercerai dengannya sangatlah besar.
"Selena akan menikah sama Chandra... dia memberikan kartu undangan ini padaku dan meminta kita berdua hadir" ucapnya sambil menyerahkan kartu undangan padaku dan tertera nama Chandra dan Selena.
Aku membacanya dan memang undangan ini ditujukan untuk Mahesa. Aku terdiam sesaat karena emosiku yang tidak stabil ini tanpa sadar bisa mengancam pernikahan dengan Mahesa. Bagaimana mungkin aku tidak mempercayai suamiku sendiri dan menyimpulkan hal yang tidak-tidak? Ini sungguh kekanakan dan membuatku malu...
"Ivanka.. biar aku saja yang keluar karena rumah ini adalah mas kawinku untukmu..."
Setelah itu Mahesa menyuruh orang suruhannya untuk membereskan barang-barangnya. Bahkan dia segera pergi dariku tanpa berbicara apapun lagi. Tanpa sadar air mataku jatuh begitu saja... bagaimana mungkin aku mau kehilangan dirinya??
Saat dia semakin jauh aku pergi menyusulnya dan memeluknya erat dari belakang sambil menangis tersedu-sedu. Kenapa aku bisa sebodoh ini kenapa aku tidak mau mendengarkan penjelasan darinya dulu...
"Jangan tinggalin aku Mahesa.. jangan pergi.. aku mohon..." ucapku padanya sambil menangis tersedu-sedu dan terus memeluknya.
"Kamu tahu kan aku cinta banget sama kamu Ivanka bagaimana bisa aku ninggalin kamu sama bayi kita hm...?" Balasnya setelah membalikan tubuh dan mengusap pipiku yang penuh air mata.
"Maafin aku.... maaf..."
Tanpa membalas ucapanku Mahesa langsung memeluk tubuh ini dan mencium rambutku sesekali. Aku hanya menangis keras karena kebodohanku ini bisa menghancurkan segalanya. Aku tidak mau lagi hal seperti ini terjadi pada kami, semua emosi yang tidak stabil ini harus segera diatasi atau aku akan kehilangan sosok yang aku cintai.
.......................................
Beberapa bulan kemudian tanpa terasa kandunganku sudah menginjak 9 bulan. Tentu saja aku semakin kesulitan berjalan meski tetap berusaha untuk berolahraga ringan agar persalinanku dilancarkan. Tampaknya Mahesa juga mencemaskanku karena dia selalu pulang lebih awal meski aku meyakinkan dirinya jika semuanya baik-baik saja. Toh ada para maid yang selalu setia menemaniku di rumah.
Dokter bilang kemungkinan minggu depan aku melahirkan. Sehingga tentu saja aku tetap bersantai dan terus berpikir positif jika persalinan akan baik-baik saja. Beruntung juga kini para maid selalu standby karena Mahesa yang meminta. Tampaknya Mahesa jauh lebih was-was daripada aku yang mengalaminya sendiri.
Saat tengah makan buah melon tiba-tiba suami siaga sudah pulang dari kantor. Padahal masih pukul 4 sore tapi dia segera bergegas mendatangiku dan mengecup keningku. Tak lupa juga dia mengecup perutku yang membesar dan membuatku tersenyum.
"Gimana sayang everything is okay? Kamu udah mules apa nggak?" Tanyanya khawatir dan aku mengusap pipinya sayang.
"Belum.. udah sana kamu mandi dulu bau acem udah gitu makan dulu jangan khawatir terus hm..?"
Mahesa menuruti ucapanku dan aku memutuskan kembali memakan melon yang tersisa sambil membaca buku parenting. Ah sebentar lagi aku akan menjadi orang tua dan tanpa sadar jantung ini berdebar kencang. Bahkan tanpa sadar aku sudah menyiapkan nama yang tepat namun belum ku beri tahu pada Mahesa.
Mahesa kini berada di sebelahku setelah perutnya kenyang. Kami berdua hanya saling berpelukan dan menikmati waktu bersama. Tapi entah kenapa beberapa saat kemudian perutku terasa mulas bahkan melilit dan aku merasa tak sanggup lagi dalam menghadapinya.
"Siapkan mobil... istriku akan melahirkan!!" Ucap Mahesa pada para maid.
Setelah itu Mahesa menggendongku untuk segera masuk ke mobil. Tapi perutku tak juga kunjung membaik bahkan tanpa terasa cairan keluar dari kewanitaanku. Entahlah rasanya sakit sekali bahkan tangan Mahesa tanpa sadar aku remas saking sakitnya perut ini.
Tanpa membuang banyak waktu setibanya di rumah sakit aku langsung dibawa ke ruang bersalin. Tentu saja suamiku harus ikut karena aku tidak mau menghadapi persalinan ini sendirian. Namun entah kenapa aku merasa ingin marah-marah pada Mahesa saat ini....
"Mahesa sialan!! Ini semua gara-gara kamu yang bikin perutku sakit kayak gini!!!" Rasa sakit saat melahirkan tanpa sadar membuat kewarasanku hilang dan berakhir memaki-maki Mahesa sambil terus mencubit lengannya dan menjambak rambutnya hingga rontok.
"Awww Ivanka.... sakit sekali..... sabar Ivanka.......!!!!!!" Balasnya dengan wajah penuh kesakitan tapi tentu saja tidak sebanding dengan rasa sakitku.
"Sialan kamu... aku gak mau lagi melahirkan!!! Sakit sekali.... laki-laki berengsek aku benci kamu!!!!!!"
Jambakanku di rambut Mahesa semakin kuat bahkan ku rasakan helaian rambutnya lepas. Terserah sajalah jika Mahesa botak aku tidak peduli karena yang lebih penting bayiku segera keluar karena rasanya terlalu sakit bahkan aku tidak sanggup lagi.... ini sangat gila bahkan rasanya tubuhku terbelah menjadi dua.
"Ibu tenangkan diri.. ambil nafas dan buang dengan pelan-pelan!!" Ucap dokter di sebelahku dan aku menurutinya tapi tetap saja rasanya sakit hingga rasanya mau mati.
Beberapa saat kemudian aku mendengar tangisan bayi dan Mahesa memelukku sambil meneteskan air mata. Ternyata aku berhasil melahirkan dalam kondisi normal dan meski sakitnya masih terasa aku berusaha tersenyum. Ada rasa puas meski sakit karena aku berhasil melahirkan seorang manusia.
"Hebat sekali sayang.... aku cinta kamu..." ucap suamiku dan berkali-kali dia mengecup kening ini.
"Selamat bapak ibu bayi anda berjenis kelamin laki-laki....."
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Situationship
RomanceMahesa dan Ivanka terlibat hubungan tanpa status namun tidak bisa melepaskan satu sama lain. Meski sepakat untuk menjadi partner di ranjang diam-diam mereka memendam perasaan satu sama lain. Ini karya asliku tolong hargai dengan memberi komen dan vo...