Keterasingan Papi

5K 445 4
                                    

Beberapa hari kemudian, Gaudencio menepati janjinya dengan kedua kakaknya. Pukul 9 pagi, di hari Sabtu Gaudencio sudah bangun karena ulah kakak keduanya.

Leon menerobos kedalam kamar Cio dan mengganggu tidurnya, kadang mencubit pipi Cio, atau kalau bukan pipi pasti hidung Cio yang akan jadi korbannya.

Cio itu capek, padahal baru seminggu dia masuk sekolah lagi. Tapi rasanya udah seperti zaman pas dia kuliah dulu, Banyak tugas, dan kerjaannya cuma jadi kupu-kupu.

Dan beberapa hari ini, juga Gaudencio menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh.

Pertama, Papi lebih banyak di rumah. Kedua, Ada supir baru buat antar jemput Anabel. Ketiga,  Papi sepertinya sedang mencoba pendekatan dengan dirinya.

Bayangkan saja, Cio nongkrong di depan Tv Papi Theo juga nongkrong disana. Sama laptopnya yang biasanya dia simpan di ruang kerja.

Cio ke halaman belakang, melihat kedua kakaknya main basket Papi Theo juga akan ada disana gak ikut main tapi ikut nonton bareng sama Cio, sambil membawa Cookie buat jadi camilan mereka.

Dan beberapa hari itu, Trio Garendra sama-sama kompak. Gak ada satupun yang ngomong sama Papi, mereka merasa kalau emang Papinya itu harus di beri pelajaran.

Jadi, pada kompak ikuti rencana mami buat gak ngomong sama Suaminya Karina.

Cio sih ikut aja...

Jadi pas Cio turun ke lantai satu, dia melihat mami duduk di ruang santai sambil melipat kedua tangan dan kakinya.

Papinya duduk gak jauh dari mami Karina, dengan wajah memelas dengan bibir bebeknya.

“Pokoknya kalau mas tetap manjain si Anabel, kita cerai saja!”

“Loh, sayang kamu kan tahu Ara udah aku anggap anak, kok kamu gitu sih?”

“Tapi aku gak mas, kamu udah manjain Anabel mirip sugar Daddy ke Baby sugar. Apa aja kamu kasih, termasuk Tas branded yang udah aku pesan sebelum di pasarkan juga kamu kasih!”

“Maafin aku yah, aku benar-benar gak tahu kalau paket itu punya kamu, sayang. Aku pikir itu punya Ara, jadinya mas bawa ke kamar Ara dan Ara juga mengangguk pas mas tanya.”

Mami Karina mengambil bungkusan tas yang dia dapat di tempat sampah depan kamar Ara dan memberikannya kepada suami rasa orang asing di sampingnya.

“Makanya baca mas, lihat disana tertera nama siapa! Itu jelas-jelas paket aku mas!”

Theo menghela napas, dia benar-benar tidak tahu. Soalnya pas di periksa lagi, emang benar Ara juga pesan tas yang sama merek Kerikil.

“Iya maaf, nanti mas beliin mami lagi yah udah jangan ngambek dong.”

Karina melotot tajam pada sang suami, “Ogah,  mas kira aku mau samaan dengan anak angkat mas? Dan asal mas tahu yah, brand Kerikil itu susah di jangkau Pabriknya di kutub Utara, bahannya asli dari hutan Amazon...”

“Lah, terus mami bisa pesan lewat mana?”

“Ya di aplikasi orange lah mas, di mana lagi...”

Trio Garendra berdiri berjejer gak jauh dari Karina dan Theo. Mereka kompak pakai atasan Putih, bawahan hitam sama sepatu juga hitam.

Jam tangan di tangan kanan, Mike pakai kacamata, Leon sama Cio pakai Topi, Leon warna Hitam, Cio warna Putih.

“Mami, pamit dulu mau main sama adek.”

Karina berhenti mengoceh setelah mendengar suara putra pertamanya, wajahnya tersenyum lebar melihat style anak-anaknya.

Semua yang di pakai trio Garendra itu pembelian dirinya pada belanja kemaren di mall.

GaudencioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang