Perkara Umur

9.4K 718 10
                                    

Pada minggu pagi, Gaudencio bangun dengan gembira. Terhitung sudah dua hari Cio pulang dari rumah sakit, Cio beranjak dari kasurnya lalu berjalan kamar mandi untuk membersihkan.diri.

Setelah selesai, Cio memilih pakaiannya. Dia sedikit mengernyit kala melihat pakaiannya yang banyak bermotif kartun dan lembut.

“Uhuk, apa dulu pakaianku semuanya seperti ini?” Cio bertanya pada dirinya sendiri sambil mengingat-ingat juga.

Usia Cio yang baru 15 tahun, masih sangat muda. Mungkin seingatnya, Cio merubah gaya berpakaiannya saat memasuki usia 17 tahun menjelang ulang tahunnya yang ke 18, dimana Cio sudah belajar merawat dan membentuk kotak-kotak di perutnya.

“Hais, selagi aku belum membentuk tubuh pergunakan dengan baik...”

Gaudencio keluar dari kamarnya, dan menuruni anak tangga. Dia berjalan menuju ruang makan untuk sarapan bersama dengan keluarganya..

Di meja makan, tidak ada yang banyak berubah selain Kursi kosong yang ada di tengah-tengah antara kedua kakaknya.

Karina duduk di seberang putra-putranya, Theo di kursi pemimpin, dan Ara masih tetap menempel pada Papinya, padahal di meja makan masih banyak kursi kosong.

Lagi-lagi, Karina berwajah hijau. Dia gak suka ada wanita lain yang menempel pada suaminya, cemburu dia!

Tapi dia juga gak bisa apa-apa, kalau sampai Ara nangis, suaminya bisa ngamuk! Padahal Ara sudah bukan bocil lagi, usianya sudah 17 tahun. Karina melihat Theo seperti seorang Sugar Daddynya Ara.

Menyadari kehadiran Cio, anak angkat kesayangan suaminya itu mulai mencoba untuk memprovokasi, dia memeluk Theo dengan mata mengantuk.

Cio sih abai saja, dia mendekat ke maminya dan memberikan ciuman selamat pagi di pipi Karina, kemudian dia berjalan mendekat pada kedua kakaknya dan melakukan hal yang sama.

Setelah itu, Cio duduk di kursinya.

“Selamat pagi, Mami, Kakak...” tidak lupa Cio tersenyum manis sampai menampilkan kelinci dan   gingsul miliknya pada semuanya kecuali sama Papinya.

“Selamat pagi, Adek”

Mereka semua wajahnya jadi Cerah karena mendapatkan ciuman dari Cio. Beda lagi sama Theo yang lagi-lagi wajahnya menjadi hijau.

Disini dia kepala keluarga, tapi kenapa dari semuanya hanya dirinya yang di abaikan oleh Cio?

Bahkan sejak Cio keluar dari rumah sakit, anak itu sama sekali enggan meliriknya.

Kemudian, Suara putri angkatnya membuyarkan lamunannya lagi: “Papi, Ara mau duduk sama kakak... Mau di suap kakak juga...”

“Ogah! Makan sendiri.”

Itu suara Michael, cuma dia yang menjawab. Yah, mau bagaimana Ara panggil kakak, sudah jelas itu panggilan untuk dirinya. Tidak mungkin buat Leon apa lagi buat Cio.

“Papi, Huah... Kakak jahat!”

“Cengeng!” kalau yang ini dari Leon, malas dia ngelihat kelakuan Ara.

“Hiks... Papi, Kak Leon...”

“Panggil kak lagi, gue colok mata Lo!” Leon ngarahin garpu ke Ara, yang langsung membuat gadis itu menyembunyikan wajahnya di leher Theo.

Pak!

Karina memukul meja makan, yang langsung membuat Theo melirik ke istrinya.  Dia menemukan Karina sedang menatapnya dengan marah.

Istrinya kenapa lagi!

“Mas bisa gak lihat kondisi? Ara bahkan bukan anak kecil lagi, dia sudah 17 tahun. Lihat dada dan bokongnya sudah berkembang, Jangan terlalu memanjakan dia, mas menjijikkan!”

GaudencioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang